Terpaksa Mandikan Jenazah dengan Air Hujan

Rabu, 25 Oktober 2017 – 17:51 WIB
PDAM. Foto: JPG

jpnn.com, SURABAYA - Warga RW 3 Kelurahan Sumber Rejo, Surabaya harus memandikan jenazah dengan memakai air hujan yang telah ditampung karena pasokan yang kurang.

Itu terpaksa. Sebab, aliran air PDAM selalu tersendat selama 1,5 tahun ini.

BACA JUGA: Kekeringan, Warga Tarantang Angkut Air dari Perbukitan

Yang mereka alami bak kekeringan di tengah melimpahnya air Surabaya. Bagaimana tidak, pasokan air dari PDAM seperti dicicil.

Empat hari lancar, esoknya mampet hingga sebulan.

BACA JUGA: Sejumlah Wilayah Pekalongan Mengalami Kekeringan

Warga sebenarnya tidak tinggal diam. Mereka sudah mengajukan komplain secara resmi. Pernah juga nglurug kantor PDAM.

''Alhamdulillah lancar setelah didemo. Tapi, cuma sebentar. Selanjutnya, kembali mampet," ujar Ketua RW 3 Nur Su'ud.

BACA JUGA: Kekeringan, 3 Bulan PDAM Tak Mengalir

Akhirnya, terjadilah peristiwa itu. Pada Senin (23/10) pukul 19.00, salah seorang warga RT 6, RW 3 meninggal dunia.

Tupiah, 90, tiada setelah terpeleset dan jatuh. Jenazah diurus dan dimakamkan malam itu juga.

Namun, warga bingung soal air. Mau minta kiriman air dari PDAM tidak mungkin karena sudah malam. Mau pakai air sumur, airnya kotor. Warnanya agak kekuningan.

Terasa lengket di kulit saat digunakan. ''Airnya seperti air payau. Maklum, di sini dekat Kali Lamong," ujar Su'ud.

Warga pun berinisiatif untuk urunan air. Butuh tiga gentong setinggi setengah meter dengan diameter 70 sentimeter untuk memandikan Tupiah.

Warga secara sukarela membawa air untuk dikumpulkan. Yang punya tandon besar memberikan air lebih banyak.

''Kejadian seperti itu tidak hanya sekali," katanya. Lima bulan lalu, juga ada warga meninggal yang harus segera dimakamkan. Namun, pasokan air belum datang karena masih terlalu pagi. Padahal, tangki air PDAM datang saat siang. Warga pun memanfaatkan air hujan yang tertampung di tandon milik salah seorang warga.

Bukan cuma urusan jenazah. Yang paling susah saat warga punya gawe.

''Otomatis butuh air banyak. Kalau minta banyak ke PDAM, nanti tetangganya iri," ujar Su'ud. Kalau sudah iri, tidak jarang terjadi adu mulut antarwarga.

Tercatat sudah lima kali warga bertengkar gara-gara berebut air tangki. Kalau sudah begitu, permasalahan naik hingga level RW.

Warga saling iri lantaran yang punya tandon bisa mendapatkan jatah air lebih banyak.

Sebaliknya, warga yang tidak punya tandon hanya bisa memanfaatkan wadah air seadanya. Mulai ember, timba, hingga galon.

Ada lebih dari 500 keluarga di wilayah RW 3. Saat air mampet, mereka hanya dijatah lima tangki air berkapasitas 5.000 liter.

Jumlah itu tentu saja kurang untuk mencukupi kebutuhan warga. Kalau mau lebih, warga harus berdemo dulu, baru diberi jatah tambahan.
''Sudah jadi hal biasa seperti itu," kata Su'ud.

Jika air masih kurang, otomatis warga harus membeli sendiri. Ada gledekan berisi delapan jeriken air ukuran 50 liter seharga masing-masing Rp 7 ribu.

''Kami membeli dari warga wilayah lain yang ngider ke sini," terang Su'ud.

Kisah lain sulit air datang dari Keputih. Choirul Huda, misalnya. Dia harus begadang untuk menunggu air PDAM.

Saat tengah malam, air baru mengalir. Padahal, biasanya air mulai keluar pukul 19.00 meski alirannya kecil.

''Aliran airnya kenceng. Tapi, keruh banget tadi malam (Senin, 23/10, Red) Biasanya bening," ujar pria yang menetap di Keputih sejak 2002 tersebut.

Huda sudah hafal bahwa air hanya keluar saat malam. Di atas pukul 21.00, aliran air mulai deras hingga pukul 03.00.

Satu jam setelahnya, aliran air mengecil dan akhirnya mampet. Karena itu, warga pun biasa begadang.

Agar kebutuhan terhadap air terpenuhi, pelanggan wajib punya tandon air. Nur Fainy, warga Krembangan, memiliki tandon 1,5 meter kubik.

Setiap kali terisi penuh, air di tandon tanam tersebut bisa digunakan untuk dua hari. Pelanggan baru PDAM memang diwajibkan memiliki tandon.

Aturan itu sudah lama tercantum pada kontrak berlangganan. Karena aturan itulah, 51 persen dari 550.237 pelanggan PDAM tercatat punya tandon.

Manajer Senior Pelayanan PDAM Sayyid Muhammad Iqbal mengatakan, "Kalau masyarakat tidak mampu membuat tandon, masak kita paksa?"

Kewajiban memiliki tandon, kata mantan humas PDAM itu, adalah langkah berjaga-jaga.

Sebab, sewaktu-waktu aliran air PDAM bisa mati karena faktor listrik padam atau perbaikan.

Namun, pembangunan tandon tersebut dinilai sangat membebani warga.

Selain membangun tandon, warga harus membeli pompa air. Tagihan listrik pun ikut membengkak.

Dirut PDAM Mujiaman Sukirno baru dilantik Juni lalu. Dia sudah menganggap aturan tersebut tidak perlu diterapkan.

"Jangan khawatir. Saya hapus," ujar alumnus Teknik Kimia ITS tersebut.

Mujiaman telah diberi mandat oleh Wali Kota Tri Rismaharini untuk menuntaskan masalah tersebut.

Dalam satu tahun masa jabatannya, dia harus memenuhi hak dasar atas air 3 juta warga Surabaya. (sal/gal/roh/c7/dos/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Air Kali Nanti Bisa Diminum


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler