jpnn.com, JAKARTA - Membengkaknya biaya proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung mendapat sorotan tajam dari berbagai kalangan termasuk kalangan DPR RI.
Padahal sejak awal proyek yang ditargetkan selesai tahun 2019 tersebut diestimasi hanya menelan biaya sebesar US$ 5,5 miliar.
BACA JUGA: Penampakan Jembatan di Bekasi yang Terdampak Proyek Kereta Cepat, Pengendara Harus Waspada
Namun, dalam praktiknya proyek tersebut terus mengalami pembengkakan dari US$ 5,8 miliar dan meningkat lagi menjadi US$ 6,07 miliar.
Terbaru, proyek tersebut diperkirakan mengalami pembengkakan biaya mencapai US$ 1,176-1,9 miliar, menjadi maksimal US$ 7,97 miliar. Hasil audit BPKP biaya pembengkakan berada di angka US$ 1,176 miliar.
BACA JUGA: Tata Tepergok Mencuri Besi Proyek Kereta Cepat, Dia Sudah Ditangkap, Lihat Tampangnya
Anggota Komisi VI DPR RI Darmadi Durianto mengatakan pembangunan proyek kereta cepat tersebut sebenarnya didesain untuk menopang dan menggenjot kegiatan perekonomian masyarakat.
Oleh karean itu, menurut Darmadi Durianto, pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi memprioritaskan pembangunan infrastruktur mulai dari jalan, bendungan hingga trasnportasi massal yakni kereta cepat Jakarta-Bandung. Hal itu semata-mata untuk membangkitkan dan menggairahkan perekonomian bangsa dan negara.
BACA JUGA: Darmadi DPR Desak Kementerian ATR/BPN Perpanjang SHGB Milik AP2META, Begini Alasannya
“Kebijakan Presiden Jokowi tepat membangun keterhubungan antardaerah, menempatkan koridor-koridor strategis bagi pertumbuhan perekonomian nasional dengan mengedepankan infrastruktur,” ucap Bendahara Megawati Institute itu kepada wartawan, Selasa (2/8/2022).
Hanya saja, lanjut Darmadi, kasus membengkaknya proyek kereta cepat tersebut telah mendistorsi visi pemerintah soal interkoneksi antardaerah untuk menggerakkan roda perekonomian masyarakat.
“Saya kira menteri BUMN saat itu gagal mengartikulasikan visi presiden Jokowi sehingga kebijakan yang dibuat pun salah kaprah,” ujar Darmadi.
Sejak awal, kata Darmadi, PDI Perjuangan mencatat bagaimana Menteri BUMN saat itu Rini Soemarno telah bertindak gegabah.
“Gegabah karena aspek pembangunan tidak dilihat dari berbagai aspek melainkan hanya aspek keuntungan belaka. Ini kesalahan fatal,” tegas Darmadi Durianto.
Darmadi kembali mengungkapkan berbagai pihak sebenarnya sudah mewanti-wanti agar proyek tersebut tidak terburu-buru dijalankan mengingat kebijakan dan kalkulasi yang dibuat masih debatable saat itu.
"Menhub (Menteri Perhubunan) saja waktu itu Pak Ignatius Jonan tidak sependapat dengan proyek tersebut. Namun, karena kengototan Rini Soemarmo yang tidak jelas dasar itu, mengorbankan Pak Jonan yang mengkritisi hal tersebut,” ungkap Darmadi.
Menurut Darmadi, pemerintah mesti melakukan investigasi di balik kasus membengkaknya biaya proyek kereta cepat Jakarta-Bandung ini.
“Mereka yang sejak awal menginisiasi proyek ini mesti dimintai tanggung jawab. Jangan sampai niat baik Pak Jokowi yang ingin meningkatkan perekonomian masyarakat melalui pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung ini ternodai dengan kebijakan yang dibuat secara serampangan dan gegabah,” tegasnya.
Darmadi juga mengungkapkan, sejak awal pihaknya dalam hal ini Komisi VI DPR RI selaku mitra kerja kementerian BUMN kerap kali mengingatkan agar proyek tersebut terus dikaji dan dihitung secara cermat.
Dia menjelaskan menurut perhitungannya proyek tersebut risiko kegagalannya cukup tinggi.
“Saya pribadi selaku anggota Komisi VI DPR sudah mengingatkan Kementerian BUMN saat itu tentang bahayanya kegagalan proyek tersebut, tetapi kehendak berkata lain, Rini Soemarno selaku Menteri BUMN saat itu dengan pongahnya mengabaikan saran dan masukan dari berbagai kalangan termasuk DPR. Entah apa tujuan di balik kengototan Rini Soemarno itu,” sindir Darmadi.(fri/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Friederich Batari