jpnn.com, BALI - Wakil Uni Eropa menyebut Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov tidak menghormati pertemuan G20 karena meninggalkan ruangan ketika peserta lain masih berbicara.
Perwakilan Tinggi Uni Eropa (EU) Urusan Luar Negeri dan Kebijakan Keamanan (HRVP) sekaligus Wakil Presiden Komisi Eropa Josep Borrell itu mengomentari Lavrov yang segera meninggalkan ruang Pertemuan Menlu G20 (G20 Foreign Ministers’ Meeting/FMM) yang diselenggarakan di salah satu hotel di Nusa Dua, Bali, setelah ia selesai berbicara menyampaikan pandangan Rusia.
Lavrov tidak mendengarkan pemaparan dari menteri lain yang berbicara setelah gilirannya.
“Dia berbicara kemudian pergi tanpa memberikan penjelasan apa pun. Tidak mendengarkan menteri yang lain (berbicara) dan menghindari segala jenis interaksi maupun diskusi,” kata Borrell kepada beberapa media usai FMM G20 di Nusa Dua, Jumat (8/7) malam.
BACA JUGA: Menkeu: Presidensi G20 Dorong UMKM Indonesia Miliki Permodalan yang Luas
Sikap Lavrov, menurut Borrell, menunjukkan bahwa dia tidak menghormati pertemuan G20 dan tidak hadir untuk mencari solusi atas konflik Rusia dengan Ukraina—yang disorot dalam pertemuan tersebut sebagai salah satu tantangan global saat ini, selain pandemi COVID-19.
Borrell mengungkapkan bahwa pertemuan itu berlangsung secara sopan, tetapi juga dalam suasana emosional karena membahas masalah hidup dan mati orang-orang dalam perang di Ukraina.
BACA JUGA: BNPT Gandeng Sejumlah Elemen Masyarakat di Bali Jelang KTT G20
Borrell juga menyinggung krisis pangan, sebagai dampak perang, yang akan mengejutkan banyak negara di dunia jika perang tidak segera diakhiri.
“Dan bukan hanya Ukraina yang menderita karenanya,” ujar dia.
Sementara itu, Menlu Indonesia Retno Marsudi menyebut penyelenggaraan FMM di bawah Presidensi G20 Indonesia berjalan sukses dengan kehadiran semua menlu G20 secara fisik guna mendiskusikan berbagai isu yang menjadi tantangan global saat ini.
“Ini adalah sebuah achievement, mendudukkan semua key players dalam satu ruangan untuk berbicara,” kata Retno usai pertemuan.
“Diskusi dilakukan dengan sangat terbuka dan kita tahu sejak awal bahwa kita semua memiliki posisi yang berbeda-beda tetapi talk itu adalah yang paling penting,” ia menambahkan.
Secara implisit Retno membenarkan bahwa Lavrov meninggalkan ruangan, tetapi hal itu dilakukan juga oleh menlu lain yang keluar masuk ruangan pertemuan untuk melakukan pertemuan bilateral dengan mitranya di sela-sela pertemuan G20 tersebut.
Co-Sherpa G20 Indonesia Dian Triansyah Djani menyebut tidak ada delegasi yang melakukan walk out selama pertemuan berlangsung.
Kalaupun ada yang melakukannya, kata Dian, walk out merupakan suatu hal yang normal dalam dunia diplomasi.
“Tetapi yang penting bukan merupakan upaya walk out terhadap kepemimpinan Indonesia (di G20),” kata dia.
Ia menjelaskan bahwa justru dengan kehadiran semua menlu G20 di Bali menunjukkan kepercayaan kepada presidensi Indonesia untuk dapat melakukan pertemuan secara netral, mengingat rekam jejak politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif dan selalu berusaha mencari solusi atas permasalahan dunia.
“Ini suatu modal yang berharga,” kata Dian.
Di bawah presidensi Indonesia, FMM G20 membahas dua isu utama yaitu multilateralisme serta pangan dan energi.
G20 adalah sebuah platform multilateral strategis yang menghubungkan 20 ekonomi utama dunia dan memegang peran strategis dalam mengamankan masa depan pertumbuhan dan kesejahteraan ekonomi global.
G20 terdiri dari 20 negara dengan ekonomi terbesar di dunia, yaitu Indonesia, Rusia, Afrika Selatan, Amerika Serikat, Arab Saudi, Argentina, Australia, Brazil, India, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Meksiko, Korea Selatan, Prancis, China, Turki, dan Uni Eropa. (ant/dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif