Boni Hargens Bicara Kriteria Calon Kapolri Pengganti Jenderal Idham Azis

Selasa, 16 Juni 2020 – 22:00 WIB
Analis Politik sekaligus Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) Boni Hargens. Foto: Dok. LPI

jpnn.com, JAKARTA - Analis Politik sekaligus Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) Boni Hargens mengatakan sejak 2016, menjelang pilkada DKI Jakarta 2017, sejarah bangsa Indonesia menyaksikan gejolak sosial dan gejolak politik terjadi di ruang publik secara bersamaan.

Gangguan keamanan entah terkait toleransi di tengah masyarakat, ancaman terorisme, ataupun gejolak politik elektoral benar-benar menguji kesabaran dan kekuatan institusi keamanan kita.

BACA JUGA: Boni Hargens Mengaku Sudah Kantongi Nama Para Tokoh yang Ingin Merancang Kudeta

Menurut Boni, dalam praktik demokrasi yang belum begitu stabil seperti ini, negara harus kuat. Kuat tidak dalam pengertian otoriter. Tetapi kuat dalam pengertian tegas dalam menegakkan aturan hukum dan tahu dengan bijak kapan harus memakai kekuatan koersif dalam merespons ancaman, tantangan, gangguan, dan hambatan yang muncul dalam lingkungan strategis berbangsa dan bernegara.

“Untuk itu, perlu ada kepemimpinan yang kuat, nasionalis, dan demokratis di lingkungan penegak hukum, terutama Kepolisian Republik Indonesia yang sebentar lagi harus memiliki kepala kepolisian yang baru karena Kapolri sekarang memasuki masa pensiun,” kata Boni dalam keterangan persnya, Selasa (16/6).

BACA JUGA: Dukung Pernyataan Boni Hargens, Mukhlis Ramlan Ucapkan Kalimat Keras Kepada Fadli Zon dan Razikin

Menurut Boni, ada sejumlah syarat untuk Kapolri baru ke depan. Pertama, sosok nasionalis yang tegas, berani, dan paham prinsip-prinsip demokrasi sipil.

“Menghadapi gejolak sosial dan politik yang terus berlangsung entah di level daerah ataupun nasional memang memerlukan figur yang kuat dalam prinsip, tegas dalam bertindak, dan tulus mengadi pada bangsa dan Negara,” katanya.

BACA JUGA: Ratusan Kapal Nelayan Kepung Kapal Perang TNI AL, Ada Apa?

Kedua, Polri membutuhkan pimpinan baru yang dapat memperkuat kerja sama lintas sektoral, koordinasi antaragensi dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI), termasuk dengan Badan Intelijen Negara (BIN) supaya ada sinergi dalam merespons ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan yang muncul.

Seperti dalam isu rasisme Papua yang bergejolak saat ini, polisi tidak bisa bekerja sendirian. Perlu ada koordinasi yang kuat dan efektif dengan BIN untuk pengumpulan dan analisis informasi, dan dengan institusi TNI apabila diperlukan.

Ketiga, kapolri yang baru mesti sosok yang sejalan dengan visi dan misi penegakan hukum pemerintahan Presiden Jokowi.

Dari awal pemerintahan Presiden Jokowi tahun 2014, TNI dan Polri selalu menjadi kekuatan utama yang menopang keamanan dalam berbagai gejolak yang terjadi di tengah masyarakat.

Hal itu harus dipertahankan. Apalagi 2024 akan menjadi titik balik yang cukup menegangkan bagi hidup berdemokrasi kita sebagai bangsa. Pertarungan antara kaum nasionalis dan kelompok radikal benar-benar akan mewarnai kompetisi pemilu 2024 maka kepolisian haruslah menjadi garda terdepan dalam menegakkan hukum, menindak setiap bentuk pelanggaran hukum oleh oknum-oknum yang mengatasnamakan agama untuk merusak toleransi, kebebasan sipil, dan integrasi sosial di tengah masyarakat Indonesia yang beragam.

Keempat, Kapolri yang baru harus melanjutkan prestasi beberapa kapolri sebelumnya, termasuk prestasi Pak Idham Azis dalam memerangi kejahatan besar seperti sindikat narkoba dan sindikat perdagangan manusia.

Ke depan, menurut Boni, perlu ada terobosan baru dalam dua kejahatan besar itu karena generasi muda bangsa ini harus diselamatkan dari bahaya narkoba. Selain itu, perdagangan manusia (human trafficking) harus diberantas tuntas. Tidak hanya menangkap para pelaku dalam negeri, tetapi juga perlu kerja sama dengan yurisdiksi internasional untuk menangkap jaringan mereka di luar negeri.

“Penjualan manusia sudah puluhan tahun menyasar mayoritas masyarakat kelas bawah yang memang lemah secara ekonomi. Saatnya kejahatan macam ini harus diberantas sampai ke akar-akarnya,” katanya.

Kelima, kapolri baru mesti memiliki potensi akseptabilitas yang memadai dari internal kepolisian. Itu penting supaya manajemen institusi bisa berjalan dengan baik, terutama ketika kapolri menyalurkan perintah dari pusat ke daerah dalam pelaksanaan tugas-tugas penegakan hukum.

Menurutnya, Kapolda-kapolda mesti betul-betul bersinergi dengan kapolri dalam hal visi dan misi, bukan hanya formalitas. Hal itu nanti berdampak pada polres-polres di tingkat kabupaten/kota.

“Selama ini, kita mengapresiasi soliditas kelembagaan di polri yang begitu kuat. Itu harus terus dipertahankan karena ke depan, tantangan bangsa ini akan lebih besar lagi dalam merawat Pancasila dan UUD 1945,” katanya.(fri/jpnn)

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler