jpnn.com - JAKARTA - Wacana pembubaran Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) semakin kuat. Lembaga tersebut diduga turut berperan dalam aksi pemerasan TKI ketika tiba di tanah air.
Kepala BNP2TKI Gatot Abdullah Mansyur tidak keberatan dengan ide pembubaran tersebut.
BACA JUGA: Ikuti Gaya Jokowi, Paspampres Siap Blusukan
"Silahkan saja, selama itu baik bagi rakyat. Namun, saya minta satu hal. Kalaupun dilikuidasi atau diubah bentuknya atau diambil alih, saya harap fungsi BNP2TKI tidak dihilangkan. Kita memiliki fungsi untuk memfasilitasi TKI ke luar negeri," katanya kepada Jawa Pos kemarin (7/8).
Gatot mengaku telah mendengar karut-marut pemulangan TKI di bandara saat masih menjabat Duta Besar RI di Arab Saudi. Karenanya, seminggu setelah dilantik menjadi kepala BNP2TKI pada Maret lalu, dia langsung melakukan konsolidasi untuk melakukan pembenahan.
BACA JUGA: Adu Data di Sidang Kedua
"Kita sidak ke airport. Saya nyaru jadi TKI untuk menelusuri apa yang terjadi," katanya.
Dia mengaku mengaku melihat sendiri tindakan pemalakan tersebut. Pihaknya berkoordinasi dengan Angkasa Pura untuk menindak pelaku yang merupakan oknum petugas.
BACA JUGA: Isyaratkan Ada Kementerian yang Dihapus
"Kami bukan lembaga penegak hukum. Jadi, kami tidak berwenang. Karenanya, kami laporkan ke pihak berwajib," katanya.
Terkait dugaan keterlibatan anggota BNP2TKI, Gatot mengungkapkan hingga kini belum ada bukti nyata. Ia menyebut, dari 18 orang pelaku yang ditangkap pun tak ada nama anggota BNP2TKI. Gatot siap berdiskusi dengan KPK maupun lembaga terkait untuk membahas masalah tersebut.
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja mengatakan pihaknya belum mempunyai kesimpulan soal siapa yang bisa dimintai pertanggungjawaban. Apakah dari pihak BNP2TKI maupun Kemenakertrans. Dia menegaskan perlunya pertemuan dengan dua instansi itu terlebih dahulu. "Yang jelas, berdasar situasi di lapangan, ada oknum BNP2TKI yang berperan," katanya.
KPK, tampaknya, membidik BNP2TKI sebagai pihak yang harus bertanggungjawab. "Tapi sejauh mana itu, kami akan berkoordinasi dengan mereka. Seperti biasa kami akan mengundang instansi terkait di kantor, kemudian kami diskusikan banyak hal bersama-sama dengan migrant care dan sebagainya. Kami coba cari solusi yang paling efektif," terang Adnan.
Terkait laporan Migrant Care tentang enam anggota DPR yang punya perusahaan pengerah tenaga kerja (PJTKI) dan travel, Adnan menyebut masih ditelaah detailnya. Menurutnya, informasi yang disampaikan masih minim. Arah dari telaah juga untuk mengetahui apakah kepemilikan perusahaan itu masuk dalam tupoksi KPK atau tidak. (mia/dim/ca)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Nafsiah Mboi: Yang Penting Rapi
Redaktur : Tim Redaksi