Bisnis Boleh Kecil, tapi Fondasi ala Perusahaan Raksasa

Selasa, 18 November 2014 – 08:07 WIB
BERBAGI : Yuswohady ketika memberikan materi mengenai Branding For UKM sebagai salah satu kurikulum Komunitas Memberi. Foto: Komunitas Memberi for Jawa Pos

jpnn.com - USAHA kecil menengah (UKM) akan dihadapkan pada kondisi yang lebih keras pada era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akhir tahun mendatang. Komunitas Memberi berusaha membantu mereka untuk menghadapi era pasar bebas negara-negara Asia Tenggara tersebut.

 

--------------
Laporan Gunawan Sutanto, Jakarta
-------------
Ruang kelas sekolah manajemen di kawasan Menteng Raya Sabtu lalu (8/11) dipenuhi puluhan orang. Usia mereka bervariasi, mulai 20-an tahun sampai di atas 50 tahun. Mereka bukan mahasiswa sekolah tersebut, melainkan para pengusaha yang tengah mengikuti ”pesantren” usaha kecil menengah (UKM).

BACA JUGA: Fabrizio Urso, Warga Italia Penjual Gorengan di Surabaya

Pagi itu para pengusaha UKM mengikuti kelas how to franchise your business. Materinya disampaikan Evi Diah Puspita, associate consultant di International Franchise Business Management (IFBM). Evi juga kepala Departemen Keanggotaan Perhimpunan Waralaba dan Lisensi Indonesia (Wali).

BACA JUGA: Yusri Yusuf, 18 Tahun Setia Lestarikan Kecapi Maros

Kelas itu merupakan rangkaian dari 24 sesi pembelajaran yang diselenggarakan secara gratis oleh Komunitas Memberi. Itu adalah komunitas yang berdiri atas inisiatif sejumlah kalangan profesional untuk mengembangkan brand UKM di Indonesia. ”Semangat kami memberi dan berbagi untuk negeri,” ujar pendiri Komunitas Memberi Yuswohady.

Komunitas Memberi berangkat dari kerisauan Yuswohady sebagai praktisi branding. Selama ini, dia melihat awareness masyarakat terhadap merek global sudah seperti kanker stadium empat.

BACA JUGA: Pecinta Batik yang Peduli Kaum Papa

”Coba lihat merek barang di rumah kita. Mulai di kamar mandi, dapur, sampai air minum yang kita gunakan, mayoritas brand perusahaan global. Artinya, selama ini kita mengalami penjajahan bentuk baru,” jelasnya.

Menyikapi kerisauan itu, pria yang akrab disapa Siwo tersebut sempat membuat acara bertajuk Indonesia Brand Forum. Targetnya membangkitkan gairah brand lokal. ”Waktu itu konteksnya perusahaan besar. Namun, saya kemudian mikir, kalau perusahaan besar, pasti sudah berdaya, bagaimana dengan yang kecil dan menengah?” ujarnya.

Akhirnya, pada pertengahan September 2013, Siwo merancang Komunitas Memberi. Dia memanfaatkan jaringan profesional yang dikenalnya selama ini untuk terlibat dalam kegiatan berbagi pengetahuan kepada pengusaha kecil dan menengah.

”Awalnya, saya agak setengah memaksa ke mereka agar mau meluangkan waktu untuk berbagi dalam bentuk pengetahuan,” ujar penulis 40 buku marketing itu. Para profesional tersebut dilibatkan sebagai pengajar pada 24 sesi kelas yang diselenggarakan Komunitas Memberi.

Dengan semangat berbagi, para pembicaranya pun tak dibayar. Kelas itu juga gratis bagi para pemilik UKM. Namun, para pengusaha tersebut diwajibkan konsekuen mengikuti 24 kelas yang diadakan selama setahun. Para pengajar di komunitas itu juga kerap menjadi pembicara dalam workshop dan seminar. Acara yang menghadirkan mereka pun tak jarang berharga jutaan rupiah.

Komunitas Memberi biasanya menggelar kegiatan tiap akhir pekan. Minimal dalam satu bulan ada dua kelas yang diselenggarakan. Ada tiga model kelas yang diadakan komunitas itu. Yaitu, kelas inspirasi, pengetahuan, dan keterampilan.

Kelas inspirasi diselenggarakan dengan mengajak para santri (istilah pengusaha yang menjadi siswa Komunitas Memberi) berkunjung ke perusahaan-perusahaan besar. Kegiatan seperti itu kali terakhir diselenggarakan pada 11 November lalu dengan mengunjungi kantor perusahaan penerbitan terbesar di Indonesia di Palmerah Barat, Jakarta.

”Para pengusaha saya ajak seperti itu agar mereka memiliki inspirasi dari keberhasilan perusahaan yang didatangi,” paparnya.

Kegiatan lain ialah kelas pengetahuan. Kelas tersebut menghadirkan pembicara profesional ke tempat belajar Komunitas Memberi. Tempat belajarnya berpindah-pindah. Biasanya, komunitas itu memanfaatkan dana CSR (corporate social responsibility) perusahaan besar. "Kami minta mereka menyediakan tempat dan konsumsi para peserta saja,” ujar Siwo.

Kelas pengetahuan dan kelas keterampilan hanya berbeda dari sisi lamanya waktu pengajaran. Kelas pengetahuan dihelat lebih singkat, biasanya berlangsung mulai pukul 09.00 sampai 12.00. Sementara itu, kelas keterampilan diadakan setidaknya 6–7 jam.

Dari pengalaman koran ini melihat kegiatan belajar Komunitas Memberi, konsep kelas keterampilan adalah mengajak para pengusaha mengaplikasikan langsung materi yang diajarkan ke kegiatan bisnis masing-masing.

Misalnya kelas dengan materi integrated marketing communication yang diajarkan Amalia Prabowo. CEO perusahaan periklanan global Havas Worldwide Indonesia itu mengajak para pengusaha pemula mengenal strategi komunikasi yang terpadu.

Amalia mengajarkan kapan dan bagaimana memanfaatkan promosi melalui media below the line, above the line sampai social media. Artinya, misi Komunitas Memberi adalah mengarahkan agar UKM memiliki fondasi setangguh perusahaan raksasa. Mulai yang terkait dengan paten, sistem pemasaran, hingga hal-hal lain.

Siwo berharap keberadaan Komunitas Memberi bisa memberikan sumbangsih pengetahuan untuk jutaan UKM di Indonesia. Berdasar data Badan Pusat Statistik, saat ini di Indonesia ada 55 juta entrepreneur yang masuk kategori UKM.

”Saya mimpi kalau 10 juta saja mampu melakukan brand building dengan baik, pasti hal itu akan menjadi kekuatan ekonomi yang luar biasa,” ucap dia.

Sejauh ini, pesantren UKM baru diselenggarakan di Jakarta. Namun, selama setahun ini Siwo telah keliling ke sembilan kota dengan membawakan kelas keterampilan khusus sesi branding for UKM. Selama ini, sesi itu memang diajar sendiri oleh mantan sekretaris jenderal Indonesia Marketing Association (IMA) tersebut.

”Kami inginnya 24 kelas yang diajarkan di Jakarta juga bisa dihelat di kota lain. Tapi, kendala kami pada akomodasi para pemateri yang kebanyakan domisilinya di Jakarta,” terangnya. Karena itu, tiap mengisi materi di sejumlah kota, dia mendorong para pengusaha UKM bisa bersama mencari perusahaan funding. Minimal, mereka bisa menyediakan akomodasi bagi pemateri.

Dari pengalamannya selama keliling ke sejumlah daerah, Siwo melihat ada sebuah persoalan capacity building pada para pengusaha UKM di Indonesia. Dia melihat, selama ini para UKM tidak pernah dapat ilmu yang bersifat how to. ”Yang mengerikan, upaya meningkatkan kapasitas itu didapat melalui seminar yang sifatnya hanya motivasi,” terangnya.

Menurut mantan chief executive MarkPlus Institute of Marketing (MIM) itu, motivasi memang perlu. Namun, seorang pengusaha juga wajib tahu teknik-teknik dalam bisnis. Juga, hal-hal yang bersifat teknis tersebut tidak sekadar didapat dari sesama pengusaha level UKM. Karena itu, Siwo berupaya menghadirkan para profesional yang berpengalaman untuk mengajarkan hal-hal teknik dalam Komunitas Memberi.

Begitu banyak manfaat yang dirasakan para pengusaha UKM setelah mengikuti kegiatan itu. Menurut Siwo, ada pengusaha yang langsung beraksi dengan membuat badan usaha ketika mengetahui pentingnya legal aspect untuk UKM. ”Mereka baru sadar pentingnya membuat badan usaha setelah mengikuti kelas,” ujar dia.

Ada juga pengusaha asal Medan, Rizky Safitri Nasution, yang mengaku kepikiran pentingnya membuat company profile setelah mengikuti materi branding yang dibawakan Siwo. ”Setelah mengikuti acara itu, saya jadi tahu apa itu positioning. Selama ini, saya tahunya positioning itu ya tagline,” ungkapnya. (*/c11/ang)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemimpin Dunia Paling Miskin yang Rendah Hati


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler