”Kebijakan ini sangat disayangkan dan menjurus perbuatan melegalisasi perbuatan korupsi dengan memanfaatkan jabatannya sebagai kepala daerah,” tutur Roni Saputra, aktivis anti korupsi yang juga menjabat sebagai Wakil Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang.
Laporan aktivis diterima Kasipenkum dan Humas Kejati Sumbar Ikhwan Ratsudy. Roni berharap, kejaksaan serius menindaklanjuti laporan yang diserahkannya. Hal ini dikarenakan, penggunaan mobil dinas saat lebaran, hampir setiap tahun dilegalkan.
Sebelumnya, Wako Fauzi Bahar dan Wagub Muslim Kasim, beberapa waktu lalu, secara terpisah mengumumkan kebijakan terkait penggunaan mobil dinas di lingkungan Pemko Padang dan Pemprov, yang boleh digunakan untuk mudik lebaran. Wako Padang Fauzi Bahar mengizinkan kendaraan dinas boleh dipergunakan PNS selama lebaran sebagai bentuk kompensasi bagi jajarannya karena tidak mendapatkan THR.
Dengan catatan, kendaraan dinas tersebut dijaga baik-baik dan tidak boleh rusak. Hanya saja, kebijakan ini tidak adil bagi PNS golongan rendah. Padahal, lanjut Roni, KPK telah mengimbau seluruh kepala daerah yang ada di Indonesia untuk melarang penggunaan mobil dinas oleh pejabat daerah untuk keperluan mudik lebaran.
Saat ini, Kota Padang memiliki 279 unit mobil dinas yang layak pakai. ”Jika diasumsikan setiap kabupaten/kota rata-rata memiliki 250 mobil dinas, dengan penyusutan Rp200 ribu selama pemakaian lebaran maka total penyusutan dan kerugian negara adalah Rp1 miliar, belum termasuk biaya kerusakan penggunaan, baik akibat kecelakaan, atau yang lainnya,” tegas Roni.
Lebih lanjut menurut Arief Paderi, yang ikut mengantarkan laporan, pada prinsipnya mobil dinas merupakan barang milik negara atau daerah sebagaimana diatur PP No 6 Tahun 2006. “Selain itu dalam Permendagri No 7/2006, juga dinyatakan bahwa mobil dinas adalah penunjang kegiatan dalam penyelenggaraan negara. Jadi tidak ada satu aturanpun yang membolehkan mobil dinas dipergunakan untuk kepentingan pribadi penyelenggara negara,” katanya.
Di samping itu, lanjut Arief, pernyataan kedua kepala daerah ini juga berpotensi melanggar pasal 3 UU No 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman penjara paling lama 20 tahun dan denda minimal Rp50 juta.
Untuk itu, menurut dua aktivis LBH Padang ini perlu dilakukan upaya penegakan hukum dengan melakukan upaya preventif berupa saran dan himbauan kepada kepala daerah agar tidak menyalahgunakan wewenang dengan membaut kebijakan serupa. “Ini pencegahan untuk kepala daerah lain,” imbuh Arief.
Hal ini juga akan menjadi jalan bagi Kejati untuk melakukan penyelidikan terhadap legalisasi yang dilakukan Kepala Daerah yang membolehkan penggunaan mobil dinas untuk keperluan mudik lebaran.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Ayat (1) Peraturan Pemerintah No 6/2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah berbunyi pengelolaan barang milik negara/daerah dilaksanakan berdasarkan asas fungsional kepastian hukum, transparansi dan keterbukaan, efisiensi, akuntabilitas dan kepastian nilai. Sebagai aset negara/daerah, maka segala biaya pemeliharaan dan perawatan mobil dinas yang ber-sangkutan tentunya akan dibebankan kepada negara.
Kasipenkum dan Humas Kejati Sumbar, Ikwan Ratsudy mengatakan dia akan langsung membawa laporan itu kepada Kepala Kejaksaan Tinggi untuk kemudian diproses secara administrasi. Pada kesempatan kemarin Ikwan juga mengatakan bahwa ia sepakat laporan ini akan menjadi jalan preventif bagi kepala daerah lain agar berfikir ulang dalam mengambil kebijakan serupa.
Dihubungi terpisah, Wakil Gubernur Sumbar Muslim Kasim hanya menanggapi dingin laporan dua aktivis tersebut. Muslim Kasim menegaskan, kebijakan membolehkan pejabat dan PNS membawa mobil dinas selama lebaran bukanlah suatu tindakan korupsi.
“Lebih baik kita membolehkan mereka bawa pulang mobil dinas secara terang-terangan, daripada membawa mobil dinas dengan diam-diam. Kita hanya ingin melaksanakan niat baik, memperlancar hubungan silahturahmi mereka,” tegasnya.
Muslim Kasim mengimbau, masyarakat Sumbar agar jangan menodai bulan Ramadhan dengan hal-hal kecil seperti persoalan seperti, mobil dinas tersebut. Menurutnya, masih banyak hal yang lebih besar yang bermanfaat yang bisa dilakukan daripada memperkeruh suasana yang damai di bulan ramadhan.
“Jangan berpikiran sempit dan terlalu westernisasi. Kita ini hidup di Minang. Kenapa mempersoalkan mobil dinas yang dibawa untuk berlebaran,” terangnya.
Wali Kota Padang Fauzi Bahar mengakui kalau legalisasi penggunaan kendaraan dinas saat lebaran memang menyalahi aturan. Namun, menurut Fauzi Bahar, sebagai pemimpin dia juga memiliki kewenangan untuk mengambil kebijakan. "Memang apa yang saya lakukan keluar dari aturan. Tapi, itulah fungsi saya, mengambil kebijakan dari suatu aturan," tutur Fauzi Bahar.
Disebutkan Fauzi, legalisasi yang dilakukannya sudah dipikirkan matang-matang. Termasuk keamanan kendaraan itu sendiri. Fauzi juga mengatakan kalau izin penggunaan dikarenakan dia tidak mampu memberikan THR kepada bawahannya.
"Sebutlah sekarang kalau mobil itu dilarang dibawa ke kampung oleh bawahan saya, lalu mau di parkir di mana" Kita tidak punya tempat untuk memarkirkan kendaraan itu. Jika ditinggal, dan hilang, siapa yang bertanggung jawab" Atas dasar itulah kebijakan diperbolehkannya kendaraan dinas dibawa ketika lebaran keluar. Saya bertanggungjawab atas apa yang sudah saya tetapkan," tegas Fauzi Bahar. (ben/fan)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sapi Bantuan Otsus Sudah Mati
Redaktur : Tim Redaksi