jpnn.com, JAKARTA - Bursa kandidat peserta Pilpres 2019 masih diwarnai rivalitas antara Joko Widodo dan Prabowo Subianto, sebagaimana terjadi dalam Pilpres 2014 lalu.
Pertarungan di Pilpres 2019 diperkirakan kembali berlangsung sengit jika Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilu menetapkan syarat ambang batas pencalonan presiden 20-25 persen. Syarat tersebut akan membatasi munculnya tokoh baru, mengingat angka ambang batas yang cukup tinggi.
BACA JUGA: Ada Kemungkian Prabowo Usung Anies untuk Hadapi Jokowi di Pilpres
Parpol pada akhirnya akan sangat selektif menentukan siapa nantinya tokoh yang akan diusung. "Saya kira Jusuf Kalla juga perlu dihitung sebagai salah seorang bakal calon presiden," ujar Pelaksana Tugas (Plt) Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta kepada JPNN, Senin (17/7).
Menurut Kaka, pengalaman pria kelahiran Makassar yang tercatat dua kali menempati posisi wakil presiden di dua rezim yang berbeda, tentu bukan sesuatu yang biasa. Tapi sebuah modal yang cukup kuat, apalagi untuk membangun kekuatan tengah antara rivalitas Jokowi-Prabowo.
BACA JUGA: Jokowi Capres, Cak Imin Cawapresnya, Bagaimana?
"Jadi perlu diperhitungkan juga, sebagai salah seorang capres yang bisa membangun kekuatan tengah antara Jokowi-Prabowo," ucapnya.
Sementara itu saat ditanya pendapatnya dengan angka PT, Kaka menilai sebaiknya ditetapkan nol persen. Dengan demikian terbuka ruang bagi setiap parpol untuk mengusung pasangan calon, sehingga diyakini bakal memunculkan tokoh alternatif yang selama ini tertutup.
BACA JUGA: Prabowo Diprediksi Gaet Politikus PKS jadi Cawapres, Siapa?
"Itu inti pentingnya tak ada presidential threshold karena PT yang sebenarnya justru keharusan presiden memenangkan 50 persen+1 suara dalam pilpres," pungkas Kaka. (gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bermodal Status Pangeran Cendana Belum Cukup untuk Memenangi Pilpres
Redaktur & Reporter : Ken Girsang