Bincang Hukum: Nasib Anak Saya Bagaimana? Hasil Kawin Siri

Minggu, 22 Februari 2015 – 15:46 WIB
Bincang Hukum: Nasib Anak Saya Bagaimana? Hasil Kawin Siri. Kartun Radar Surabaya/JPNN.com

jpnn.com - Mohon pengasuh memberikan jawaban atas nasib anak saya yang dilahirkan dari hasil perkawinan siri dengan suami saya. Karena kesibukan suami saya sebagai pengusaha yang punya banyak proyek, perkawinan kami hanya dilaksanakan secara siri.

Persoalan muncul setelah kami punya anak. Anak kami tidak dapat akta kelahiran karena kami tidak punya buku nikah. Ketika saya desak agar pernikahan kami dicatatkan secara resmi di KUA, dia selalu menjawab nanti kalau sudah longgar.

BACA JUGA: Calon Kapolri: Meriam Itu Diarahkan ke Mabes Polri

Lantas, bagaimana jalan keluarnya? Mohon pengasuh bisa memberikan masukan kepada saya.

Wulandari
di Malang

BACA JUGA: Ini Reaksi Badrodin Ditanya Jatah untuk Komjen BG

Jawaban:

Jika sebuah perkawinan tidak dicatatkan melalui pegawai pencatat nikah (PPN) di Kantor Urusan Agama (KUA) wilayah Anda berdomisili, negara tidak punya kewajiban untuk memberikan perlindungan hukum terhadap segala kerugian atau hak-hak yang harus diterima.

BACA JUGA: Badrodin: DPR? Itu Urusan Nanti

Berdasar Pasal 6 Ayat (2) Kompilasi Hukum Islam (KHI) dalam masalah pemeliharaan dan penguasaan anak
jika terjadi perceraian, kewajiban suami menjamin nafkah istri dan anak, pembagian harta bersama, perolehan harta warisan jika suami atau istri meninggal, serta lainnya.

Meskipun negara tidak punya kewajiban memberikan perlindungan hukum atas kawin siri, bukan berarti negara membiarkan timbulnya pihak-pihak yang dirugikan dengan berlangsungnya kawin siri tersebut.

Melalui UU Perkawinan PP Nomor 9 Tahun 1975 dan KHI, negara telah memberikan instrumen hukum untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum terhadap kawin siri, yaitu melalui isbat nikah.

Perlindungan kawin siri melalui isbat nikah haruslah memenuhi beberapa alasan permohonan isbat nikah sebagaimana ditentukan dalam Pasal 7 Ayat (3) KHI. Isinya, isbat nikah yang dapat diajukan ke pengadilan agama terbatas mengenai hal yang berkenaan dengan:

(a) adanya perkawinan dalam penyelesaian perceraian, (b) hilangnya akta nikah, (c) adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat perkawinan, (d) adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya UU Nomor 1 Tahun 1974, (e) perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan perkawinan menurut UU Nomor 1 Tahun 1974.

Berdasar penjelasan di atas, upaya hukum yang bisa Anda lakukan adalah mengajukan permohonan isbat nikah.

Permohonan isbat nikah diajukan kepada pengadilan agama tempat Anda melangsungkan pernikahan dulu. Sayang, Anda juga tidak menjelaskan waktu melangsungkan perkawinan siri tersebut.

Demikian jawaban atas masalah yang sedang Anda hadapi. Semoga, ini menjadi solusi dan Anda  mendapatkan jalan yang yang terbaik. Amin.

Dr I.A. Budhivaya SH MH
Wakil Rektor II
Universitas Narotama

BACA ARTIKEL LAINNYA... DPR Sarankan Pemerintah Terbitkan PP Baru untuk Honorer K2


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler