BIN Rangkul Eks Napiter Kembali ke NKRI

Selasa, 18 Agustus 2020 – 14:08 WIB
Deputi VII Bidang Komunikasi dan Informasi BIN Wawan Hari Purwanto. Foto: Dok pri

jpnn.com, JAKARTA - Perubahan pola serangan teror yang awalnya dilakukan secara tunggal menjadi komunal menuntut strategi penanganan yang berbeda.

Salah satunya melalui program deradikalisasi yang menyasar kalangan narapidana terorisme (napiter) maupun eks napiter.

BACA JUGA: Pertemuan Gubernur Ganjar dan Eks Napiter, Ini yang Dibahas

“Deradikalisasi bertujuan untuk merehabilitasi dan mereintegrasi eks napiter kembali ke masyarakat,” kata Deputi Komunikasi dan Informasi Badan Intelijen Negara (BIN) Wawan Hari Purwanto.

Program tersebut dilaksanakan secara terpadu oleh sejumlah kementerian dan lembaga terkait serta melibatkan partisipasi publik.

BACA JUGA: Polri dan BNPT Perketat Pengawasan Terhadap Napiter di Indonesia

Dalam praktiknya, deradikalisasi menemui sejumlah kendala. Di antaranya ialah adanya penolakan masyarakat terhadap eks napiter hingga tuduhan belum optimalnya deradikalisasi.

Padahal, banyak eks napiter yang telah hidup normal bahkan menjadi duta antiterorisme.

“Minimnya informasi yang beredar di masyarakat tersebut pada gilirannya telah membentuk persepsi negatif terhadap kebijakan penanganan terorisme,” tambah Wawan.

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011, BIN merupakan lini pertama dalam sistem keamanan nasional.

BIN berkepentingan untuk menjaga keamanan dan ketertiban nasinonal, termasuk terlibat dalam rehabilitasi eks napiter agar kembali mengakui NKRI dan dapat kembali diterima masyarakat luas.

Keberhasilan rehabilitasi mantan tahanan teroris memiliki arti penting bagi keamanan nasional maupun internasional.

“Selain itu, rehabilitasi eks napiter merupakan upaya memanusiakan manusia sekaligus upaya memberikan kesempatan kedua untuk menebus kesalahannya di masa lalu,” sambung Wawan.

Bersama dengan instansi negara lainnya, BIN bekerja keras untuk melakukan rehabilitasi terhadap eks napiter.

Salah satu contohnya ialah Paimin, pria kelahiran Sragen, Jawa Tengah yang terbukti memimpin sebuah kelompok beranggotakan delapan orang dan berencana meracuni polisi di Polda Metro Jaya sebelum akhirnya ditangkap pada Oktober 2011 silam.

Akibat perbuatannya tersebut, Paimin harus menjalani hukuman penjara di Polda Metro Jaya, Mako Brimob, dan Lapas Klas II A Magelang selama 30 bulan sebelum bebas pada April 2014.

Berbeda dengan Paimin, Priyatmo alias Mamo merupakan eks napiter yang menjalani hukuman lima tahun penjara atas kepemilikan senjata yang diselundupkan dari Filipina ke Indonesia melalui Pulau Sebatik, Nunukan, Kalimantan Timur, pada 2011.

Meski memiliki latar belakang kasus terorisme dan kelompok yang berbeda, baik Paimin, Priyatmo, eks napiter lainnya telah sama-sama kembali kepada pangkuan NKRI.

Mereka mengambil kesempatan kedua yang dimiliki untuk menebus kesalahan masa lalunya.

Semuanya kini fokus memperbaiki taraf perekonomian keluarga masing-masing maupun lingkungan sekitar rumah mereka dengan berbagai kegiatan positif.

Bahkan, Priyatmo menjadi ketua kelompok tani ikan di lingkungan tempat tinggalnya dengan rutin mengadakan latihan budidaya ikan secara mandiri, termasuk dalam membuat pakan ikan agar mendapat keuntungan maksimal saat panen tiba.

Selain pemerintah, masyarakat juga perlu berperan aktif dalam menerima kembali para eks napiter.

“Mengucilkan eks napiter dan para keluarganya justru akan makin membuat mereka masuk ke dalam lingkaran kekerasan dan dapat kembali menjadi teroris,” kata Wawan. (jos/jpnn)


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler