JAKARTA - Keinginan menggratiskan biaya nikah di Kantor Urusan Agama (KUA) diharapkan terealisasi pekan ini. Kementerian Agama (Kemenag) mengharapkan dukungan dari semua fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) agar rencana tidak lagi tertunda.
Inspektur Jenderal Kemenag, Mochamad Jasin, mengatakan biaya nikah di KUA masih menjadi polemik dan membutuhkan kepastian secepat mungkin. "Saya berharap pekan ini sudah ada keputusan. Semoga semua fraksi di DPR mendukung sehingga ada kekuatan dan dukungan," ujarnya kepada Jawa Pos, Minggu (3/3).
Semakin tertunda, kata Jasin, semakin banyak pihak dirugikan dan menjadi polemik sosial berkepanjangan. Terutama bagi para pejabat pernikahan atau para penghulu.
Saat ini saja, sebutnya, penghulu dari KUA di daerah Bantul, Jawa Tengah, sudah mulai diperiksa karena dilaporkan menerima gratifikasi akibat menerima uang tambahan dari praktik menikahkan. "Sebab di beberapa daerah itu ada KUA mematok harga Rp 150 ribu. Itu di luar amplopnya. Lah nanti misalnya dapat lagi berarti kan double," paparnya.
Jasin mengatakan pihaknya saat ini sudah merumuskan beberapa opsi untuk biaya pernikahan di KUA dititikberatkan pada pembebasan biaya alias gratis dari saat ini sebesar Rp 30 ribu. Membebaskan tarif pencatatan biaya nikah itu disertai dengan pemberian uang transport lokal bagi penghulu bertugas di luar kantor sebesar Rp 110 ribu atau ada tambahan lain.
Bagi penghulu yang khutbah nikah atau jadi wali diberikan biaya profesi sebesar Rp 390 ribu. "Untuk opsi ini memang harus mengubah PP nomor 47 tahun 2004 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Sebab Rp 30 ribu itu kan masuk ke kas negara, lah kalau dihapus ya itu di PP-nya harus dihilangkan," ulasnya.
Jasin juga setuju anggaran untuk KUA dari saat ini rata-rata Rp 2 juta perbulan ditingkatkan menjadi sekitar Rp 5 juta. Sebab tugas KUA relatif banyak bukan sekadar menikahkan saja, mencakup urusan wakaf, zakat, penyelenggaraan ibadah haji termasuk memberikan manasik, dan membina kerukunan umat beragama. "Jadi sebenarnya ujung tombak juga di Kemenag," ungkapnya.
Jasin berharap pembebasan biaya nikah disertai pemberian solusi lain bagi para pejabat nikah di KUA agar bisa tetap beroperasi segera mendapat dukungan dari semua pihak terutama DPR. "Kalau ditutup oleh biaya APBN kan lebih jelas dan ada kriteria pengunaannya untuk kemudian dilaporkan. Jadi ada kepastian," tegasnya.
Sebelumnya Fraksi PKS mendukung agar biaya nikah digratiskan. Anggota Komisi VIII Fraksi PKS Nasir Jamil menyatakan, seperti halnya pembuatan Kartu Tanda Penduduk, biaya nikah gratis sekaligus membiayai dan operasional KUA. . "Ini untuk memberi pelayanan publik kepada masyarakat," ujar Nasir.
Menurut Nasir, petugas KUA bukan hanya melakukan pencatatan pernikahan tapi juga menyelenggarakan pencatatan pernikahan dan rujuk, mengurus dan membina masjid, zakat, wakaf, ibadah sosial, pengembangan keluarga sakinah dan kependudukan sesuai kebijakan yang ditetapkan oleh Dirjen Bimas Islam. Saat ini, dari 2010 sampai 2012 ada 8.000 pernikahan yang tidak dicatat di KUA.
"Karena itu, FPKS mengusulkan agar biaya operasional KUA ditingkatkan dari Rp2 juta per bulan menjadi Rp 20 juta per bulan," ujarnya.
Nasir menilai, penambahan biaya ini tidak akan membenani APBN. Sebab dari total 5.382 KUA bila dikalikan Rp 20 juta hanya Rp 1,29 triliun per tahun. Ditambah biaya pencatatan nikah Rp 500 ribu untuk 2,4 juta orang yang menikah menjadi Rp 1,2 triliun. Bila dijumlah hanya mencapai angka Rp 2, 49 triliun. Angka tersebut hanya 0,148 persen dari total APBN Tahun 2013 yang sebanyak Rp 1.683 triliun.
"KUA harus dioptimalkan dalam rangka memberikan pelayanan kepada ummat dengan mengoptimalkan tugas dan fungsinya tersebut. Sehingga anggaran KUA juga harus ditingkatkan," tandasnya. (gen/bay)
Inspektur Jenderal Kemenag, Mochamad Jasin, mengatakan biaya nikah di KUA masih menjadi polemik dan membutuhkan kepastian secepat mungkin. "Saya berharap pekan ini sudah ada keputusan. Semoga semua fraksi di DPR mendukung sehingga ada kekuatan dan dukungan," ujarnya kepada Jawa Pos, Minggu (3/3).
Semakin tertunda, kata Jasin, semakin banyak pihak dirugikan dan menjadi polemik sosial berkepanjangan. Terutama bagi para pejabat pernikahan atau para penghulu.
Saat ini saja, sebutnya, penghulu dari KUA di daerah Bantul, Jawa Tengah, sudah mulai diperiksa karena dilaporkan menerima gratifikasi akibat menerima uang tambahan dari praktik menikahkan. "Sebab di beberapa daerah itu ada KUA mematok harga Rp 150 ribu. Itu di luar amplopnya. Lah nanti misalnya dapat lagi berarti kan double," paparnya.
Jasin mengatakan pihaknya saat ini sudah merumuskan beberapa opsi untuk biaya pernikahan di KUA dititikberatkan pada pembebasan biaya alias gratis dari saat ini sebesar Rp 30 ribu. Membebaskan tarif pencatatan biaya nikah itu disertai dengan pemberian uang transport lokal bagi penghulu bertugas di luar kantor sebesar Rp 110 ribu atau ada tambahan lain.
Bagi penghulu yang khutbah nikah atau jadi wali diberikan biaya profesi sebesar Rp 390 ribu. "Untuk opsi ini memang harus mengubah PP nomor 47 tahun 2004 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Sebab Rp 30 ribu itu kan masuk ke kas negara, lah kalau dihapus ya itu di PP-nya harus dihilangkan," ulasnya.
Jasin juga setuju anggaran untuk KUA dari saat ini rata-rata Rp 2 juta perbulan ditingkatkan menjadi sekitar Rp 5 juta. Sebab tugas KUA relatif banyak bukan sekadar menikahkan saja, mencakup urusan wakaf, zakat, penyelenggaraan ibadah haji termasuk memberikan manasik, dan membina kerukunan umat beragama. "Jadi sebenarnya ujung tombak juga di Kemenag," ungkapnya.
Jasin berharap pembebasan biaya nikah disertai pemberian solusi lain bagi para pejabat nikah di KUA agar bisa tetap beroperasi segera mendapat dukungan dari semua pihak terutama DPR. "Kalau ditutup oleh biaya APBN kan lebih jelas dan ada kriteria pengunaannya untuk kemudian dilaporkan. Jadi ada kepastian," tegasnya.
Sebelumnya Fraksi PKS mendukung agar biaya nikah digratiskan. Anggota Komisi VIII Fraksi PKS Nasir Jamil menyatakan, seperti halnya pembuatan Kartu Tanda Penduduk, biaya nikah gratis sekaligus membiayai dan operasional KUA. . "Ini untuk memberi pelayanan publik kepada masyarakat," ujar Nasir.
Menurut Nasir, petugas KUA bukan hanya melakukan pencatatan pernikahan tapi juga menyelenggarakan pencatatan pernikahan dan rujuk, mengurus dan membina masjid, zakat, wakaf, ibadah sosial, pengembangan keluarga sakinah dan kependudukan sesuai kebijakan yang ditetapkan oleh Dirjen Bimas Islam. Saat ini, dari 2010 sampai 2012 ada 8.000 pernikahan yang tidak dicatat di KUA.
"Karena itu, FPKS mengusulkan agar biaya operasional KUA ditingkatkan dari Rp2 juta per bulan menjadi Rp 20 juta per bulan," ujarnya.
Nasir menilai, penambahan biaya ini tidak akan membenani APBN. Sebab dari total 5.382 KUA bila dikalikan Rp 20 juta hanya Rp 1,29 triliun per tahun. Ditambah biaya pencatatan nikah Rp 500 ribu untuk 2,4 juta orang yang menikah menjadi Rp 1,2 triliun. Bila dijumlah hanya mencapai angka Rp 2, 49 triliun. Angka tersebut hanya 0,148 persen dari total APBN Tahun 2013 yang sebanyak Rp 1.683 triliun.
"KUA harus dioptimalkan dalam rangka memberikan pelayanan kepada ummat dengan mengoptimalkan tugas dan fungsinya tersebut. Sehingga anggaran KUA juga harus ditingkatkan," tandasnya. (gen/bay)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hatta Harapkan Kasus Anas Tak Dipolitisasi
Redaktur : Tim Redaksi