jpnn.com, JAKARTA - Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI Mayjen TNI (Purn) Nurdin Zainal mempertanyakan gelar pasukan khusus milik Badan Intelijen Negara (BIN).
Lembaga telik sandi itu memamerkan pasukan khusus bernama Rajawali tersebut pada acara inaugurasi peningkatan statuta Sekolah Tinggi Intelijen Negara pada Rabu pekan lalu (9/9).
BACA JUGA: Wakil Ketua MPR RI Soroti Pasukan Khusus BIN, Ada Apa?
Nurdin mengaku belum pernah melihat senjata khusus yang dipakai pasukan Rajawali. "Selama saya bertugas di TNI, saya belum pernah lihat senjata seperti yang dipakai pasukan tempur BIN ini," tuturnya dalam kanal Hersubeno di YouTube, Senin (14/9).
BACA JUGA: Tetangga Ungkap Keseharian Pelaku Penusukan Syekh Ali Jaber, Ternyata
Mantan Pangdam Trikora itu menyebut senjata pasukan Rajawali bagus sekali. Sebab, Nurdin saat masih aktif di militer tak pernah melihat senjata seperti itu.
BACA JUGA: Ribut-ribut Wacana Sertifikasi Ulama, Apa Kata Jusuf Kalla?
"Senjata mereka bagus sekali. Atau mungkin senjata TNI sekarang sudah ada seperti itu, cuma waktu saya masih aktif enggak pernah melihat senjata seperti itu," tuturnya.
Purnawirawan TNI yang berkarier di intelijen selama 25 tahun itu berpandangan bahwa tidak ada urgensi bagi BIN memiliki pasukan tempur. Sebab, kerja BIN ialah melakukan operasi senyap.
"Anggota BIN memang harus punya kemampuan untuk berkelahi, menggunakan senjata, demi menghindari bahaya ketika berada di wilayah musuh. Namun, untuk pasukan tempur sepertinya saya lihat belum penting banget karena BIN bisa berkoordinasi dengan TNI," ujarnya.
Nurdin juga belum menemukan jawaban kenapa pasukan tempur BIN ditunjukkan secara terbuka ke publik. Sementara dalam menjalankan operasinya, anggota BIN selalu berpakaian preman.
"Pemahaman saya, personel BIN itu didesain untuk menjadi agen yang dikirim ke tempat musuh untuk membangun jaringan aspek intelijen. BIN itu aspek strategis bukan taktis," tegasnya.
Agen ini bisa dikirim ke dalam negeri maupun luar negeri. Kalau dalam negeri bisa masuk ke daerah konflik seperti di Papua.
"Di Papua banyak pasukan yang digelar. Kalau tidak dikoordinasikan bisa salah lirik lagi. Lirikan pasukan bersenjata itu berbeda, dan itu bisa berbahaya," sambungnya.
Nurdin menegaskan, BIN sebenarnya butuh agen-agen yang bisa membentuk jaringan. "Bukan pasukan tempur," katanya. (esy/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad