jpnn.com - SURABAYA – Ada pertanyaan menarik dalam forum diskusi Go Digital be The Best dalam sosialisasi Indonesia Travel Xchange (ITX) di kalangan pelaku industri pariwisata di Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur di Surabaya, Rabu (14/12). Yakni pertanyaan tentang bisakah platform ITX yang disediakan Kementerian Pariwisata itu untuk mempromosikan jasa.
Dan jawabannya pun jelas. “Tentu boleh, asal produk barang itu terkait dengan industri pariwisata,” jawab Claudia Ingkiriwang selaku Ketua Probis ITX.
BACA JUGA: 3 Mata Uang Asing Ini Bikin Rupiah tak Berkutik
Pertanyaan itu mewakili para UMKM yang bergerak dalam produksi madu dari Kediri, Jawa Timur. Lalu disusul pertanyaan serupa dari produsen roti brownies dan batik dari Malang, serta perusahaan kopi dan kakao dari Blitar.
Mereka bukan industri yang secara langsung menangani wisatawan mancanegara dan nusantara. Tapi produknya untuk konsumsi para visitor. “Boleh! Itu semua masih terkait erat dengan sector pariwisata,” papar Claudia.
BACA JUGA: Tren Konsumsi SKT Mulai Menurun
Orang berwisata tidak hanya melihat keindahan alam (nature). Juga tidak hanya mencari pengalaman dari budaya (culture) dan man-made (buatan manusia). Tetapi juga melihat proses, mencari pengalaman yang tidak semua orang bisa menjalaninya. “Itu bisa menjadi atraksi pariwisata,” kata dia.
Produksi batik, kata Claudia, tentu tidak sama dengan garmen yang menjual dalam volume besar. Batik sangat dibutuhkan di pariwisata, baik proses membuat sampai barang jadinya yang khas di setiap daerah punya desainnya.
BACA JUGA: Mulai Hari ini, Harga BBM Naik jadi....
“Kalau garmen itu urusannya dengan mesin potong kain, itu lebih ke industri. Sama-sama tentang kain, tapi beda dengan batik, tenun, songket dan sebangsanya yang dibuat dengan kerajinan tradisional yang menarik wisatawan,” katanya. Itu yang bisa dibuat sistem untuk booking dan payment-nya.
Soal akurasi booking system ada juga yang menanyakan. Banyak kasus orang sudah booking, sudah membayar, tetapi saat customer datang, ternyata kamar sudah habis terjual dan terisi tanpa ada sisa lagi. Bagaimana kasus yang seperti ini?
“Booking system menyiapkan mesinnya. Tetapi up date soal jumlah kamar terisi dan kosong itu ada di operator hotel atau resort-nya. Kalau jumlah yang kosong tidak di-input datanya oleh petugas administrasi perusahaan, ya salah di perusahaan itu, bukan salah di mesin booking system-nya. Karena begitu penuh, kamar hotelnya, maka system secara otomatis sudah nge-lock,” jelas Claudia.
Nanti bagaimana ITX membantu mempromosikan anggotanya? ITX itu bukan front end, tetapi back end. Tidak kelihatan.
ITX hanya platform yang memudahkan pelaku bisnis untuk memproleh akses di pasar dunia. ITX bersifat business to business (B to B) dan bukan masuk ke B to C. Yang memasarkan adalah masing-masing website industri, sebagai front end.
“Makin kreatif pelaku industry, makin kuat potensi diterima pasar,” papar Claudia yang menyebut sistem ITX sudah diuji coba selama 10 tahun ke Australia.
Lalu, apa bebefit dari sisi promosi kalau bergabung dengan ITX? Claudia mencontohkan event Borobudur Marathon. Ketika travellers atau runner mencari info lomba lari itu, semua pelaku bisnis yang ikut program promo akan ditampilkan di website marathon. Misalnya, diskon hotel di sekitar Borobudur, Jogja, Solo, Semarang, diskon rent car-nya, toko suvenir, restoran, oleh-oleh makanan dan snack yang khas, sampai paket-paket wisata yang terkait.
Karena itu, betapa penting membuat calender of events. Karena di setiap event itu selalu ada promo dari industry pariwisata secara bersama-sama, dan tampil di website atau own media yang menjadi pusat informasi event itu. Semakin menarik event yang dibuat, semakin banyak orang masuk ke web event itu, semakin banyak diklik pengunjung,, semakin besar peluang bisnisnya.
“Calender of events itu semacam peluru atau bahan bakarnya. Yang bisa membuat promosi bisnis pariwisata anda semakin hidup dan mengena sasaran pasar. Karena itu, buatlah daftar events selama setahun penuh, dan jangan berubah-ubah tanggal, karena itu menentukan timeline customers dalam booking dan payment,” kata Sam Nugroho, Stafsus Menpar Bidang IT.
Nah, kalender events yang sudah pasti tanggal bulan dan deskripsi acaranya itulah yang di publikasikan di sosmed marketing. Waktu memublikasikannya juga disesuaikan dengan timeline, originasi dan destinasinya.
“Harus matching antara destinasi, originasi, dan timeline-nya. Antara produk (events dan destinasi), customers (Negara arau daerah sasaran pasar atau originasi), dan penentuan waktu, jangan sampai terlambat, saat travellers sudah book dan sudah buat perencanaan traveling,” sambung Don Kardono, Stafsus Menpar Bidang Komunikasi.(adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Putusan MK Tak Ganggu Megaproyek 35 Ribu Mw
Redaktur : Tim Redaksi