Menurut pengamat intelijen Wawan H Purwanto, pelaku hanya memanfaatkan stigma yang sudah terbangun hampir 10 tahun belakangan bahwa Natal dan Tahun Baru identik dengan kejadian teror bom.
Masyarakat sendiri, lanjut dia, juga belum bisa menghilangkan sama sekali stigma tersebut. Masyarakat, menurut Wawan, memang selalu dilanda kecemasan kemungkinan ada teror bom di setiap perayaan Natal dan Tahun Baru.
"Nah, pelaku tampaknya hanya ingin menebar ketakutan pada masyarakat saja, karena masyarakat memang masih belum bisa menghilangkan stigma bom Natal sejak kejadian bom Natal 10 tahun silam, yang ditebar kelompok Umar Patek," ujar Wawan kepada JPNN di Jakarta, kemarin.
Lebih lanjut, penulis buku "Terorisme Ancaman Yang Tiada Akhir" itu menjelaskan, pelaku bom botol di Samosir itu bukanlah kelompok teroris yang mapan, yang sudah punya jaringan kuat. Pelaku, menurutnya, hanya individu saja.
Indikasinya, lanjut dia, di benda yang mengheohkan itu tidak ditemukan detonator. "Karena untuk mendapatkan detonator itu bukan hal yang gampang. Kalau tidak punya jaringan, susah mendapatkan detonator," ujar Wawan, peneliti mengenai terorisme, yang secara khusus mendalami serangkaian ledakan bom di berbagai gereja pada malam Natal tahun 2000, itu.
Wawan mengibaratkan jaringan teroris dengan jaringan narkoba. Seorang yang bukan anggota jaringan narkoba, kata dia, tidak akan gampang untuk bisa mendapatkan narkoba. Begitu pun, jika bukan jaringan teroris, maka tidak akan gampang untuk mendapatkan detonator. "Karena jaringan itu tidak mudah percaya dengan orang lain yang bukan anggota jaringannya. Jadi, saya yakin pelaku di Samosir itu orang iseng," kata dia.
Orang iseng tapi bukan berarti pelakunya sembarangan kan? Wawan membenarkan hal itu. Kalau orang sembarangan, katanya, tidak akan mampu membaca situasi psikologis massa yang masih dilingkupi stigma bom Natal dan Tahun Baru.
"Orangnya pasti pintar karena dia bisa memanfaatkan situasi emosi massa yang masih was-was. Makanya dia letakkan benda itu di dekat gereja. Dia melakukan teror tapi hanya semampu dia saja," ulasnya.
Seperti diberitakan, warga Samosir di Desa Salaon Toba, Kecamatan Ronggur Nihuta dihebohkan dengan ditemukannya benda mencurigakan mirip bom di samping gereja Katolik stasi Salaon Toba, Paroki Santo Mikael. Penemuan itu semula adanya pengirim SMS gelap kepada warga di sekitar gereja, Jumat (28/12) malam.
Benda yang mirip bom itu berupa dua botol bir berukuran 600 ml berisi paku, dua baterai kering dan kabel listrik sekitar 40 cm. Benda tersebut di letak di samping gereja dan ditemukan oleh seorang jemaat gereja.
Keterangan yang diperoleh menyebutkan, penemuan benda tersebut berawal saat Camat Ronggur Nihuta, Krimson Manalu mendapat pesan singkat dari seseorang pada Jumat (28/12) malam sekitar pukul 23.30 WIB. Pesan yang dikirim orang tidak dikenal tersebut memberitahukan adanya bom yang diletakkan di areal gereja.
Ketua Tim Jihandak Poldasu Heri mengatakan bahwa benda yang diduga bom adalah merupakan botol, paku, batre dan kabel tetapi tidak ditemukan detonator dan pemicunya sehingga dipastikan benda itu tidak dapat meledak.
Namun kata Wawan, meski tidak meledak, penemuan benda itu sudah menebar ketakutan di masyarakat. "Dan itu target pelaku," pungkasnya. (sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Nakal, Dua Jaksa Tak Dipecat
Redaktur : Tim Redaksi