Bila Pak Jokowi Tulus Dengar Buruh, Tolong Setop Pembahasan Omnibus Law Cipta Kerja

Jumat, 01 Mei 2020 – 23:33 WIB
Politikus PKS Kurniasih Mufidayati. Foto: Aristo Setiawan/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR Kurniasih Mufidayati mengatakan peringatan Hari Buruh (May Day) kali ini bersamaan dengan kondisi ekonomi yang sangat berat. Karena itu, Mufida mengingatkan pemerintah tidak menambah beban buruh dengan memaksa melanjutkan pembahasan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja.

Menurut Kurniasih, langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghentikan klaster ketenagakerjaan dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja sebagai hal baik. Namun, politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menganggap hal itu belum cukup.

BACA JUGA: Hari Buruh, KASBI Tolak Omnibus Law dan Tuntut Penghentian PHK

"Ada sedikit aspirasi yang didengar, kami apresiasi tetapi itu belum cukup,” kata Kurniasih dalam siaran persnya, Jumat (1/4).

Menurit dia,  RUU Cipta Kerja kompleks dan terhubung dengan banyak UU. Pembahasannya pun harus komprehensif.

BACA JUGA: Pak Jokowi, Masalah Omnibus Law Bukan Cuma Ketenagakerjaan

“Jika Pak Jokowi tulus mendengarkan suara teman-teman buruh, bukan hanya klaster ketenagakerjaan yang dihentikan pembahasannya, tetapi semua,"  ungkap dia.

Legislator yang karib disapa Mufida  itu menegaskan, Fraksi PKS DPR tetap pada sikapnya untuk tidak akan terlibat di Panitia Kerja Omnibus Law RUU Cipta Kerja selama pembahasannya pada masa pandemi Covid-19. Sebab, ada hal lain yang lebih urgen.

BACA JUGA: May Day, Mas AHY Pengin Buruh Jadi Tuan Rumah di Negeri Sendiri

"Ada prioritas lain yang harus dilakukan pemerintah dan DPR selama masa pandemi ini. Bukan dengan mencari kesempatan demi lolosnya RUU Cipta Kerja yang ditentang teman-teman buruh," kata Mufida.

Ia menegaskan, seharusnya buruh diberi berbagai bantuan yang meringankan pada masa situasi sulit akibat pandemi COVID-19 saat ini. Namun, kata dia, yang terjadi justru para buruh dihadapkan pada ancaman pemutusan hubungan kerja (PH), tunjangan hari raya (THR) tidak terbayar, pengurangan gaji, dan sederet kabar buruk lainnya.

Di luar negeri pun para pekerja migran Indonesia (PMI) juga mengalami hal serupa, contohnya yang bekerja di Malaysia. "Jadi, tetap ngotot membahas RUU Omnibus Law jelas bukan tindakan bijak," ujar dia.(boy/jpnn)
 


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler