jpnn.com, SURABAYA - Dua di antara terdakwa perkara pencabulan kepada Bunga (bukan nama sebenarnya) di daerah Ngagel dan Kalibokor pada Mei tahun lalu sudah menerima putusan hakim.
Kemarin, hakim yang menyidangkan kasus tersebut menjatuhkan vonis untuk dua di antara enam terdakwa yang masih bocah.
BACA JUGA: Hobi Nonton Bokep, Anak Kandung Pun Dihamili
Mereka masing-masing dihukum setahun penjara.
Dua anak yang mendengarkan vonis adalah AS dan MD. Mereka divonis lebih dulu dibandingkan teman-temannya karena mengawali persetubuhan terhadap Bunga.
BACA JUGA: Cabuli Bocah SD, Ngaku Atas Dasar Saling Suka
Ada pun empat terdakwa lainnya, yakni JS, LR, MY, dan HM, yang juga masih anak-anak divonis hari ini.
Hakim tunggal FX Hanung Dwi Wibowo menyatakan, dirinya sependapat dengan jaksa penuntut umum (JPU) Wilhelmina Manuhuttu.
BACA JUGA: Gituin Anak Tetangga, Guru Ngaji Selamat dari Amukan Warga
Hanung menilai perbuatan keduanya terbukti melanggar pasal 76 D Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Selain itu, Hanung mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan terdakwa.
''Kedua terdakwa mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya dan mempunyai kesengajaan,'' tutur Hanung ketika membacakan amar putusannya.
AS dan MD mendapat keringanan lantaran berlaku sopan selama sidang berlangsung.
Nantinya dua terdakwa itu harus menjalani hukuman di lembaga pembinaan kesejahteraan anak (LPKA).
''Memutuskan secara sah dan meyakinkan kepada kedua terdakwa bahwa telah melakukan tindak pidana seperti yang didakwakan,'' lanjut Hanung.
Meski sudah menerima vonis, keduanya masih bisa merasakan udara bebas.
Sebab, dalam putusan kemarin tidak ada perintah hakim untuk melakukan penahanan.
Menanggapi putusan hakim, Ely Setyowati, kuasa hukum terdakwa, langsung menyatakan banding.
Dia menyayangkan putusan hakim yang tidak berdasar Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Menurut dia, hakim mengabaikan prinsip the best interest of child.
''Seharusnya semangatnya restorative justice, tidak dipidana,'' katanya.
Ely yang mendampingi proses hukum tersebut sejak awal menganggap putusan itu hanya akan membuat kliennya semakin buruk karena mendekam di penjara.
Padahal, selama ini para kliennya hanya dianggap sebagai korban lingkungan sosial.
Sementara itu, Wilhelmina mengatakan masih pikir-pikir. Dia akan memaksimalkan waktu selama tujuh hari yang diberikan hakim.
Secara umum, dia puas dengan putusan hakim yang sudah 2/3 dari tuntutannya.
''Saya puas, tapi kalau kuasa hukum banding, ya kami akan banding,'' jelasnya.
Dalam kasus tersebut, sebenarnya ditetapkan delapan tersangka. Yakni, JS, 14; MD, 14; LR,14; AS,14; MI, 9; MY,12; BS,12; serta HM,14.
Dua tersangka, yakni MI dan BS, tidak dilimpahkan ke pengadilan. Sebab, saat perbuatan cabul itu dilakukan, usia mereka masih di bawah 12 tahun.
Karena masih bersekolah, enam tersangka pun tidak ditahan. Mereka dikembalikan kepada orang tua masing-masing.
Kasus pencabulan itu terjadi di daerah Ngagel dan Kalibokor. Dalam kasus tersebut, pencabulan kali pertama dilakukan AS yang tidak lain tetangga korban.
Awalnya, AS hanya melecehkan korban. Namun, tindakan tersebut terus berlanjut pada perbuatan yang lebih jauh.
Saat ditangkap, AS ternyata tidak hanya mencabuli Bunga. AS juga mengenalkan korban dengan pil dobel L.
Bahkan, hampir setiap kali sebelum melakukan pencabulan, AS lebih dulu memberi Bunga pil dobel L.
Dalam kondisi mabuk, AS melakukan perbuatan bejat itu.
Sejak saat itu korban seperti ketagihan seks. Kondisi tersebut dimanfaatkan tujuh tersangka lain.
Berbeda dengan AS, tujuh pelaku lainnya mulai berbuat tidak terpuji kepada korban sejak April 2016.
Mereka beramai-ramai mencabuli korban di beberepa tempat seperti balai RW dan pinggir kereta yang tidak jauh dari rumahnya. (aji/c15/git/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dicabuli Pengasuh Ponpes, Santriwati Dilarikan ke RS
Redaktur & Reporter : Natalia