Birokrasi Korup, Mahfud Sentil SBY

Sabtu, 13 Juli 2013 – 08:10 WIB
KUPANG--Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD menyentil kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang belum berhasil menata birokrasi dan membersihkan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) selama memimpin Indonesia.

Padahal menurut Mahfud, salah satu janji SBY adalah menata birokrasi dan membersihkan KKN di dalamnya. “Tapi kenyataannya birokrasi kita amburadul. Urus apa yang tidak pakai uang? Semuanya harus ada biaya. Jadi bukan menyelesaikan sesuatu dengan cara profesional,” jelas Mahfud saat dialog kebangsaan dan buka puasa bersama berbagai elemen masyarakat di Kupang, Jumat (12/6).

Guru Besar Hukum UII itu mengatakan, presiden ke depan mempunyai dua tugas yang berat yakni penegakkan hukum dan menata birokrasi yang bersih dari KKN.
“Untuk menegakkan hukum tidak perlu harus sarjana hukum, karena yang kita bicarakan itu penegakan hukum secara substantif bukan formalistik semata,” paparnya.

Ia pun memberi beberapa contoh kasus, ada pegawai rendahan yang terbukti melakukan tindakan korupsi senilai Rp 26 juta. Karena terbukti dan ada pengakuan di pengadilan si terdakwa harus rela menerima hukuman empat tahun penjara. Sementara atasannya yang menilep Rp 26 miliar tidak diapa-apakan. Karena itu katanya jika ingin menyelamatkan demokrasi di negara ini tidak ada kata lain selain hukum harus ditegakkan.

“Bung Karno bukan sarjana hukum tapi tahun 1957, 1956 dan terus ke belakang kuat penegakan hukumnya. Pak Harto, minus KKN juga kuat dalam penegakan hukum tapi sekarang?,” ujar Mahfud tanpa menyelesaikan pembicaraannya.

“Pancasila sebagai ideologi kita kuat, ekonomi kita juga bagus, sember daya alam kita melimpah tapi dalam penegakan hukum kita lemah,” tambahnya.
Sebagai ideologi, kata Mahfud Pancasila sudah terbukti sangat kuat dan teruji dalam berbagai peristiwa sejarah, dimana dalam Pancasila terkandung pluralisme. “Itu keniscayaan dalam sebuah negara demokrasi,” ujarnya.

Terkait persoalan kebangsaan, Mahfud menjelaskan sebagai negara kebangsaan, Indonesia telah memilih demokrasi sebagai jalan hidupnya. Artinya pemerintah yang dibentuk harus dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Tapi yang terjadi saat ini sudah melenceng. “Bahwa masih dari rakyat ya…karena masih ada pemilu tapi oleh elit dan juga untuk elit,” jelasnya.

Karena itu pihaknya mengharapkan agar tidak ada yang menghambat jalannya demokrasi. Kran demokrasi yang ditutup pasti akan terbuka karena demokrasi akan mencari jalanya sendiri. “Sejarah sudah membuktikan itu. Bung Karno dan Pak Harto jatuh karena menghambat demokrasi. Kini keadaan itu terjadi pada negara-negara Arab,” paparnya.

Disinggung kesediaannya menjadi capres mengacu pada hasil survei sejumlah lembaga survei, Mahfud mengakui secara pribadi dirinya siap hanya perlu membangun komunikasi-komunikasi dengan berbagai partai politik. Termasuk kemungkinan menjadi cawapres tetap harus dilakukan pengkajian. “Jadi oposisi juga butuh pengkajian,” katanya.

Walau begitu dirinya tidak pernah berniat mengajukan judicial review terhadap persyaratan capres/cawapres yang harus diajukan partai politik. “Kalau mau, waktu jadi Ketua MK, wong ada yang ajukan kok, tapi saya tidak loloskan. Karena jalannya demokrasi itu harus lewat partai politik. Jika ada parpol yang salah…ya…parpolnya yang diperbaiki,” tutup Mahfud.

Ketua MUI NTT, Haji Abdul Kadir Makarim yang hadir dalam dialog bersama Mahfud kemarin juga mengakui pluralisme keniscayaan dan birokrasi yang korup.
Menurut Abdul Kadir, masyarakat NTT terkenal dengan keberagaman suku, etnis dan juga agamanya. Namun sampai saat ini, keberagaman itu justeru disatukan sehingga menjadi sebuah kekuatan untuk membangun kebersamaan yang semakin kokoh berdiri. "Yang paling penting adalah keberagaman yang kita miliki ini dikelola dengan baik sehingga menjadi potensi yang baik untuk menyatukan. Dan ini sudah berjalan dengan baik di provinsi NTT. Keharmonisan dan kebersamaan masyarakat NTT sudah sulit digoyahkan sampai saat ini," yakin Abdul Kadir.

Terkait berokrasi yang korup, Haji Makarim mengatakan, agama mana pun tidak membenarkan korupsi. Bahkan hukum telah mengatur secara jelas tentang sanksi yang harus diterima jika terbukti korupsi. Sehingga sebagai pimpinan agama, dia mengharapkan para pejabat secara sadar menghindari tindakan korupsi. Pasalnya, hukuman bagi para koruptor tidak hanya di dunia, namun di akhirat. "Ada dua hukuman atau dua pintu yang harus dilalui para koruptor, yakni pintu penjara di dunia dan pintu neraka di akhirat," katanya.

Sementara Komisi Keadilan dan Perdamaian Keuskupan Agung Kupang (KAK), Romo Antonius Nggino Tukan yang diwawancarai terpisah mengakui, untuk mewujudkan keinginan untuk hidup bersama harus dilandasi dengan sikap saling menghormati dan menghargai sesama. Sehingga tidak saling menuduh, merendahkan atau bahkan menyalahkan orang lain. "Ketika kita ingin membentuk sebuah negara atau daerah, tentu kita harus menyatukan berbagai perbedaan yang ada. Dan, tidak boleh ada yang merasa lebih kuat dari yang lain. Artinya sama rata," kata Romo Antonius.

Terkait birokrasi di negeri ini yang dinilai korup, dia menjelaskan, tindakan korupsi harus dilihat secara keseluruhan, bahkan dari tingkatan paling bawah. Menurut dia, potensi korupsi tidak hanya berasal dari kaum elite atau birokrat, namun bisa juga dilakoni oleh masyarakat paling bawah sekali pun. Misalnya tindakan menyogok petugas untuk memperlancar sebuah urusan di tempat pelayanan publik menurut dia sebagai sebuah tindakan mendukung korupsi.

"Masyarakat juga membuka satu ruang untuk petugas melakukan korupsi dengan menyogok. Misalnya supaya urus KTP. Kalau pakai prosedur kan lama. Jadi ada legislatif, eksekutif dan yudikatif. Dan, potensi korupsi juga terjadi di tingkat paling bawah sampai ke yang paling tinggi," tambahnya. (imo/mg-9/aln)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Priyo tak Ingin Dicap Bela Koruptor

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler