JAKARTA - Dalam konstalasi pilgub DKI Jakarta, PDIP masih "kebingungan" untuk menentukan langkah politik. Karena memiliki 11 kursi DPRD, sementara syarat mengajukan pasangan calon adalah 15 kursi, opsi berkoalisi menjadi mutlak. Tapi, pilihan kawan koalisi justru semakin terbatas.
Pada pekan ini, Partai Golkar resmi mengusung Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin sebagai cagub. Dia didampingi Letjen (pur) Nono Sampono sebagai cawagub. Duet ini mendapat dukungan PPP dan PDS. Padahal, Nono Sampono sempat mengikuti proses penjaringan cagub/cawagub di PDIP.
PDIP sebenarnya ingin merangkul incumbent Fauzi Bowo yang dari berbagai survei masih di posisi teratas. Tapi, Fauzi Bowo yang sangat mungkin akan mendapatkan dukungan Partai Demokrat justru dilamar PKS yang mengusung Ketua DPW PKS Tri Witjaksana yang populer disapa Bang Sani. Kalau benar-benar jadi, nama duet keduanya sudah disiapkan, yakni Foke-Sani.
Di tengah keterbatasan pilihan itu, manuver apa yang akan ditempuh PDIP" "Kami ada opsi mengusung Joko Widodo (wali kota Solo) sebagai calon gubernur," kata Wasekjen DPP PDIP Hasto Kristianto di Jakarta, Minggu (11/3).
Kalau Partai Demokrat jadi berkoalisi dengan PKS, Hasto mengatakan bahwa PDIP masih punya "jalan alternatif". Mereka akan berkoalisi dengan partai lain. Opsinya adalah Partai Gerindra (6 kursi), Hanura (4 kursi), dan PAN (4 kursi). Menggandeng salah satu partai itu sudah cukup untuk mendapatkan satu tiket.
Saat DPP PDIP menggelar fit and proper test awal pekan lalu, Jokowi "panggilan populer Joko Widodo" ikut diundang. Saat itu Jokowi menegaskan, dirinya tunduk pada perintah partai. "Jadi, masih cukup banyak opsi buat PDIP," ujar Hasto.
Meski begitu, Hasto mengaku PDIP terus berusaha membangun komunikasi intensif dengan Foke dan Partai Demokrat. Inilah sebenarnya opsi utama PDIP. Partai pimpinan Megawati itu memang ingin merangkul Foke dan Partai Demokrat.
Syarat dari PDIP, Foke harus berpasangan dengan salah satu alternatif cawagub dari PDIP. Di antaranya, Bambang D.H. yang kini menjadi wakil wali kota Surabaya, mantan Wali Kota Blitar Djarot Saiful Hidayat, mantan Ketua DPD PDIP DKI Jakarta yang juga mantan Pangdam Udayana Mayjen TNI (pur) Adang Ruchiatna, dan Wali Kota Solo Joko Widodo. "Kami tidak kekurangan stok," kata Hasto.
Dia menegaskan, menjelang dibukanya pendaftaran pasangan cagub dan cawagub pada 13 Maret besok, pilihan PDIP memang tinggal dua opsi itu. "Pendekatan terus dilakukan. Masih ada peluang," ujar Hasto optimistis.
Kalau Foke bergabung dengan PKS, Hasto menyebut, dari perspektif kesejarahan, itu cukup aneh. Soalnya, saat Pilgub 2007, PKS yang mengusung Adang Daradjatun justru menjadi "common enemy" atau musuh bersama.
Semua partai di Jakarta bersepakat berkoalisi mengusung Foke untuk "mengeroyok" PKS dan Adang. Hasto menyebut ketika itu memang ada "persoalan ideologis" yang cukup serius.
"Makanya, sekarang ini ujian bagi kepemimpinan Foke dalam perspektif sejarah untuk melihat keberadaan PDIP. Apa karena sekarang PKS sudah mendeklarasikan berada di tengah ya?" sindir Hasto.
Foke dan Partai Demokrat, tegas dia, harus berpikir dalam perspektif kebutuhan warga DKI Jakarta. Mulai kemacetan, tata ruang yang tidak jelas, fasilitas air bersih dan sanitasi yang buruk, sampai tidak tersedianya ruang dialog bagi publik.
"PDIP punya kepala daerah yang mampu mengelola daerah menjadi sangat baik. Kalau kita berpaling ke Surabaya atau Solo, ada kondisi yang sangat kontras," kata anggota DPR periode 2004-2009 itu. (pri/bay/c2)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mobil Timses Cabup Dilempar Batu
Redaktur : Tim Redaksi