jpnn.com, BALI - Terorisme, narkoba, dan korupsi merupakan kejahatan transnasional dan terorganisir yang dapat menghambat pembangunan Indonesia. Ketiganya saling terhubung untuk mendukung tindak kejahatan yang lebih masif.
“Sinergisitas BNPT, BNN dan KPK harus dilakukan demi menguatkan sendi negara ini dari degradasi moral utamanya kepada generasi muda Indonesia,” kata Kepala BNPT Komjen Pol Dr. Boy Rafli Amar dalam Webinar bertajuk Sinergisitas Pemberantasan Narkoba, Korupsi dan Terorisme untuk Pembangunan Sumber Daya Manusia Unggul di Era VUCA” di Polda Bali, Rabu (24/11),
BACA JUGA: BNPT Bersama LPSK Gelar Pelatihan Kewirausahaan Bagi Penyintas Terorisme
Boy menjelaskan narco-terrorism yakni aksi terorisme yang didanai dari perdagangan gelap narkoba.
Tidak hanya di Indonesia, praktik narco-terrorism pun juga kerap terjadi di belahan negara lain. Hal ini menyebabkan berkembangnya eksistensi kelompok teror di dalam dan luar negeri.
BACA JUGA: Kepala BNPT Ingatkan Risiko Jika Densus 88 Antiteror Dibubarkan
Menurut Boy, terorisme dan korupsi juga terkait satu dengan yang lain. Berimplikasi pada kesejahteraan masyarakat. Praktik korupsi pun dapat menjadi pemicu radikalisme dan terorisme.
Menurut Boy, tantangan melawan permasalahan bangsa di era VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity) ini membutuhkan kolaborasi seluruh elemen bangsa, dalam hal ini BNPT, BNN, dan KPK sebagai leading sector pemberantasan terorisme, narkoba maupun korupsi.
BACA JUGA: Dua Polantas Baku Hantam dengan Anggota TNI di Ambon, Ternyata Ini Penyebabnya
“Melalui upaya bersama ini potensi ancaman di tiga kejahatan ini akan tereliminasi dengan baik,” kata Boy.
Dia menjelaskan kolaborasi dengan masyarakat luas menjadi bagian penting agar kita bergandeng tangan dalam menghadapi musuh negara.
Nantinya, kata Boy, kolaborasi ketiga lembaga akan fokus pada upaya pencegahan.
Berbicara mengenai kejahatan terorisme, Boy Rafli menjelaskan kemajuan teknologi berkontribusi dalam meningkatnya aktivitas terorisme.
Menurut dia, proses radikalisasi, perekrutan hingga pendanaan terorisme dapat dilakukan melalui internet. Fenomena ini melahirkan aktor tunggal atau lone-wolf dalam aksi terorisme seperti yang terjadi di Mabes Polri pada awal tahun 2021 lalu.
“Kelompok radikal sangat sadar dengan media sosial, mereka pun jadi sistematis karena didukung sumber pendanaan besar sehingga dengan uang itu mereka melakukan radikalisasi dan aksi terorisme," kata Boy Rafli.
Boy Rafli menambahkan kini tidak ada masyarakat yang imun dari radikalisme dan terorisme. Paham tersebut masuk ke tiap sendi negara ini, termasuk di lembaga negara, lembaga pendidikan, bahkan organisasi keagamaan.
Menurut dia, perlu ada penguatan nilai kebangsaan yang didukung oleh pemerintah dan masyarakat agar tercipta daya tangkal terhadap radikalisme dan terorisme.
Dalam webinar ini hadir Kepala BNN Komjen Pol. Dr. Petrus Reinhard Golose, Ketua KPK Firli Bahuri, Gubernur Bali Wayan Koster serta Kapolda Bali Irjen Pol Putu Jayan Danu Putra.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich