Biayanya Sangat Berat Kalau Tertulari COVID-19, Apalagi Nanti Tidak Mau Divaksinasi

Kamis, 26 November 2020 – 21:42 WIB
Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat UI Prof. dr. Hasbullah Thabrany, MPH., Dr.PH bersama Penyintas COVID-19 Icha Atmadi, S.T. Foto: covid19goid

jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah terus melakukan upaya testing, tracing, dan treatment, serta edukasi 3M guna menekan penularan COVID-19.

Pemerintah juga menanggung biaya perawatan rumah sakit bagi pasien COVID-19, yang berdasarkan hasil survei menunjukkan rata-rata dikeluarkan biaya perawatan Rp 184 juta per orang.

BACA JUGA: Satgas Covid-19 Minta Masyarakat Membuka Diri Melakukan 3T

Selain biaya yang besar, masyarakat yang kena dampak COVID-19 tidak bisa bekerja secara produktif sehingga menurunkan pendapatan mereka.

Belum lagi kerugian apabila ada warga negara yang meninggal di usia produktif, beban biaya keluarga yang ditinggalkan pasien.

BACA JUGA: Satgas di Daerah jadi Kunci Penanganan Pandemi Covid-19

BACA JUGA: Pilkada di 309 Kabupaten/Kota jadi Atensi Satgas Covid-19

“Apabila bisa disipilin menjalankan protokol kesehatan 3M (memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak aman), dan pemerintah aktif menjalankan 3T (tracing, testing, treatment), kita dapat menghemat kerugian negara yang lebih besar lagi, kita bisa menghemat sampai Rp 500 triliun, dan menggunakannya untuk membangun ekonomi Indonesia," kata Prof. dr. Hasbullah Thabrany, MPH., Dr.PH seperti dikutip dari laman Satgas Penanganan Covid-19.

Hasbullah adalah Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

“Saat ini pemerintah memang menanggung biaya rumah sakit melalui anggaran Kementerian Kesehatan. Saya kira kalau dirawat lebih dari 30 hari apalagi harus masuk ICU yang biayanya bisa sehari Rp 15 juta per hari, pengeluarannya bisa lebih dari seratus juta. Namun, masyarakat perlu pahami, meski ditanggung negara maka jangan merasa nyaman dan tidak peduli menjalankan protokol kesehatan," kata Hasbullah.

"Ingat pada saat dirawat, pasien menjadi tidak produktif, itu sudah kehilangan banyak pendapatan per harinya. Belum lagi setiap hari pasien merasa khawatir dengan kondisi kesehatannya, ini yang tidak bisa dihitung oleh uang," kata Hasbullah.

Cara terbaik agar masyarakat dan negara tidak merugi lebih besar lagi adalah dengan mencegah, jangan sampai terkena COVID-19.

Oleh karena itu Prof. Hasbullah menyarankan untuk disiplin menjalani protokol kesehatan 3M.

"Kalau nanti sudah ada vaksin, tambah dengan vaksin. Meskipun harga vaksin belum keluar nilainya, tetapi misalnya harganya nanti katakanlah Rp 200.000, investasi ini akan memberikan peluang lebih aman daripada berisiko besar terinfeksi dan memerlukan pengobatan," katanya.

"Biayanya sangat berat kalau terkena COVID-19, apalagi nanti tidak mau divaksinasi. Hidup bisa tidak nyaman karena risiko mengeluarkan Rp200-300 juta apabila terinfeksi. Vaksin terbukti mampu memberikan ketenangan, pada contohnya kasus penyakit TBC, karena hampir semua orang sudah divaksinasi BCG, bisa tenang menjalani kehidupan," ujar Prof. Hasbullah.

Selain itu, dari perspektif agama, Prof. Hasbullah menilai, mencegah penularan sama derajatnya dengan melakukan ibadah.

"Menjaga diri dan orang lain di sekitar agar tidak tertulari COVID-19 adalah ibadah. Saking besarnya ibadah itu sampai naik haji dan salat Jumat berjemaah pun boleh ditinggalkan untuk menghindari penularan lewat kerumunan," kata Prof. Hasbullah.

"Masyarakat harus berpifikir positif, selektif, dan cerdas dalam menerima informasi, ambil informasi dari sumber resmi dan terpercaya seperti penjelasan pemerintah”, imbuh Prof. Hasbullah.

Salah seorang penyintas COVID-19, Icha Atmadi ST, menambahkan, Covid-19 tidak hanya merugikan secara ekonomi.

"COVID-19 ini serius sekali. Untuk gejala paling ringan pun bisa terasa sakit baik bagi fisik maupun mental. Apalagi bagi mereka yang mengalami gejala berat, seperti yang dialami ayah saya waktu itu, yang memerlukan alat bantu pernafasan. Perasaan cemas yang dirasakan itu seperti setiap hari akan menghadapi kematian," katanya.

Apabila biaya perawatan Icha Atmadi dihitung dan ditanggung secara mandiri, bisa mencapai ratusan juta rupiah selama 45 hari menjalankan perawatan.

Hanya saja biaya perawatan Icha dan keluarga serta pasien COVID-19 lainnya saat ini ditanggung negara.

Dari pengalamannya, Icha Atmadi membenarkan pernyataan Prof. Hasbullah.

"Semua pasien COVID-19 baik yang gejalanya ringan, sedang, maupun berat, mengalami titik terendah sehingga membuat diri lebih introspeksi. Ayah saya sampai mendapatkan beberapa suntikan infus, belum lagi ditambahkan alat bantu pernafasan, serta alat pendukung dan tindakan medis lainnya. Jadi benar-benar mencemaskan waktu itu," katanya. (pen/ssw/vjy)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : Adek

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler