jpnn.com, JAKARTA - Pengamat Transportasi Bambang Haryo Soekartono (BHS) mengatakan biaya logistik tak bisa dikonotasikan sebagai biaya transportasi dan tak bisa sepenuhnya dijadikan penyebab utama harga produk meningkat.
"Pada faktanya, biaya transportasi itu hanya mengambil porsi kecil pada biaya logistik. Pengaruhnya tidak signifikan. Bisa dikatakan pengaruh biaya transportasi domestik hanya mengambil 1/4 dari total keseluruhan biaya logistik," kata BHS.
BACA JUGA: Perkuat Segmen Bisnis, KAI Logistik Targetkan Kelola 28 Juta Ton Batu Bara
Dia memaparkan yang pertama mengambil pengaruh besar pada harga produk adalah inventory atau persediaan.
"Kaitannya, persediaan ini sangat berpengaruh pada harga barang. Sesuai dengan teori supply and demand. Jika demand lebih banyak dibandingkan supply, maka ya harganya menjadi mahal. Jadi kalau cadangan barang itu menurun, sudah pasti harga akan naik," ucapnya.
BACA JUGA: Mantap! PT Pegadaian Dapat Predikat Best Company to Work in Asia untuk ke-6 Kalinya
Faktor lainnya yang berpengaruh pada biaya logistik adalah pergudangan, pengemasan atau packaging, pengelolaan pesanan, dan layanan pada pelanggan.
"Pergudangan dan seluruh item ini mengambil porsi yang besar dalam biaya logistik," ucapnya lagi.
BACA JUGA: PT ANTAM Pastikan Keaslian & Kemurnian Seluruh Produk Emas Logam Mulia
Komponen selanjutnya adalah pajak, baik pajak dari barang atau pajak dari alat transportasi beserta nilai premi asuransinya.
Belum lagi, jika produk yang didistribusikan tersebut adalah bahan-bahan yang memiliki tingkat kadaluarsa cepat.
"Seperti sayuran, buah-buahan, ikan dan daging-dagingan, itu kan cepat ya masa gunanya. Jika dalam proses pengiriman, tidak ada penyimpanan yang sesuai, contohnya reefer truck/truk freezer, juga cold storage maka produk tersebut akan cepat rusak. Jika produk rusak, maka cost-nya akan bertambah. Misal, jika 100 item itu harga adalah Rp100 ribu dan harga satuan ya seribu, saat yang rusak 50 persen, maka harga satuannya menjadi Rp2 ribu," urainya.
Jika produk tersebut rusak, maka ketersediaannya juga terganggu, yang ujungnya juga memicu kenaikan harga barang.
"Sehingga, pemerintah juga perlu mempertimbangkan dalam penyediaan infrastruktur cold storage di pasar-pasar dan lemari freezer untuk pedagang, untuk membantu penyimpanan produk yang memiliki masa guna yang singkat," urainya.
Dia menekankan, untuk transportasi khususnya moda transportasi laut biayanya sudah cukup murah, tetapi dari sisi transportasi daratnya mahal, apalagi ketersediaannya tidak dipertimbangkan, maka tetap saja harga produk atau barang akan mahal.
"Transportasi laut itu murah. Untuk pengangkutan barang dari Jakarta ke Singapura, itu biayanya hanya 427 Dollar Amerika atau setara Rp6,9 juta atau hanya Rp4.800 per kilometer. Sementara, Jakarta Karawang yang berjarak 76 kilometer, Rp2,5 hingga Rp3 juta, artinya per kilometer-nya sekitar Rp40 ribu lebih. Itu di Jakarta ya, apalagi jika di daerah, seperti Kalimantan," kata BHS.
Hal ini menjadi PR bagi pemerintah, untuk memastikan ketersediaan infrastruktur jalan yang layak, yang memungkinkan transportasi darat bisa lebih murah, baik foreland maupun hinterland.
Sementara, jika mengandalkan kehadiran tol laut saja, tidak cukup untuk mengurangi biaya transportasi.
"Apakah dengan menyediakan jalan raya yang lebih banyak lajurnya atau dengan memperbanyak infrastruktur rel dan rangkaian kereta logistik. Karena kereta pengangkut logistik itu, baik secara jumlah barang yang diangkat maupun waktu pengangkutan, itu jauh lebih efisien, dibandingkan menggunakan truk pengangkut barang," ujarnya.
Dia berharap semua pihak terkait bisa memahami keterkaitan antara logistik dengan harga produk secara lebih menyeluruh.
"Tidak bisa jika hanya disalahkan sektor transportasi saja, apalagi jika disebut itu adalah transportasi laut yang mengambil porsi besar. Karena, secara fakta, cost terbesar logistik itu ya di wilayah perdagangan-nya. Butuh pembenahan, baik regulasi hingga infrastruktur," seru Politisi Gerindra ini.(chi/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... SIG & Bina Karya Kerja Sama Penyediaan Green Cement untuk Proyek IKN
Redaktur & Reporter : Yessy Artada