DAVINA Lyra Putri (5) yang tewas di tangan ibu tirinya, Ds (19), Minggu (17/3) tiba di kediaman sang nenek, Kartini (70), di Dusun I, Pekon Sidoharjo, Kecamatan Pringsewu, Pringsewu, untuk dimakamkan. Seperti apa suasananya?
Laporan Agus Suwignyo, PRINGSEWU
SUASANA duka menyelimuti kediaman Kartini ketika Radar Lampung menjejakkan kaki di sana pukul 08.00 WIB kemarin. Kesibukan para pelayat mempersiapkan prosesi pemakaman jelas terasa.
Para pelayat yang berada paling depan di pintu masuk rumah bercat hijau itu didominasi kaum perempuan. Sedangkan pelayat pria sibuk membantu mendirikan tenda terpal di halaman rumah yang terletak tepat di tepi jalan lintas barat (jalinbar). Beberapa di antaranya menyiapkan pemandian untuk jenazah.
Ketika para kerabat sibuk melakukan persiapan, tiba-tiba ibu mendadak bubar dan tergopoh-gopoh berebut masuk ke dalam rumah duka. Pelayat pria dibuat kaget dan bingung dengan ulah ibu-ibu. Namun, tak lama, mereka memaklumi.
Ketika itu, salah satu televisi nasional tengah menayangkan perkembangan kabar terbaru tewasnya Davina Lyra Putri. Ketika itu, jasad Davina masih dalam perjalanan dari Jakarta menuju Pringsewu.
Teriakan dan umpatan spontan keluar dari bibir mereka manakala menyaksikan seorang wanita muda muncul di layar kaca. Ya. Dialah Ds, ibu tiri yang tega menghabisi nyawa Davina. ’’Pembunuh! Pembunuh! Kejam!’’ teriak seorang ibu histeris, lalu keluar seiring bergantinya tayangan.
Diketahui, Davina tewas mengenaskan karena didorong ibu tirinya di kamar mandi rumahnya di kawasan Binong, Kabupaten Tangerang, Sabtu (16/3). Korban mengalami luka di bagian kepala akibat benturan dan akhirnya mengembuskan napas terakhir dalam perjalanan menuju Rumah Sakit Siloam, Kabupaten Tangerang.
Berdasarkan keterangan yang dihimpun, kejadian terjadi sekitar pukul 08.00 WIB. Ketika itu, korban membangunkan ibu tirinya yang sedang tidur pulas. Namun, Ds tidak mau bangun. Dengan perasaan kesal, tersangka meminta agar korban tidak menangis jika ayahnya berangkat kerja.
Selanjutnya, karena menangis, tersangka memukul korban. Lalu, tersangka mendorong korban ke arah kamar mandi sehingga terjatuh dan membentur keramik. Benturan itu mengakibatkan kondisi korban kritis.
Melihat anaknya dalam kondisi kritis, Ds yang bekerja sebagai karyawan swasta itu memanggil tetangga dan langsung membawa bocah tersebut ke Rumah Sakit Siloam. Luka cukup parah akibat benturan itu mengakibatkan korban tidak bisa tertolong.
Win, paman Davina, menceritakan, keponakannya itu merupakan hasil pernikahan adiknya, Agus Mastiyo, dengan Eka, warga Palembang, Sumatera Selatan. Namun, tanpa menyebut penyebabnya, keduanya tak dapat mempertahankan keutuhan rumah tangganya. ’’Davina ikut bapaknya dan sempat tinggal bersama kami,’’ ujarnya.
Hal ini tak berlangsung lama karena adiknya yang berprofesi sebagai pengemudi itu kemudian menikah lagi dengan Ds, warga Kelurahan Fajaresuk, Kecamatan Pringsewu, Pringsewu, yang orang tuanya menetap di Tangerang.
’’Setelah menikah sekitar November, adik saya dan anaknya hasil pernikahannya dengan Eka serta istrinya, Ds, yang baru dinikahi kemudian memilih mengontrak tak jauh dari rumah orang tua kami,’’ katanya.
Hanya beberapa bulan setelah itu, mereka memutuskan boyongan ke Tangerang. ’’Keluarga sempat menasihati agar Davina tak usah dibawa serta ke Tangerang, biar keluarga di Pringsewu yang mengurusnya. Ini dilakukan karena mereka mengetahui kekerasan yang dilakukan Ds terhadap anak tirinya. Tapi, mereka bersikeras membawanya,’’ tuturnya.
Yang membuat Win sedih, hampir setiap minggu keluarga di Pringsewu, termasuk sang nenek, Kartini, rajin menelepon dan selalu Davina yang mengangkat. ’’Dia memang dekat dengan neneknya. Saat ditelepon, Davina selalu tertawa. Suaranya sangat ceria. Tapi, setiap ditanya kondisinya, Davina tak pernah mengaku kerap mendapat perlakuan kasar,’’ kata Win lagi.
Sementara itu, sikap kasar yang dilakukan Ds terhadap anak tirinya sudah menjadi rahasia umum bagi warga. Wati, pemilik kontrakan di Pringsewu yang pernah ditempati Agus dan Ds, sudah kerap menasihati agar tak berlaku kasar terhadap Davina. ’’Orangnya memang kasar dengan Davina,’’ ucapnya.
Pernah diketahuinya, Davina ditarik tarik rambutnya oleh Ds, kemudian ditampar mulutnya ketika sedang makan. ’’Kasihan melihatnya. Hal ini sudah kami beri tahukan kepada keluarganya,’’ katanya.
Davina sendiri, menurut Wati, tak pernah mengeluh meski kerap mendapat perlakuan kasar dari ibu tirinya. Cerita para kerabat pun tiba-tiba terhenti. Jeritan menyayat langsung terdengar. Ketika itu, tepat pukul 12.55 WIB, jasad Davina tiba. Ratusan pelayat yang menunggu sejak pagi langsung mengerubuti ambulans milik DPD PAN Pringsewu B 1223 SIX.
Tangis pilu pun terdengar di mana-mana ketika tubuh Davina diangkat dan diletakkan di atas meja. Di beberapa bagian nampak lebam. Tak menunggu lama, jasad Davina dimandikan. Tepat pukul 13.55 WIB, jenazahnya menggunakan keranda mayat yang dipikul bergantian diberangkatkan ke Pemakaman Umum Sidoharjo, Kecamatan Pringsewu.
Sementara Sekretaris DPD PAN Pringsewu Irwan Chaniago yang menjemput jenazah di Tangerang mengaku tergerak melihat penderitaan keluarga Davina.
’’Keluarganya memasrahkan kepada kami soal penjemputan. Setelah mengontak Ketua DPD PAN Pringsewu Stiyono, mobil langsung berangkat ke Jakarta. Semunya diberikan gratis tanpa biaya,’’ ungkapnya. (p3/c2/ary)
Laporan Agus Suwignyo, PRINGSEWU
SUASANA duka menyelimuti kediaman Kartini ketika Radar Lampung menjejakkan kaki di sana pukul 08.00 WIB kemarin. Kesibukan para pelayat mempersiapkan prosesi pemakaman jelas terasa.
Para pelayat yang berada paling depan di pintu masuk rumah bercat hijau itu didominasi kaum perempuan. Sedangkan pelayat pria sibuk membantu mendirikan tenda terpal di halaman rumah yang terletak tepat di tepi jalan lintas barat (jalinbar). Beberapa di antaranya menyiapkan pemandian untuk jenazah.
Ketika para kerabat sibuk melakukan persiapan, tiba-tiba ibu mendadak bubar dan tergopoh-gopoh berebut masuk ke dalam rumah duka. Pelayat pria dibuat kaget dan bingung dengan ulah ibu-ibu. Namun, tak lama, mereka memaklumi.
Ketika itu, salah satu televisi nasional tengah menayangkan perkembangan kabar terbaru tewasnya Davina Lyra Putri. Ketika itu, jasad Davina masih dalam perjalanan dari Jakarta menuju Pringsewu.
Teriakan dan umpatan spontan keluar dari bibir mereka manakala menyaksikan seorang wanita muda muncul di layar kaca. Ya. Dialah Ds, ibu tiri yang tega menghabisi nyawa Davina. ’’Pembunuh! Pembunuh! Kejam!’’ teriak seorang ibu histeris, lalu keluar seiring bergantinya tayangan.
Diketahui, Davina tewas mengenaskan karena didorong ibu tirinya di kamar mandi rumahnya di kawasan Binong, Kabupaten Tangerang, Sabtu (16/3). Korban mengalami luka di bagian kepala akibat benturan dan akhirnya mengembuskan napas terakhir dalam perjalanan menuju Rumah Sakit Siloam, Kabupaten Tangerang.
Berdasarkan keterangan yang dihimpun, kejadian terjadi sekitar pukul 08.00 WIB. Ketika itu, korban membangunkan ibu tirinya yang sedang tidur pulas. Namun, Ds tidak mau bangun. Dengan perasaan kesal, tersangka meminta agar korban tidak menangis jika ayahnya berangkat kerja.
Selanjutnya, karena menangis, tersangka memukul korban. Lalu, tersangka mendorong korban ke arah kamar mandi sehingga terjatuh dan membentur keramik. Benturan itu mengakibatkan kondisi korban kritis.
Melihat anaknya dalam kondisi kritis, Ds yang bekerja sebagai karyawan swasta itu memanggil tetangga dan langsung membawa bocah tersebut ke Rumah Sakit Siloam. Luka cukup parah akibat benturan itu mengakibatkan korban tidak bisa tertolong.
Win, paman Davina, menceritakan, keponakannya itu merupakan hasil pernikahan adiknya, Agus Mastiyo, dengan Eka, warga Palembang, Sumatera Selatan. Namun, tanpa menyebut penyebabnya, keduanya tak dapat mempertahankan keutuhan rumah tangganya. ’’Davina ikut bapaknya dan sempat tinggal bersama kami,’’ ujarnya.
Hal ini tak berlangsung lama karena adiknya yang berprofesi sebagai pengemudi itu kemudian menikah lagi dengan Ds, warga Kelurahan Fajaresuk, Kecamatan Pringsewu, Pringsewu, yang orang tuanya menetap di Tangerang.
’’Setelah menikah sekitar November, adik saya dan anaknya hasil pernikahannya dengan Eka serta istrinya, Ds, yang baru dinikahi kemudian memilih mengontrak tak jauh dari rumah orang tua kami,’’ katanya.
Hanya beberapa bulan setelah itu, mereka memutuskan boyongan ke Tangerang. ’’Keluarga sempat menasihati agar Davina tak usah dibawa serta ke Tangerang, biar keluarga di Pringsewu yang mengurusnya. Ini dilakukan karena mereka mengetahui kekerasan yang dilakukan Ds terhadap anak tirinya. Tapi, mereka bersikeras membawanya,’’ tuturnya.
Yang membuat Win sedih, hampir setiap minggu keluarga di Pringsewu, termasuk sang nenek, Kartini, rajin menelepon dan selalu Davina yang mengangkat. ’’Dia memang dekat dengan neneknya. Saat ditelepon, Davina selalu tertawa. Suaranya sangat ceria. Tapi, setiap ditanya kondisinya, Davina tak pernah mengaku kerap mendapat perlakuan kasar,’’ kata Win lagi.
Sementara itu, sikap kasar yang dilakukan Ds terhadap anak tirinya sudah menjadi rahasia umum bagi warga. Wati, pemilik kontrakan di Pringsewu yang pernah ditempati Agus dan Ds, sudah kerap menasihati agar tak berlaku kasar terhadap Davina. ’’Orangnya memang kasar dengan Davina,’’ ucapnya.
Pernah diketahuinya, Davina ditarik tarik rambutnya oleh Ds, kemudian ditampar mulutnya ketika sedang makan. ’’Kasihan melihatnya. Hal ini sudah kami beri tahukan kepada keluarganya,’’ katanya.
Davina sendiri, menurut Wati, tak pernah mengeluh meski kerap mendapat perlakuan kasar dari ibu tirinya. Cerita para kerabat pun tiba-tiba terhenti. Jeritan menyayat langsung terdengar. Ketika itu, tepat pukul 12.55 WIB, jasad Davina tiba. Ratusan pelayat yang menunggu sejak pagi langsung mengerubuti ambulans milik DPD PAN Pringsewu B 1223 SIX.
Tangis pilu pun terdengar di mana-mana ketika tubuh Davina diangkat dan diletakkan di atas meja. Di beberapa bagian nampak lebam. Tak menunggu lama, jasad Davina dimandikan. Tepat pukul 13.55 WIB, jenazahnya menggunakan keranda mayat yang dipikul bergantian diberangkatkan ke Pemakaman Umum Sidoharjo, Kecamatan Pringsewu.
Sementara Sekretaris DPD PAN Pringsewu Irwan Chaniago yang menjemput jenazah di Tangerang mengaku tergerak melihat penderitaan keluarga Davina.
’’Keluarganya memasrahkan kepada kami soal penjemputan. Setelah mengontak Ketua DPD PAN Pringsewu Stiyono, mobil langsung berangkat ke Jakarta. Semunya diberikan gratis tanpa biaya,’’ ungkapnya. (p3/c2/ary)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 400 Ribu Nama Dijual Rp 1 Juta
Redaktur : Tim Redaksi