jpnn.com - Konsorsium 303 Kaisar Sambo mengalir sampai jauh.
Beberapa orang yang selama ini dikenal sebagai crazy rich disebut-sebut terlibat.
BACA JUGA: 3 Pernyataan Penting Kapolri Jenderal Listyo Soal Konsorsium Judi Kaisar Sambo
Beberapa selebgram meng-endorse situs 303 dengan bebas.
Dan, yang paling baru, uang haram 303 diduga mengalir dan menggerojok ke beberapa klub sepak bola.
BACA JUGA: Bos Judi Online di Sumut Sudah Kabur Sebelum Irjen Panca Bergerak, Oalah
Tiga klub dilaporkan ke polisi karena diduga mendapat aliran uang haram dari judi online.
Ketiga klub itu diduga menerima aliran duit judi online melalui sponsorship, dengan memasang brand judi di jersi klub dan di papan iklan di dalam stadion.
BACA JUGA: Klub Bola Disponsori Judi Online Siap-Siap Saja, Polisi Sudah Terima Laporan
Belum diketahui berapa banyak uang haram yang diduga mengalir ke klub itu.
Selain ketiga klub itu, PSSI sebagai otoritas sepak bola tertinggi nasional juga ikut dilaporkan ke polisi.
Judi dalam sepak bola sudah menjadi isu yang beredar lama, tetapi tidak pernah diungkap secara tuntas.
Pengaturan hasil pertandingan, atau match fixing, penyuapan terhadap pemain dan perangkat pertandingan, menjadi kasus yang marak beberapa waktu terakhir ini, sampai muncul istilah mafia sepak bola.
Kalau di tubuh Polri disebut ada mafia yang diduga berada di bawah kepemimpinan ‘’Kaisar Sambo’’, maka di dunia sepak bola juga ada mafioso yang dipimpin oleh seorang godfather juga. Mafia di sepak bola Indonesia tidak pernah terbongkar, dan identitas godfather tidak pernah diketahui.
Menghadapi para mafia bola itu, PSSI kemudian membentuk Satgas Antimafia Bola.
Beberapa orang yang diduga menjadi bagian dari mafia kemudian ditangkap.
Ada dua orang anggota Exco PSSI yang digaruk, beberapa wasit, dan seorang operator terkemuka di Jawa Timur berinisial VW.
Beberapa orang dihukum, tetapi praktik mafia bola tetap berlangsung, karena penanganan yang tidak tuntas dan terkesan setengah hati.
Penangkapan terhadap jaringan mafia bola dilakukan lagi di Jawa Timur.
Beberapa orang ditangkap karena melakukan suap untuk mengatur hasil pertandingan di Liga 3.
Penangkapan ini sempat menjadi berita heboh karena seolah-olah PSSI sudah melakukan pembongkaran terhadap jaringan mafia bola.
Padahal, orang-orang yang ditangkap hanyalah figuran kelas gurem yang bermain di pinggiran.
Salah satu yang ditangkap adalah Bambamg Suryo alias BS yang pernah buka suara mengenai jaringan mafia dan pejudi dalam sepak bola Indonesia.
Akan tetapi, para pencinta sepak bola tahu bahwa BS adalah operator kelas pinggiran yang bekerja di level kompetisi kelas tiga.
BS pernah mengungkap praktik judi dan suap di kompetisi liga utama PSSI, tetapi tidak ada tindak lanjut yang konkret untuk membongkar praktik mafia itu.
Penangkapan VW--yang disebut-sebut sebagai operator jaringan terkemuka asal Jawa Timur--juga tidak bisa membongkar jaringan mafia yang lebih luas.
Sebagai operator level nasional, VW punya hubungan luas dengan petinggi-petinggi PSSI.
VW bahkan dikenal luas punya hubungan erat dengan seseorang yang disebut sebagai godfather mafia bola Indonesia.
Keberadaan Satgas Antimafia Bola tidak lebih dari sekadar gimmick marketing belaka.
Beberapa orang dengan seragam bertuliskan Satgas Antimafia Bola berada di lapangan setiap kali ada pertandingan.
Keberadaan satgas yang mencolok ini alih-alih menghilangkan praktik mafia malah menjadi bahan tertawaan.
Lama tidak terdengar lagi aktivitasnya, satgas itu akhirnya dibubarkan PSSI.
Mungkin PSSI menganggap persoalan mafia bola sudah selesai, atau setidaknya publik sudah lupa.
Padahal, praktik itu ditengarai masih tetap marak, dan bahkan makin mencolok.
Beberapa pertandingan di Liga 1 sekarang diduga disusupi mafia bola pengatur hasil pertandingan.
Keputusan wasit yang dengan terang-terangan menganulir gol yang sah menjadi bukti adanya praktik mafia itu.
Pertandingan antara Madura United melawan Persebaya Surabaya menunjukkan adegan menggelikan, ketika wasit menganulir gol yang jelas terlihat sah.
Persebaya protes keras kepada PSSI, wasit diberi sanksi, tapi persoalan tidak berarti selesai.
Di kalangan pengamat sepak bola, sudah jamak beredar kabar bahwa tim-tim tertentu telah didesain untuk menjadi juara.
Biasanya, prediksi publik bola mengenai juara setting-an itu jarang meleset.
Salah satu indikasinya bisa dilihat dari pertandingan yang melibatkan tim setting-an itu.
Dari situ bisa terlihat beberapa keputusan perangkat pertandingan yang aneh yang secara sengaja menguntungkan tim setting-an itu.
Konflik kepentingan dalam sepak bola Indonesia begitu kental sehingga penegakan aturan nyaris mustahil bak menegakkan benang basah.
Beberapa petinggi PSSI mempunyai saham di klub-klub yang berkompetisi di Liga.
Iwan Budianto, misalnya, tercatat sebagai pemegang saham mayoritas di Arema FC.
Selama bertahun-tahun Iwan Budianto menjadi CEO Arema FC dan ‘’merangkap’’ menjadi wakil ketua umum PSSI.
Dengan posisi semacam ini conflict of interest sulit dihindarkan, apalagi Iwan Budianto dikenal sangat powerful di PSSI dan disebut-sebut sebagai ‘’the real ketua’’ atau ketua de facto.
Hal yang sama terjadi pada banyak klub lainnya.
Haruna Soemitro menjadi anggota Exco PSSI dan merangkap menjadi manajer Madura United.
Secara resmi Haruna sudah tidak memegang jabatan manajer lagi, tetapi dia tetap menjadi orang paling berpengaruh dalam operasionalisasi klub.
Hal yang sama juga terjadi pada Yoyok Sukawi dan PSIS Semarang, dan beberapa klub lainnya.
Pemberantasan mafia bola dilakukan seperti hangat-hangat tahi ayam, tidak pernah dilakukan dengan serius dan tuntas.
Beberapa waktu lalu, Najwa Shihab membuat serangkaian talk show membahas mafia bola.
Berbagai tanggapan muncul dan kemudian PSSI pun merespons. Tapi, setelah itu reda lagi.
Sejarah mafia bola di Indonesia sudah merentang jauh sepanjang umur sepak bola itu sendiri.
Di masa lalu, Indonesia diguncang oleh skandal suap yang melibatkan Ramang sang legenda sepak bola Indonesia yang tidak ada duanya.
Kalau sekarang, Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo dikenal sebagai GOAT (greatest of all time) pemain terbaik dunia sepanjang masa.
Maka pada dekade 1950-an Ramang adalah GOAT Indonesia dan Asia, atau sangat mungkin kelas dunia.
Kehebatan Ramang di pentas dunia terlihat ketika Indonesia menahan imbang Rusia di Olimpiade Melbourne 1956.
Ketika itu Rusia diperkuat kiper legendaris GOAT Lev Yashin yang harus jungkir balik menahan gempuran Ramang.
Pertandingan berakhir imbang, dan di pertandingan ulang Indonesia kalah dan tersisih.
Karier Ramang berakhir tragis karena di-skorsing seumur hidup pada 1961, karena dituduh menerima suap dalam pertandingan antara PSM Makassar, klub yang dibela Ramang, melawan Persebaya Surabaya.
Ramang dituduh menerima suap dari bandar judi. Ramang mengaku dijebak dan tidak mengakui bahwa ia menjadi bagian dari judi bola.
Sejarah yang panjang membuat pemberantasan judi bola menjadi nyaris mustahil.
Sekarang operasi judi bola makin canggih melalui judi online yang berjaringan internasional.
Sangat sulit mengharapkan PSSI bisa menyelesaikan mafia bola ini dengan tuntas.
Konflik kepentingan yang kental di tubuh PSSI menjadi salah satu faktor utama. (*)
Yuk, Simak Juga Video ini!
Redaktur : M. Kusdharmadi
Reporter : Cak Abror