JAKARTA - Pengamat politik Ikrar Nusa Bhakti, menilai Indonesia belum semestinya membuka peluang bagi calon presiden (capres) independenMenurutnya, adanya calon kepala daerah dari jalur independen tidak bisa dijadikan pembanding dan dasar untuk bisa mengusung capres independen.
"Kalau tingkat daerah (Pilkada), itu kan sangat personal dibandingkan di pusat yang hubungannya bukan personal tapi canggih dan modern
BACA JUGA: Pengamat: Parpol Brengsek Maknai Demokrasi
Konstelasinya berbeda," ujar Ikrar dalam diskusi bertajuk "Capres Independen, Mungkinkah?" di pressroom DPR RI, Kamis (31/3).Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) itu menjelaskan, demokrasi konstitusional di Indonesia masih belum begitu bagus
BACA JUGA: Tjahjo Sarankan Marzuki Tahan Emosi
"Apalagi dari capres independen," ulasnya.Ia mencontohkan Boediono, tokoh non-parpol yang digandeng SBY pada Pilpres 2009
BACA JUGA: Jadwal Pilgub Direvisi Lagi
"Pak Boed adalah contoh, sekedar jadi ban serepPersoalan justru diselesaikan di Setgab (Sekretariat Gabungan Parpol Koalisi)," sambungnya.Karenanya Ikrar dengan tegas mematahkan asumsi capres independen yang disamakan dengan calon independen di Pilkada"Konteksnya bedaDaerah itu antara elit dengan masa lebih dekat dan komposisi penduduk lebih homogen ketimbang nasional yang pluralistik," tandasnya.
Sedangkan Wakil Ketua MPR RI, Hajriyanto Y Thorari mengatakan, secara teori memang mestinya setiap warga negara memiliki hak memilih dan dipilihNamun dalam konteks Indonesia, kata Hajriyanto, kehadiran capres independen belum memungkinkan.
Menurut Hajriyanto, capres independen dimungkinkan jika sistem kepartaian di Indonesia lebih sederhanaPolitisi Golkar yang juga aktivis Muhammadiyah itu khawatir jika saat ini peluang capres independen dibuka maka akan menimbulkan lonjakan jumlah kandidat"Artinya, itu akan sulit dikelola," tuturnya.(ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sederhanakan Partai untuk Efektifkan Pemerintahan
Redaktur : Tim Redaksi