JAKARTA – Aksi mahasiswa dan masyarakat yang menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), perlu disikapi secara lebih bijak. Aparat kepolisian dan pejabat negara perlu menempatkan diri secara optimal dalam situasi tersebut.
Direktur Eksekutif Reform Institute Yudhi Latif menegaskan kesalahan dalam mengambil tindakan terkait aksi demonstrasi tolak kenaikan BBM itu dapat mendorong isu-isu percepatan pemilu yang digelontorkan sejumlah kelompok. Kesalahan tindakan tersebut dapat semakin menguat pembenaran isu percepatan pemilu itu.
Apalagi, sambung dia, jika tindakan represif aparat kepolisian dalam menangani aksi demonstrasi itu semakin tidak terkontrol, secara langsung dapat mengarahkan amarah massa pada upaya-upaya percepatan pemilu.
"Saya melihat aparat kenegaraan tidak paham juga, bahwa aksi mahasiswa yang memiliki bobot kebenaran itu tak bisa dilawan oleh kekerasan,” ujar penyabet gelar doktor politik UI ini di gedung YLBHI, Jakarta, Rabu (28/3).
Menurutnya, aksi demonstrasi mahasiswa yang mendapatkan perlawan kekerasan di banyak daerah dapat memancing kekecewaan yang meluas. Akibatnya pemerintah bakal merasakan pukulan kebencian dari masyarakat itu sendiri.
Padahal, ujar dia, aksi massa yang terjadi selama ini masih dalam batas yang sangat wajar. Gerakan massa itu lebih didominasi oleh harapan tidak terjadinya kenaikan harga BBM. Tidak memiliki agenda lainnya yang lebih urgen. "Nah, jika agenda yang jelas itu ternodai oleh sikap represif aparat, bakal melanjukan pada agenda lainnya yang sebenarnya tidak diharapkan,” ungkap Yudhi Latif.
Berdasarkan pengamatannya, Yudhi menyebutkan secara nyata terlihat aparat kepolisian itu menikmati aksi kekerasan yagn dilakukannya. Bahkan kekerasan tersebut ditengarai sebuah upaya skenario yang tersusun rapi.
Dia menuturkan indikasi skenario kekerasan itu kentara pada beberapa titik kekerasan, seperti di Makassar dan Jakarta. Terbukti keberingasan polisi yang menganiaya mahasiswa, sehingga menimbulkan korban luka. "Seharusnya polisi itu cukup mengamankan saja. Tidak perlu melakukan kekerasan seperti itu. Karena ini yang dapat memancing amarah demonstran,” imbuhnya.
Mengenani adanya agenda partai yang menunggangi aksi tersebut, Yudhi menampik cukup tegas. Dia memastikan semua aksi mahasiswa yang luas di semua daerah, sangat kecil peluang ditunggangi partai politik.
Dia tak menyangkal jika semua kelompok menjadi begitu ambil peran dalam isu kenaikan harga BBM ini. Mulai dari mahasiswa, kelompok buruh maupun partai politik. Semua terjadi secara simultan saja. "Tidak ada koordinasi antara gerakan mahasiswa itu dengan partai. Jadi terlalu manipulatif, jika membuat skenario ada partai yang menunggangi mahasiswa,” ujarnya.
Dia pun menambahkan sangat tidak cukup logika yang mengarahkan aksi mahasiswa itu ditunggangi. Karena memang secara faktual tidak ada dana partai yang membiayai aksi tersebut. “Jika ada partai yang mau melakukan itu tentu banyak yang siap,” tandasnya.
Pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah, DR. A Bakir Ihsan menerangkan tidak cukup alasan menjatuhkan kewibawaan pemerintah terpilih melalui isu kenaikan BBM ini. Apalagi pemerintahan yang ada saat ini merupakan hasil pemilu yang legitimate dan memiliki konsituen yang nyata.
Sebenarnya, kata dia, tak perlu ada kekhawatiran yang berlebihan terkait aksi demonstrasi penolakan kenaikan BBM tersebut. Aksi itu merupakan respons yang wajar dan masih bisa ditoleransi. (rko)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Nazar Mengaku Dapat Bocoran KPK soal Korupsi di Kemenpora
Redaktur : Tim Redaksi