Bikin Iklan Kecap Perlu Riset Daging Sapi

Minggu, 07 Desember 2014 – 07:48 WIB
CABE RAWIT: Lucianne Putri menunjukkan gambar salah satu iklan andalannya. Terlihat piala-piala yang diraih perusahaan periklanannya. Foto: Henny Galla/Jawa Pos

jpnn.com - PRESTASI yang diraih Lowe Indonesia sebagai Ad Agency of the Year dalam penghargaan Citra Pariwara 2014 tak bisa dilepaskan dari Lucianne Putri, sang art director. Di balik tubuhnya yang mungil, dia termasuk talenta muda nan kreatif saat ini.

 

------------
Laporan HENNY GALLA PRADANA, Jakarta
-----------
Suasana Malam Anugerah Citra Pariwara 2014 Jumat (28/11) begitu meriah. Ratusan insan kreatif industri periklanan di Indonesia berjubel di tengah hall Epiwalk Mall, Kuningan, Jakarta. Mereka menanti dengan penuh debar apakah karya-karya yang mereka bikin bakal mendapatkan apresiasi tertinggi dari para juri.

BACA JUGA: Pembuktian Diri Mahasiswi Indonesia Kuliah di Belanda

Teriakan histeris pun memuncak ketika Lowe Indonesia dinobatkan sebagai Ad Agency of the Year 2014. Roy Wisnu, chief creative officer (CCO) Lowe Indonesia, menerima piala bergengsi itu. Lantas, dengan penuh kejutan, tubuhnya diraih puluhan tim kreatif Lowe, lalu dijunjung ke atas ketika kembang api muncrat di tepi panggung.

BACA JUGA: Mahasiswa UI Ciptakan Inovasi Slang Pengisi Lambung

”Pokoknya, malam itu kami euforia banget. Ada seratus orang yang naik ke panggung. Semua ngerayain (kemenangan Lowe) bareng,” ungkap Lucianne Putri, art director Lowe Indonesia, saat ditemui Jawa Pos di Gedung Victoria, Jakarta Selatan, Selasa (2/12).

Perempuan yang akrab disapa Anne itu adalah salah satu orang di balik keberhasilan Lowe Indonesia meraih prestasi tertinggi di bidang periklanan tersebut. Dia dan timnya menggondol lima piala untuk iklan Kecap Bango. Dalam Citra Pariwara 2014, Lowe Indonesia mendapatkan 29 piala. Kategori terbanyak diperoleh tim iklan Pure It dengan sembilan piala.

BACA JUGA: Buaya Keroncong Brisbane, Grup Musik Nostalgia ala WNI di Australia

Tentu saja kemenangan tersebut diraih bukan tanpa kerja keras. Itu terlihat dari penggarapan sebuah iklan, termasuk dalam format cetak, yang membutuhkan waktu berbulan-bulan. Misalnya iklan Kecap Bango yang perlu waktu setahun untuk menggarapnya.

”Karena membuat iklan diperlukan detail yang luar biasa. Meski, ketika sudah jadi, sepertinya iklan itu sederhana banget,” ungkap alumnus Desain Komunikasi Visual Institut Teknologi Bandung (ITB) 2010 tersebut.

Sebagai art director, peran Anne sangat penting karena harus membangun ide hingga finalisasi desain iklan. Untuk iklan Kecap Bango yang diperuntukkan bagi momentum Idul Adha awal Oktober lalu, perempuan 26 tahun itu terinspirasi oleh ibu-ibu yang sering bingung memasak potongan daging kurban. Apalagi jika mendapat bagian sulit seperti buntut sapi, kaki sapi, jeroan, atau punuk sapi.

”Jadi, iklan ini dimaksudkan sebagai upaya untuk memudahkan dan memberikan solusi bagi ibu-ibu. Namun, kami juga tidak ingin membohongi konsumen,” tutur perempuan yang siang itu mengenakan setelan putih dan jins tersebut.

Dari situ, selama 1,5 bulan, Anne mesti melakukan riset menyeluruh tentang masakan di seluruh Indonesia yang berbahan dasar bagian tubuh sapi dan yang bisa diolah dengan bumbu kecap. ”Dari riset kami ternyata ada lho masakan berbahan punuk sapi di Sulawesi,” ungkapnya.

Setelah mengomunikasikan idenya dengan chef Unilever selaku klien, Anne makin mantap bahwa hampir seluruh daging sapi bisa dimasak. Setidaknya dengan 19 macam resep yang berbeda. Mulai rujak cingur, gulai otak, bakso sapi, empal goreng, sate, iga bakar, hingga sup buntut bakar.

Ide dengan tema beef tersebut dia kembangkan ke tahap yang lebih kompleks dalam pembuatan iklan. Karena itu, dia perlu membangun komunikasi intens dengan timnya yang terdiri atas copywriter, fotografer, digital imaging animator, hingga CCO.

Misalnya, dengan copywriter dia berkali-kali mengobrol tentang kata-kata yang cocok untuk menggambarkan ide masakannya. Mulai kata-kata puitis hingga kalimat paling sederhana. Akhirnya terpilihlah seuntai kalimat yang punya makna dalam: Anything Tastes Delicious with Bango.

Selain itu, selama sehari penuh, Anne mengkhususkan untuk sesi pengambilan satu tema gambar bersama fotografer. Kebetulan, perempuan penyuka koleksi pernik-pernik Harry Potter tersebut menangani tiga tema iklan. Selain ide beef, dia menggarap tema mutton atau daging kambing dan chicken atau ayam.

Sebanyak 39 piring pun disiapkan untuk pemotretan. Untuk beef, Anne membutuhkan 19 piring yang apabila disatukan membentuk gambar seekor sapi. Sementara mutton dan chicken masing-masing 11 dan 9 piring.

”Piringnya juga kami bikin sendiri. Sengaja putih dan sesimpel mungkin agar bisa menonjolkan tekstur masakan dengan maksimal,” terang putri tunggal pasangan Irianto Tjipto dan Rusmiati itu.

Bukan hal yang mudah melakukan sesi tersebut. Sebab, Anne dan timnya harus sangat menghargai tiap detail bagian masakan. Misalnya, kuku kaki sapi memakai kulit jeruk nipis, sedangkan buntutnya dari daun seledri.

Sedangkan yang dipilih sebagai mata ayam adalah kuning telur, sementara kakinya dari ceker ayam. Perbandingannya juga harus nyambung dengan tema makanannya. ”Yang paling sulit memotret otak. Sebab, bagaimana caranya otak yang bentuknya begitu jadi terlihat menarik,” ungkap food stylist itu lantas tertawa.

Seusai proses tersebut, masuklah ke tahap rangkaian digital imaging. Dalam tahap itu keseimbangan warna dalam gambar akan diolah. Bagian-bagian khusus harus dipertajam agar menampilkan kesan mantap pada makanannya.

Setelah tahap yang menyita waktu 2–3 bulan tersebut selesai, hasil karya Anne dan tim sempat dikritik sang CCO Roy Wisnu. Beberapa bagiannya harus dipotret ulang. Misalnya warna meja yang kurang gelap atau beberapa warna yang perlu dipoles lagi.

Namun, kritik terhadap hasil kerja selama berbulan-bulan itu ditanggapi positif oleh Anne. Menurut dia, fase tersebut membuat dirinya belajar bahwa pembuatan iklan juga memerlukan sudut pandang berbeda.

”Karena itu, banyak agensi yang mendatangkan ekspatriat sebagai CEO hanya untuk mendapat sudut pandang yang berbeda. Kami sendiri beruntung punya Pak Roy Wisnu,” ujarnya lantas tersenyum.

Saat iklan beef, mutton, dan chicken dirilis, hasil karya Anne dan tim sempat menjadi viral di social media. Bahkan menyebar melalui broadcast di BlackBerry Messenger. Anne lega mengetahui hal itu.

Apalagi, karyanya mendapat respons positif dan membawa efek masif di masyarakat. ”Iklan dianggap berhasil jika masyarakat dengan sukarela menyebarluaskannya,” ungkap pegiat muay thai yang cukup atraktif tersebut.

Meski karyanya meraih lima penghargaan, Anne mengaku belum puas. Sebab, berkecimpung di dunia advertising yang penuh kreativitas itu memang dituntut untuk terus berkembang. Tidak boleh puas dengan capaian sesaat.

Sejak bergabung di Lowe Indonesia pada Februari 2013, Anne diberi tanggung jawab pada divisi food yang menjadi passion-nya. ”Karena sesuai passion, jadi kerjanya bener-bener dari hati,” terang penghobi baking atau membuat kue itu.

Anne pun berkomitmen memperkuat pengetahuan dan mempertajam keahliannya di bidang ”mencium” selera pasar.

Salah satunya dengan sering melakukan ”investigasi” ke lapangan. ”Saya suka banget nongkrong di supermarket, melihat orang-orang belanja, dan setidaknya dua kali seminggu cek harga,” papar winner Young Spikes Indonesia 2011 itu.

Dari sana Anne belajar memetakan karakter konsumen. Menurut dia, sedikit di antara mereka yang loyal pada produk tertentu.

Paling banyak masyarakat saat ini memilih barang karena harganya murah. Namun, tak jarang pula konsumen yang memilih barang karena komposisi atau kandungan di dalamnya.

Beberapa tantangan lain juga Anne rasakan saat membuat iklan rokok. Masalahnya, Anne bukan seorang perokok.

Sementara dia harus paham dan mengetahui secara mendalam nature pangsa pasar rokok. ”Akhirnya yang saya riset ayah saya sendiri,” ungkapnya lalu tertawa.

Meskipun menjanjikan, menurut Anne, industri periklanan saat ini semakin kompetitif. Lowe Indonesia yang merupakan salah satu jaringan perusahaan multinasional Lowe and Partner –berbasis di London– mendapat tantangan dari agensi iklan lokal yang berkembang pesat.

Meski demikian, dia optimistis industri tersebut masih terus tumbuh lantaran Indonesia banyak memiliki talenta kreatif. ”Tentunya kualitas iklan tetap harus dijaga,” tandasnya. (*/c9/ari)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Melihat Kiprah Ece Dail Falahudin, Penapal Kuda Internasional dari Cianjur


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler