Sederhanakan Partai untuk Efektifkan Pemerintahan

Kamis, 31 Maret 2011 – 09:05 WIB

JAKARTA – Sistem presidensial selama ini tidak berjalan dengan baik akibat sistem multi-partai yang juga dianut dalam demokrasi di IndonesiaKarena itu, agar sistem presidensial berjalan efektif, solusinya adalah dengan menyederhanakan jumlah partai politik

BACA JUGA: Yusril Ikut Dorong PBB Gabung PPP

Cara itu dapat dilakukan dengan menaikan ambang batas parlemen pada Pemilu 2014 mendatang.

Demikian kesimpulan Dialog Kenegaraan bertema ‘Memperkuat Sistem Presidensial dalam Usul Perubahan kelima UUD 1945 yang digelar di gedung DPD, Senayan, Jakarta, kemarin
Para pembicara yang hadir adalah Ketua Dewan Pembina Partai Golkar Akbar Tandjung, anggota Dewan Penasehat Partai Demokrat Achmad Mubarok, Wakil Ketua Kelompok DPD di MPR Wahidin Ismail dan pengamat politik dari Universitas Indonesia, Maswardi Rauf.

Akbar Tandjung mengatakan, tidak ada cara lain mengefektifkan pemerintahan dalam sistem presidensial saat ini kecuali meningkatkan ambang batas parlemen menjadi 5 persen

BACA JUGA: Yusril Ikut Dorong PBB Gabung PPP

Dengan demikian, jumlah partai menjadi sederhana, yakni sekitar 5 atau 6 partai saja yang lolos ke parlemen
”Tetap multi-partai, tapi multi-partai sederhana

BACA JUGA: Demokrat Minta Fraksi Lain Konsisten soal Gedung Baru DPR

Agar bisa kompatible dengan sistem presidensial yang kita jalankan,” kata mantan Ketua DPR ini.

Ahmad Mubarok menegaskan, fakta kini menunjukan dengan jelas bahwa sistem presidensial tidak berjalan”Kita ini memiliki presiden yang lembut, sementara sistem tumpang tindihTidak jelas siapa yang numpang dan menindih,” seloroh petinggi Partai Demokrat ini.

Menurutnya, ada beberapa faktor yang menghambat berjalannya sistem presidensial, yakni jumlah partai yang banyak dan tidak ada yang idiologis, serta koalisi partai politik yang dibangun pemerintah tidak solid”Kalau mau mengubah, caranya dengan menyederhanakan jumlah partai politikSaya setuju ambang batas parlemen 5 persen,” kata Mubarok.

Menurutnya, meski pemimpin lembut, pemerintahan akan tetap berjalan efektif jika koalisi solidSebaliknya, pemerintahan juga bakal tetap efektif meski koalisi tidak solid, asalkan pemimpinnya tegasKarena pemimpin yang kuat akan menguasai sistem”Tapi sekarang ini, kita memiliki pemimpin yang softKarena itu, sistem multipartai harus disederhanakan agar pemerintahan solid,” jelas Mubarok.

Maswardi Rauf menilai, sistem politik Indonesia memiliki potensi mengalami deadlock seperti banyak terjadi di negara-negara Amerika latinPemerintahan lumpuh karena presiden dan parlemen bertikai dan tidak menemui titik temu”Deadlock terjadi karena presiden dan parlemen sama-sama kuat, sama-sama mendapat legitimasi yang sama dari rakyatKetika berseteru, tidak ada yang bisa meleraiKondisi ini berpotensi terjadi di Indonesia jika melihat kondisi kepartaian saat ini,” kata guru besar politik UI ini(dri)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kelakuan KPU Tapteng Dibeber di MK


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler