jpnn.com, WASHINGTON - Polemik komentar rasis Presiden AS Donald Trump terus berlanjut. Kubu oposisi menunjukkan perlawanan mereka dengan mengeluarkan kecaman resmi. Namun, Trump masih perkasa dengan dukungan politisi Partai Republik dan simpatisan garis kerasnya.
Pada Selasa (16/7), Dewan Perwakilan AS mengadakan pemungutan suara untuk usul mengecam komentar sang presiden. Hasilnya tidak perlu ditebak. Proposal itu disetujui dengan perolehan suara 240 banding 187.
BACA JUGA: Kebijakan Donald Trump Membuat Fadli Zon Iri
''Kami mengutuk komentar rasis yang menimbulkan ketakutan dan kebencian terhadap warga baru AS atau orang berkulit warna,'' ujar Nancy Pelosi menurut Agence France-Presse (AFP).
Majelis rendah AS itu dikuasai politisi Demokrat. Di antara 240 dukungan, ada 235 suara dari anggota partai bersimbol keledai tersebut. Sisanya adalah empat anggota Fraksi Republik dan satu anggota independen, Justin Amash.
BACA JUGA: The Squad: Donald Trump Pemimpin Lemah
Nyatanya, selain segelintir orang, petinggi Republik masih menyokong Trump. Banyak politikus yang menolak mengecap Trump sebagai rasis. ''Kami tegaskan, kita adalah partai warisan dari Lincoln (Presiden Ke-16 AS Abraham Lincoln, Red),'' ujar Ketua Minoritas Dewan Perwakilan AS Kevin McCarthy kepada CNN.
BACA JUGA: The Squad: Donald Trump Pemimpin Lemah
BACA JUGA: Erdogan Yakin Trump Bakal Cabut Sanksi untuk Turki
Sikap itulah bikin Trump makin perkasa. Dia mengolok hasil pemungutan tersebut sebagai pertunjukan politik dari kubu oposisi. Oposisi yang sudah berubah menjadi kelompok ultrakiri yang bakal memorak-porandakan AS. ''Tidak ada rasisme di tulang saya. Republik jangan tampakkan kelemahan,'' jelasnya.
Trump yakin kecaman itu tidak punya dampak apa pun. Senat AS alias majelis tinggi di kongres sudah pasti tidak akan mengeluarkan kecaman resmi. Sebab, lembaga tersebut dikuasai loyalis Trump.
Saat ini Trump merupakan wajah Republik. Basis dukungannya pun menguat. Setelah mengunggah pesan rasis, elektabilitas Trump di lingkaran Republik justru naik 5 persen menjadi 72 persen. ''Ini tak bakal menjadi peristiwa terakhir. Polemik ini akan sering terjadi 17 bulan ke depan karena dia (Trump) berpikir hal ini justru menguntungkannya,'' ujar analis politik CNN David Axelrod.
Geniusnya, Trump menggunakan The Squad sebagai dasar kampanyenya. Kelompok anggota kongres yang terdiri atas Alexandria Ocasio-Cortez, Rashida Tlaib, Ilhan Omar, dan Ayanna Pressley itu bakal berperan sebagai tokoh antagonis bagi kubu Trump. Sama dengan Hillary Clinton pada Pilpres 2016.
Di sisi lain, The Squad juga tidak gentar. Ocasio-Cortez mengejek politisi Republik yang menolak proposal kecaman tersebut. Menurut dia, mereka sudah meninggalkan asas kesusilaan hanya untuk membela pemimpin. Anggota kongres termuda sepanjang sejarah itu juga ikut melemparkan olokan ke Trump. ''Anda benar, Pak Presiden. Anda tak punya rasisme di tulang Anda, tapi di otak dan hati Anda,'' katanya. (bil/c14/dos)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Karena Benci Obama, Trump Lakukan Vandalisme Diplomatik
Redaktur & Reporter : Adil