Blue Economy, Paradigma Baru KKP

Kurangi Kemiskinan Warga dan Komunitas Perikanan

Kamis, 13 Desember 2012 – 04:02 WIB
JAKARTA -  Ekosistem laut dan sumber daya perikanan yang hanya dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi semata, tapi mengabaikan lingkungan, akan  menyebabkan masyarakat pesisir semakin terjerat kemiskinan akibat rusaknya sumber daya potensial.  Padahal,  penempatan nilai-nilai ekologi lebih penting daripada perkembangan nilai ekonomi jangka pendek.

Demikian Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C. Sutardjo dalam acara discussion forum on blue economy di Jakarta, Rabu (12/12).  Kemiskinan dan kerusakan ekologis, kata Sharif,   merupakan salah satu faktor utama penyumbang kemiskinan Indonesia.  Menyadari  ini,  KKP menjadikan paradigma blue economy sebagai  paham dalam pembangunan kelautan dan perikanan secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

 “Konsep ini dinilai mampu mengembangkan ekonomi masyarakat secara komprehensif yang bermuara pada tercapainya pembangunan nasional secara menyeluruh dan berkelanjutan,” katanya.

Menurut Sharif, konsep blue economy  mampu menjadi jembatan antara nilai ekonomi, sosial dan lingkungan. Tentu saja, konsep itu akan bersinergi dengan pelaksanaan "triple track strategy”, yakni  program pro-poor (pengentasan kemiskinan), pro-growth (pertumbuhan),pro- job (perekrutan tenaga kerja) dan pro-environment (pelestarian lingkungan). 

“Paradigma tersebut melengkapi konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development), sedangkan prinsip utama dari pembangunan berkelanjutan adalah memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan,” kata Sharif.

Dengan demikian, tambah politisi Golkar ini,  dapat dikatakan bahwablue economy merupakan motor utama pembangunan berkelanjutan. Paradigma tersebut,  ingin menghilangkan dampak negatif  dari pertumbuhan ekonomi terhadap lingkungan dan kelangkaan sumber daya alam. Sehingga dapat dikatakan, paradigma blue economy tidak hanya menghitung nilai materi saja, tapi juga biaya sosial dan lingkungan.

“Pengembangan aktivitas ekonomi  yang berbasiskan blue economy  yang diterapkan pada pesisir dan laut  akan terintegrasi dengan  Integrated   Coastal Management (ICM). Model pengelolaan pesisir secara terpadu tersebut  membutuhkan suatu pemetaan tata ruang laut (zonasi) secara spesifik,” ujarnya.

Lewat pemetaan kawasan tersebut maka stakeholder terkait dapat memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam dan lingkungan dengan efisien dan ramah lingkungan secara berkelanjutan. Perencanaan tata ruang secara terpadu bertujuan untuk melindungi sumber daya renewable dan non-renewable di sekitar lokasi eksploitasi sumber daya.

“Konsepsi ini pun mendapat lampu hijau, yakni telah diusulkannya sebagai bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) sektor kelautan dan perikanan 2013-2025,” bebernya.

Alhasil, pemerintah akan menetapkan sejumlah daerah untuk dijadikan model pembangunan dengan konsep blue economy. Diharapkan pada 2013, berbagai daerah percontohan itu sudah berjalan dan bisa dilihat keberhasilannya. Untuk kepulauan, Pulau Anambas ditunjuk sebagai model percontohan, untuk teluk  dpilihlah teluk Tomini,  untuk kawasan konservasi laut   ditetapkanlah  Waktobi, sedangkan pembangunan kelautan secara terpadu di  Nusa Tengara Timur.

Dalam pembangunan industrialisasi kelautan dan perikanan, blue economy berperan  untuk mensinergikan kebijakan ekonomi, infrastruktur, sistem investasi , bisnis, serta menciptakan nilai tambah dan produktivitas. “Blue Economy ini mampu menjadi referensi atas model pembangunan kelautan  dan  perikanan berkelanjutan untuk kesejahteraan rakyat, yang menitikberatkan pada pemanfaatan sumber  daya  alam  dengan mengikuti pola efisiensi alam namun menghasil produk dan nilai lebih besar, tanpa limbah, dan kepedulian social (social inclusiveness),” ujarnya.

Blue Economy adalah sebuah model bisnis yang mampu melipat-gandakan pendapatan diikuti dengan dampak penyerapan tenaga kerja dan peningkatkan nilai tambah. Paradigma ini dapat mengoptimalkan sumber daya kelautan dan perikanan dengan mengolah limbah dari satu produk menjadi bahan baku bagi produk  lain dan mampu menghasilkan lebih banyak produk turunan (zero waste). 

Bahkan pendapatan dari produk-produk turunan tersebut diharapkan dapat memberikan hasil jauh lebih besar dari produk awal, termasuk di dalamnya diversifikasi produk, sistem produksi, pemanfaatan teknologi, financial engineering,
dan menciptakan pasar baru bagi produk-produk yang dihasilkan. (nel)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemasangan Sambungan Baru Capai Target

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler