jpnn.com, JAKARTA - Ketersediaan informasi ketahanan pangan yang akurat, komprehensif, dan tertata dengan baik sangat penting untuk mendukung upaya pencegahan dan penanganan kerawanan pangan dan gizi, karena dapat memberikan arah dan rekomendasi kepada pembuat keputusan dalam penyusunan program, kebijakan, serta pelaksanaan intervensi di tingkat pusat dan daerah.
Penyediaan informasi diamanahkan dalam UU No 18/ 2012 tentang Pangan dan PP No 17/2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi yang mengamanatkan Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya untuk membangun, menyusun, dan mengembangkan Sistem Informasi Pangan dan Gizi yang terintegrasi.
BACA JUGA: BKP Kementan Tingkatkan Kompetensi SDM untuk Dukung Ekspor
Informasi tersebut yang dimaksud adalah Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (Food Security and Vulnerability Atlas – FSVA). FSVA merupakan peta tematik yang menggambarkan visualisasi geografis dari hasil analisa data indikator kerentanan terhadap kerawanan pangan.
Informasi dalam FSVA menjelaskan lokasi wilayah rentan terhadap kerawanan pangan dan indikator utama daerah tersebut rentan terhadap kerawanan pangan.
"FSVA ini telah dimanfaatkan berbagai instansi untuk penentuan target intervensi program. Sedangkan BKP memanfaatkannya sebagai salah satu rujukan dalam menetapkan lokasi program seperti Program Aksi Desa Mandiri Pangan, Pengembangan Kawasan Mandiri Pangan (KMP), dan Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL)," kata Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian Agung Hendriadi di ruang kerjanya, baru-baru ini.
Menurut Agung, FSVA juga digunakan untuk mengidentifikasi wilayah rentan rawan pangan oleh Bappenas, dalam memfokuskan program _Scale Up Nutrition (Sun) Movement_ yang salah satunya fokus pada Gerakan 1000 HPK (Hari Pertama Kehidupan) mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan atau SDGs (Sustainable Development Goals).
Kementerian Desa juga menggunakan FSVA sebagai dasar dalam Penanganan Daerah Rawan Pangan - Penanganan Daerah Tertinggal (PDRT-PDT). Sedangkan Kementerian Pendidikan Nasional memakai FSVA dalam menentukan lokasi Program Gizi Anak Sekolah.
Lembaga internasional seperti _World Food Programme (WFP)_ memanfaatkan FSVA dalam menentukan lokasi intervensi di Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Papua serta penentuan lokasi survey biaya pangan. Di tingkat daerah, sebagian pemerintah daerah telah menjadikan hasil rekomendasi FSVA sebagai acuan penyusunan kebijakan/program ketahanan pangan.
Indikator yang digunakan dalam penyusunan FSVA merupakan turunan dari tiga aspek ketahanan pangan, yaitu ketersediaan, keterjangkauan dan pemanfaatan pangan.
Pemilihan indikator didasarkan pada, keterwakilan 3 pilar ketahanan pangan, tingkat sensitifitas dalam mengukur situasi ketahanan pangan dan gizi; dan ketersediaan data tersedia secara rutin untuk periode tertentu yang mencakup seluruh wilayah kabupaten/kota.
FSVA 2018 adalah pemutakhiran dari edisi-edisi sebelumnya. Pemutakhiran yang dilakukan meliputi metode analisis, indikator, dan data yang digunakan. Selain itu FSVA 2018 mengakomodasi perkembangan wilayah kabupaten/kota hasil pemekaran wilayah.
Hasil sementara FSVA 2018 menunjukan sebanyak 81 kabupaten termasuk dalam katagori rentan terhadap rawan pangan yang terbagi atas 26 kabupaten (6,3%) prioritas 1, 21 kabupaten (5 persen) prioritas 2 dan 34 kabupaten (8,2 persen) Prioritas 3. Indikator utama pada wilayah yang rentan tersebut adalah, tingginya rasio konsumsi normatif terhadap ketersediaan pangan, tingginya balita stunting, dan tingginya penduduk miskin.
"Hasil analisis FSVA dapat digunakan sebagai bahan rekomendasi untuk intervensi program peningkatan ketahanan pangan dengan melihat indikator utama yang dapat menjadi pemicu terjadinya kerentanan terhadap kerawanan pangan," tutur Agung.
"Melalui FSVA pemerintah daerah dapat melakukan intervensi dengan optimalisasi pemanfaatan potensi sumberdaya pangan yang ada diwilayah, sehingga masyarakat akan tahan pangan," pungkas Agung.(jpnn)
Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh