RUMBIA - Cuaca ekstrim masih melanda Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara (Sultra). Angin kencang disertai banjir robmemporak-porandakan rumah di sekitar pantai. Akibatnya, 67-an rumah di kawasan itu rusak. Tidak ada korban jiwa dalam bencana itu, namun puluhan kepala keluarga di daerah tersebut mengungsi ke rumah kerabatnya.
Banjir rob (banjir yang diakibatkan luapan air laut disertai gelombang besar ke daratan) terjadi di wilayah Poleang semenjak Selasa malam lalu. Namun dampak terberat baru dirasakan Sabtu dinihari kemarin. Kerusakan yang ditimbulkan sangat parah. Ada rumah yang dindingnya jebol, lantainya ambruk hingga ada rumah yang hanya menyisahkan beberapa tiang berdiri tegak di atas pondasi.
Puluhan rumah yang diterjang gelombang semuanya berdiri di bibir pantai. Lokasinya, terletak di tiga Desa yakni Matirowalie dan Boepinang Barat, Kecamatan Poleang, serta Desa Terapung, Kecamatan Poleang Tenggara. Rumah yang banyak diterjang gelombang pasang terletak di Desa Matirowalie.
"Dari hasil identivikasi kami sementara, tercatat 43 rumah yang diterjang rob di Matirowalie. Dari jumlah ini, 15 diantaranya rusak berat. Di Boepinang Barat, terdapat 5 rumah yang mengalami kerusakan akibat gelombang tinggi," kata Ridwan, S.Sos, kepala bidang kedaruratan dan logistik, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bombana saat berada di desa Matirowalie, pagi kemarin. Kerusakan belasan rumah itu bervariasi, mulai dinding dan lantainya hilang dibawa gelombang, hingga ada yang tidak bisa ditinggali lagi.
Warga yang rumahnya mengalami kerusakan berat, langsung mengungsi ke rumah kerabat atau tetangga mereka yang rumahnya jauh dari pinggir pantai. Sampai siang kemarin, BPBD baru sebatas melakukan identifikasi kerusakan, serta pemantauan lapangan. Jika terjadi intensitas gelombang yang masih tinggi, pihaknya akan menyiapkan posko darurat dan dapur umum. "Sampai sekarang tidak ada aktifitas ekenomi di sini (Matirowalie), karena rata-rata warganya berprofesi sebagai nelayan. Mereka tidak lagi melaut karena gelombang yang tinggi," sambungnya.
Gelombang tinggi disertai angin kencang diakui Kepala Desa Matirowalie, Sundusing, sudah empat hari berturut-turut terjadi. Setelah kejadian terparah Sabtu dinihari kemarin, masyarakatnya masih terus was-was. Sundusing menuturkan, gelombang dan angin kencang kerap terjadi di Matirowalie, namun yang mengalami kerusakan terparah seperti Sabtu dinihari kemarin, baru dirasakan lagi sejak 30 tahun terakhir.
"Biasanya angin kencang, sekarang disusul gelombang tinggi. Selain 43 rumah rusak, 15 diantaranya rusak berat. pengerasan jalan yang dikerja PNPM juga rusak karena materialnya turut disapu gelombang," katanya. Sundusing mengaku, banyaknya rumah-rumah yang rusak akibat gelombang juga disebabkan karena tidak adanya talud pemecah atau penghalang gelombang yang dibangun antara bibir pantai dan rumah warga. "Semua rumah rusak berdiri memanjang di bibir pantai tanpa pembatas," sambungnya.
Budiman, warga Matirowalie mengaku, baru merasakan ada angin kencang dan gelombang tinggi menerjang daerahnya. Kepala bidang SMP dan SMA, Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Bombana itu mengatakan, akibat cuaca ekstrim itu, rumah-rumah yang berdiri di bibir pantai sepanjang satu kilometer mengalami kerusakan.
Di Desa Terapung, Kecamatan Poleang Tenggara juga mengalami bencana gelombang tinggi. Di Desa yang terletak di tengah laut menuju pulau Kabaena ini, bencana rob menerjang 30 rumah. Menurut Kepala Desa Terapung, Syarifuddin, gelombang tinggi di Desa Terapung terjadi Jumat malam lalu, membuat Uking, Daeng Pacaa dan Syarifuddin kehilangan tiga rumah mereka. "Yang tersisa hanya beberapa tiang, sedangkan dinding, atap lantai serta isinya hilang disapu gelombang," katanya.
Ada juga tujuh rumah yang rusak, tapi mengalami kerusakan sedang. "Dari empat dusun di sini, semuanya diterjang gelombang. Namun yang terparah di dusun empat karena ada tiga rumah yang hilang bersama isinya," tutur Syarifuddin via ponselnya, siang kemarin. Pasca bencana rob itu, penduduk yang rumahnya rusak memilih mengungsi ke rumah keluarganya, sedangkan tiga kepala keluarga yang rumahnya hilang, menetap sementara di gedung sekolah di Desa Terapung.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bombana, Abu Kahar mengaku, gelombang pasang dan angin kencang di Bombana sudah terjadi sejak 8 hingga 11 Januari kemarin. Selama tiga hari berturut-turut, bencana alam ini menerjang 67 rumah. Abu Kahar merinci, di desa Matirowalie terdapat 43 rumah di Desa Terapung 13 rumah (bukan 30), 1 rumah di Sikeli, 5 rumah di Bepinang Barat serta 5 rumah lainnya di Kabaena Timur.
Kerusakan yang ditimbulkan bervariasi ada yang rusak berat, rusak ringan, dan terendam air. Selain rumah, air rob juga merusak 1 jembatan dan jalan lingkungan sepanjang 500 meter serta 60 meter talud penahan gelombang rusak berat. "Kerugian material ditaksir Rp 6,5 miliar ," ungkapnya. (nur)
Banjir rob (banjir yang diakibatkan luapan air laut disertai gelombang besar ke daratan) terjadi di wilayah Poleang semenjak Selasa malam lalu. Namun dampak terberat baru dirasakan Sabtu dinihari kemarin. Kerusakan yang ditimbulkan sangat parah. Ada rumah yang dindingnya jebol, lantainya ambruk hingga ada rumah yang hanya menyisahkan beberapa tiang berdiri tegak di atas pondasi.
Puluhan rumah yang diterjang gelombang semuanya berdiri di bibir pantai. Lokasinya, terletak di tiga Desa yakni Matirowalie dan Boepinang Barat, Kecamatan Poleang, serta Desa Terapung, Kecamatan Poleang Tenggara. Rumah yang banyak diterjang gelombang pasang terletak di Desa Matirowalie.
"Dari hasil identivikasi kami sementara, tercatat 43 rumah yang diterjang rob di Matirowalie. Dari jumlah ini, 15 diantaranya rusak berat. Di Boepinang Barat, terdapat 5 rumah yang mengalami kerusakan akibat gelombang tinggi," kata Ridwan, S.Sos, kepala bidang kedaruratan dan logistik, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bombana saat berada di desa Matirowalie, pagi kemarin. Kerusakan belasan rumah itu bervariasi, mulai dinding dan lantainya hilang dibawa gelombang, hingga ada yang tidak bisa ditinggali lagi.
Warga yang rumahnya mengalami kerusakan berat, langsung mengungsi ke rumah kerabat atau tetangga mereka yang rumahnya jauh dari pinggir pantai. Sampai siang kemarin, BPBD baru sebatas melakukan identifikasi kerusakan, serta pemantauan lapangan. Jika terjadi intensitas gelombang yang masih tinggi, pihaknya akan menyiapkan posko darurat dan dapur umum. "Sampai sekarang tidak ada aktifitas ekenomi di sini (Matirowalie), karena rata-rata warganya berprofesi sebagai nelayan. Mereka tidak lagi melaut karena gelombang yang tinggi," sambungnya.
Gelombang tinggi disertai angin kencang diakui Kepala Desa Matirowalie, Sundusing, sudah empat hari berturut-turut terjadi. Setelah kejadian terparah Sabtu dinihari kemarin, masyarakatnya masih terus was-was. Sundusing menuturkan, gelombang dan angin kencang kerap terjadi di Matirowalie, namun yang mengalami kerusakan terparah seperti Sabtu dinihari kemarin, baru dirasakan lagi sejak 30 tahun terakhir.
"Biasanya angin kencang, sekarang disusul gelombang tinggi. Selain 43 rumah rusak, 15 diantaranya rusak berat. pengerasan jalan yang dikerja PNPM juga rusak karena materialnya turut disapu gelombang," katanya. Sundusing mengaku, banyaknya rumah-rumah yang rusak akibat gelombang juga disebabkan karena tidak adanya talud pemecah atau penghalang gelombang yang dibangun antara bibir pantai dan rumah warga. "Semua rumah rusak berdiri memanjang di bibir pantai tanpa pembatas," sambungnya.
Budiman, warga Matirowalie mengaku, baru merasakan ada angin kencang dan gelombang tinggi menerjang daerahnya. Kepala bidang SMP dan SMA, Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Bombana itu mengatakan, akibat cuaca ekstrim itu, rumah-rumah yang berdiri di bibir pantai sepanjang satu kilometer mengalami kerusakan.
Di Desa Terapung, Kecamatan Poleang Tenggara juga mengalami bencana gelombang tinggi. Di Desa yang terletak di tengah laut menuju pulau Kabaena ini, bencana rob menerjang 30 rumah. Menurut Kepala Desa Terapung, Syarifuddin, gelombang tinggi di Desa Terapung terjadi Jumat malam lalu, membuat Uking, Daeng Pacaa dan Syarifuddin kehilangan tiga rumah mereka. "Yang tersisa hanya beberapa tiang, sedangkan dinding, atap lantai serta isinya hilang disapu gelombang," katanya.
Ada juga tujuh rumah yang rusak, tapi mengalami kerusakan sedang. "Dari empat dusun di sini, semuanya diterjang gelombang. Namun yang terparah di dusun empat karena ada tiga rumah yang hilang bersama isinya," tutur Syarifuddin via ponselnya, siang kemarin. Pasca bencana rob itu, penduduk yang rumahnya rusak memilih mengungsi ke rumah keluarganya, sedangkan tiga kepala keluarga yang rumahnya hilang, menetap sementara di gedung sekolah di Desa Terapung.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bombana, Abu Kahar mengaku, gelombang pasang dan angin kencang di Bombana sudah terjadi sejak 8 hingga 11 Januari kemarin. Selama tiga hari berturut-turut, bencana alam ini menerjang 67 rumah. Abu Kahar merinci, di desa Matirowalie terdapat 43 rumah di Desa Terapung 13 rumah (bukan 30), 1 rumah di Sikeli, 5 rumah di Bepinang Barat serta 5 rumah lainnya di Kabaena Timur.
Kerusakan yang ditimbulkan bervariasi ada yang rusak berat, rusak ringan, dan terendam air. Selain rumah, air rob juga merusak 1 jembatan dan jalan lingkungan sepanjang 500 meter serta 60 meter talud penahan gelombang rusak berat. "Kerugian material ditaksir Rp 6,5 miliar ," ungkapnya. (nur)
BACA ARTIKEL LAINNYA... DPRD Kecewa Pemekaran Morowali Utara Ditunda
Redaktur : Tim Redaksi