jpnn.com, JAKARTA - Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, MH Said Abdullah mengatakan perlunya pembagian beban bersama (burden sharing) antara pemerintah dan Bank Indonesia (BI) dalam membiayai program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) tahun 2020.
Pasalnya, besarnya alokasi anggaran mencapai Rp 905,10 triliun tidak bisa ditanggung oleh Pemerintah sendiri.
BACA JUGA: Said Abdullah Imbau Warga Jangan Panik Berlebihan Merespons Virus Corona
“Saya kira, tidak fair jika hanya ditanggung oleh Pemerintah sendiri. Beban pembiayaan sangat besar. Karena itu, perlu ada langkah bersama antara Pemerintah dan BI dalam bentuk berbagi beban,” ujar Said di Jakarta, Kamis (25/6).
Menurutnya, anggaran PEN sebesar Rp 905,10 triliun dipakai untuk memenuhi barang kebutuhan publik (Public Goods) dan barang-barang non-publik (non-public goods).
BACA JUGA: Prajurit TNI AL Kejar KM Sinar Mulya 06, Kemudian Tahan dan Geledah, Oh Ternyata
Dari angka tersebut, sebesar Rp 397,56 Triliun digunakan untuk memenuhi anggaran barang-barang publik dan sebesar Rp 507,54 Triliun untuk barang non-publik.
Besarnya alokasi anggaran tersebut, telah menyebabkan terjadinya pelebaran defisit dalam APBN 2020 mencapai 6,34 persen, sehingga risiko fiskal dan beban yang ditanggung oleh Pemerintah juga semakin membesar.
BACA JUGA: Laode Ida: Tiba-tiba Muncul Isu Agama Dalam Proses Calon Kapolri, Ini Berbahaya!
“Melihat besarnya tambahan kebutuhan pembiayaan sebagai akibat pelebaran deficit maka pemerintah dan BI, perlu berada dalam satu kesepakatan untuk dapat menanggung bersama beban yang muncul atas pembiayaan secara adil, transparan dan berkelanjutan,” terangnya.
Meski diakuinya, pembagian peran antara Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK), dalam menjaga kondisi perekonomian nasional serta stabilitas sistem keuangan sudah ditegaskan dalam UU No. 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Perpu No. 1 Tahun 2020, mengenai.
Tetapi, tetap ada penegasan dan kesepakatan bersama mengenai sistim dan mekanisme pembagian beban tersebut. Sehingga kesepakatan untuk menanggung beban tersebut, satu sisi akan bisa meringankan beban fiskal Pemerintah.
Tetapi di sisi lain, BI tetap bisa menjaga stabilitas ekonomi dan sistim keuangan. Sehingga Program PEN 2020 akan bisa berjalan dengan baik.
Politikus senior PDI Perjuangan ini menjelaskan, terdapat dua skema burden sharing yang paling mungkin dilakukan oleh Pemerintah dan BI saat ini.
Pertama, burden sharing pembiayaan yang bersifat untuk memenuhi anggaran barang publik (public goods), ditetapkan beban Pemerintah sebesar 0% dan BI sebesar 100 persen.
Kedua, burden sharing pembiayaan yang bersifat untuk memenuhi barang non-publik (non-public goods), ditetapkan beban Pemerintah sebesar 50 persen dan BI sebesar 50 persen, dengan suku bunga khusus.
Skema tersebut, berlaku sepanjang tenor SBN yang diterbitkan Pemerintah untuk dibeli oleh BI di pasar perdana.
Said menegaskan, Burden Sharing sangat menentukan keberhasilan program PEN tahun 2020.
Sehingga pemulihan ekonomi nantinya, akan menjadi pra-syarat dan landasan yang kuat dalam penyusunan Rancangan APBN Tahun 2021, berdasarkan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM dan PPKF) 2021 serta Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2021, yang saat ini sedang dibahas antara DPR-RI dan Pemerintah.
“Saya berharap, RAPBN Tahun 2021, akan dapat menjadi stimulus yang lebih produktif, efektif dan efisien untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kesehatan fiskal secara berkelanjutan,” tuturnya.
Lebih jauh, Said berharap kebijakan fiskal 2020 juga untuk mendorong terciptanya pengelolaan fiskal yang semakin sehat, yang tercermin dalam optimalisasi pendapatan negara, belanja yang lebih berkualitas (spending better), dan pembiayaan yang kreatif, efisien dan berkelanjutan.
Di samping itu, kebijakan fiskal juga diarahkan untuk mampu mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada tahun 2021, setelah adanya baseline baru yang akan menyusun perekonomian nasional tahun 2020.
Karenanya, selama pelaksanaan program PEN 2020 berlangsung, tidak boleh terjadi bank gagal, baik bank yang berstatus sebagai anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) maupun Bank Non-Himbara.
“Saya minta, anggota KSSK lebih pro-aktif, menguatkan pengawasan untuk dapat masuk lebih awal dalam mengantisipasi terjadinya bank gagal di Indonesia,” pungkasnya.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich