jpnn.com, SURABAYA - Ada pelanggan PDAM yang mendapat jatah air berlebih di Surabaya. Ada juga yang menderita karena air tersendat bertahun-tahun.
Mereka tidak mendapat hak dasar atas air sebanyak 10 meter kubik per bulan. Hal tersebut terjadi lantaran distribusi belum merata.
BACA JUGA: Terpaksa Mandikan Jenazah dengan Air Hujan
Rumusnya sederhana. Semakin menjauh dari pusat kota, aliran air kian pelan.
PDAM sejatinya memiliki 6.600 kilometer jaringan pipa yang tersambung ke 97 persen warga Surabaya.
BACA JUGA: Kekeringan, 3 Bulan PDAM Tak Mengalir
Sayang, prestasi pembangunan jaringan pipa itu tidak diimbangi dengan output air yang merata di seluruh wilayah.
Wilayah pinggiran kota paling menderita. Misalnya di Kelurahan Bulak Banteng.
BACA JUGA: Air Kali Nanti Bisa Diminum
Hampir tiga bulan ini warga RW 6 dan RW 8 begadang tiap malam.
Bukan karena ada tontonan bola, tapi menunggu air yang hanya menyala saat petang.
Jadi, warga harus stand by untuk menampung sebanyak-banyaknya air saat menyala.
Mereka yang punya tandon bisa tidur nyenyak. Namun, yang tidak punya tandon otomatis harus menunggu.
Bulak Banteng yang berada persis di barat Kali Tebu semakin membuat parah ketersediaan air.
Air sumur kadang berbau. Tidak layak untuk kebutuhan masak. Mentok, air hanya bisa digunakan untuk mencuci dan menyiram tanaman.
"Kadang nggak keluar blas," ujar Atikoh, warga RW 6.
Kalau sudah begitu, kedatangan truk tangki air PDAM dianggap istimewa. Pemandangan orang berebut air tangki selalu terjadi.
Kalau sudah begitu, masing-masing harus jaga emosi. Adu mulut sangat rawan terjadi.
Warga di dua RW tersebut tidak sendirian. Ada empat RW lagi yang mengalami hal yang sama.
Yakni, di RW 3, 7, 10, dan 14 Kelurahan Sidotopo Wetan, Kecamatan Kenjeran.
Mampetnya air di wilayah itu sudah terjadi sejak 2-3 pekan yang lalu.
Untuk memenuhi kebutuhan air, warga memanfaatkan kiriman PDAM. Tapi, kalau sudah tidak kebagian, mereka terpaksa beli air dari gerobak dorong.
"Mandi sih gampang. Bisa numpang di masjid atau pom bensin. Tapi, mosok tiap hari? Malu," ujar Febriardyanto, warga RW 7.
Warga berharap mampetnya air PDAM bisa segera teratasi. Jika itu dibiarkan terus-menerus, pengeluaran warga bisa membengkak.
Apalagi, meski air tidak menyala, tarif PDAM tetap ditagih. Ada biaya sewa meteran yang harus dibayar setiap bulan.
"Tiap bulan bayar rutin. Nggak dapat air juga tetap bayar," katanya
PDAM memang melakukan survei internal untuk melihat pelayanan perusahaan. Salah satunya tentang kontinuitas air.
Dari hasil survei tersebut diketahui bahwa wilayah barat paling mendapat air paling minim.
Sebab, aliran air dari IPAM Ngagel dan Karang Pilang banyak mengalir ke wilayah tengah kota hingga ke timur.
Dirut PDAM Mujiaman Sukirno mengatakan, aliran air selama ini memang hanya dinikmati sebagian kalangan.
Keberhasilannya meningkatkan kapasitas air PDAM sebanyak 1.000 liter per detik pun juga tidak dirasakan warga di pinggiran kota.
"Meski naik, yang menikmati ya orang itu-itu saja," jelas Dirut yang dilantik 16 Juni lalu tersebut.
Pada Juli kapasitas produksi hanya 9.900 liter per detik. Dan produksi air saat ini sudah tembus 10.830 liter per detik.
Pada Juli lalu penjualan air per bulan mencapai 17 juta meter kubik.
Sedangkan produksi September sudah menembus 20 juta meter kubik. Optimalisasi itu sejalan dengan investasi Rp 200 miliar.
Namun, peningkatan tersebut membuat masyarakat tengah kota semakin boros. Penggunaan rata-rata air pada Juli lalu mencapai 30 meter kubik per pelanggan per bulan.
Tiga bulan setelahnya meningkat hingga 36 meter kubik. Bahkan, banyak yang tagihan airnya berada di atas 50 meter kubik per bulan.
"Adus tambah dienak-enakno. Tapi, yang jauh tetap tidak kebagian," kata Mujiaman.
Solusi yang bisa ditempuh adalah perubahan skema tarif. Sebelumnya para peneliti dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya mengusulkan perubahan tarif PDAM.
Di 10 meter kubik pertama air digratiskan. Sebab, jumlah tersebut menjadi hak dasar air yang sudah ditetapkan PBB.
Nah, penggunaan air setelah hak dasar dimahalkan. "Memang ini salah satu solusinya supaya yang boros berhemat. Saya sepakat dengan teman-teman ITS," jelas alumnus Teknik Kimia ITS tersebut.
Jika terjadi penghematan besar-besaran di wilayah tengah kota, dia yakin air yang diproduksi dapat memenuhi kebutuhan daerah pinggiran.
Saat ini air yang dijual PDAM mencapai 20 juta meter kubik. Jumlah itu cukup untuk mengaliri 3 juta penduduk.
Solusi lain yang bakal dilakukan PDAM adalah menyebar pompa dan reservoir ke daerah sulit air.
Awal tahun nanti sudah ada lima reservoir yang memiliki kapasitas total 15 ribu meter kubik.
Selain itu, PDAM melakukan kerja sama dengan PDAM wilayah Gresik. "Pokoknya, yang menderita-menderita ini harus segera diselamatkan," kata dia. (sal/gal/c10/dos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hebat, PDAM Surabaya Segera Wujudkan Air Siap Minum
Redaktur & Reporter : Natalia