jpnn.com - JAKARTA - Metode blusukan yang menjadi tren di kabinet pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dianggap memiliki sisi positif. Dengan turun ke lapangan menemui masyarakat secara langsung, presiden dan menteri-menterinya dapat mengetahui persoalan-persoalan yang ada.
Namun, kata peneliti Divisi Kajian Hukum Tata Negara Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) M. Nasef, perlu diingat bahwa rakyat memberi mandat kepada presiden dan para menteri tidak hanya untuk blusukan semata.
BACA JUGA: Selidiki Teror ke Amien Rais, Komnas HAM Dinilai Cari Sensasi
"Presiden memang pemimpin negara, tetapi pemegang kedaulatan tetaplah rakyat sebagaimana dinyatakan secara tegas dalam pasal 1 ayat (2) UUD 1945," katanya saat dihubungi di Jakarta, Minggu (9/11).
Menurut Nasef, dengan mandat tersebut, pemerintah bertanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyat melalui kebijakan-kebijakan strategis yang dibuat. Karenanya, pembuatan suatu kebijakan tidak cukup hanya dengan blusukan.
BACA JUGA: Lagi, Adian Napitupulu Bantah Bobo Siang
"Blusukan memang penting dilakukan sebagai bagian proses riset dalam mendesain kebijakan. Namun, lahirnya sebuah kebijakan yang mampu memecahkan persoalan secara komprehensif jauh lebih penting," jelas Nasef.
Karena itu, ada baiknya hasil-hasil blusukan presiden dan para menterinya dapat dikonversikan menjadi produk kebijakan yang berkeadilan dan visioner. Tentu dengan tetap berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BACA JUGA: Dualisme PPP, Djan Faridz Rekrut 22 Orang Kubu Romy
"Untuk membuat suatu kebijakan yang demikian itu tentu butuh waktu dan kerja-kerja non blusukan. Sehingga, energi presiden dan para menteri harus dibagi untuk kerja blusukan dan non blusukan," demikian Nasef. (wid/RMOL)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Rini Diminta Lupakan Faktor X dalam Menunjuk Dirut Pertamina
Redaktur : Tim Redaksi