jpnn.com - JAKARTA – Bupati Tapanuli Tengah (Tapteng), Sumatera Utara, Raja Bonaran Situmeang mengaku siap diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan status sebagai sebagai tersangka kasus dugaan suap penanganan sengketa Pemilihan Kepala Daerah (PIlkada) Tapteng di Mahkamah Konstitusi (MK) beberapa waktu lalu. Bonaran yang sempat tak memenuhi panggilan pertama sebagai tersangka pekan lalu, siap diperiksa jika memang KPK melayangkan panggilan kedua.
“Suatu saat kalau dipanggil lagi, saya akan siap. Saya tidak ingin menghambat, saya akan ikuti prosedur. Kemarin lagi pembahasan APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,red). Kalau APBD terlambat, pegawai kan nggak bisa gajian. Makanya kemarin saya sudah mengirimkan surat ke KPK, mohon maaf tidak bisa hadir,” katanya saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (1/10).
BACA JUGA: Tuding SBY Tak Gubris Sinyal dari Megawati
Bonaran mengaku siap memenuhi panggilan pemeriksaan karena merasa apa yang disangkakan padanya tak berdasar. Selain itu, kata Bonaran, KPK juga tak punya alasan untuk menahannya jika nanti diperiksa sebagai tersangka.
Bonaran mengatakan, sengketa Pilkada Tapteng bergulir di MK saat masih dipimpin Mahfud MD. Bahkan, lanjut Bonaran, panel hakim MK yang menyidangkan sengketa Pilkada Tapteng juga bukan Akil.
BACA JUGA: Arif Wibowo: Setjen DPR Ikut Mengatur, Ada Apa?
Karenanya Bonaran mengaku tak punya dasar untuk menyuap Akil agar kemenangannya di Pilkada Tapteng tak dibatalkan di MK. Bahkan, Bonaran mengaku siap buka-bukaan rekeningnya di bank.
“Saya akan tunjukkan berapa rekening saya. Nggak usah Rp 1,8 miliar (jumlah suap yang disangkakan diberikan Bonaran pada Akil,red), jumlah uang saya waktu itu saja nggak ada segitu,” katanya.
BACA JUGA: Baru 7 Fraksi Ditetapkan, Ibas Pimpin FPD
Alasan lain, Bonaran juga mencurigai pada saat KPK menetapkannya sebagai tersangka, belum menemukan dua alat bukti. Pasalnya, KPK masih melakukan penggeledaan pada kantor pengacara yang sebelumnya didirikan Bonaran sebelum menjabat Bupati Tapteng.
“Katanya kan sudah ditemukan dua alat bukti, tapi kenapa harus digeledah lagi. Berarti masih mencari-cari (dua alat bukti). Belum ditemukan alat bukti untuk menempatkan saya sebagai tersangka,” katanya.
Selain itu, Bonaran juga mengaku heran dengan langkah KPK menggeledah kantornya di kawasan Salemba, Jakarta Pusat. Apalagi dirinya sama sekali tidak tahu di mana persisnya letak kantor tersebut. Sebab sejak menjadi bupati, Bonaran belum pernah sekalipun menjejakkan kaki di kantor pengacara itu.
“Sebelum jadi bupati waktu masih pengacara, kantor saya itu kan di Hayam Wuruk. Nah kantor itu kemudian pindah ke Salemba. Sejak pindah sampai hari ini, saya belum pernah ke sana. Di mana kantornya pun saya enggak tahu,” katanya.
Meski begitu Bonaran kembali menegaskan siap menghadapi proses hukum yang dihadapinya saat ini. Karena sebagai warga negara yang baik, semua harus patuh pada ketentuan undang-undang. Termasuk KPK dalam menjalankan UU harus benar-benar sesuati aturan.
“Jadi intinya saya akan siap menghadapinya. Ada prosedur yang harus kita ikuti,” katanya.
Sebagaimana diberitakan, KPK pada Jumat (26/9) lalu, menjadwalkan pemeriksaan terhadap Bonaran. Namun yang bersangkutan tidak dapat hadir dikarenakan suatu alasan tertentu.
“Karena yang bersangkutan tidak hadir, maka dalam waktu dekat KPK akan melakukan panggilan untuk yang kedua kalinya,” ujar Juru Bicara KPK, Johan Budi.
Bonaran ditetapkan sebagai tersangka setelah KPK mengembangkan kasus yang menjerat mantan Ketua MK Akil Mochtar. Ia disangka melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.(gir/jpn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Paripurna DPR Ricuh, Kader FPDIP Geruduk Pimpinan
Redaktur : Tim Redaksi