Bonnie Triyana Ungkap 10 Warisan Kolonialisme yang Masih Tersisa hingga Kini

Sabtu, 17 Juni 2023 – 18:29 WIB
Sejarawan Bonnie Triyana mengungkapkan perilaku kolonialitas yang melekat di tengah kehidupan masyarakat hingga saat ini. Foto: source for jpnn

jpnn.com, JAKARTA - Sejarawan Bonnie Triyana mengungkapkan perilaku kolonialitas yang melekat di tengah kehidupan masyarakat hingga saat ini.

Hal itu diungkapkan pria asal Lebak itu dalam pidato kebudayaan yang disampaikan di hadapan ratusan warga yang hadir dan berkumpul di Pendopo Museum Multatuli (16/6) tadi malam.

BACA JUGA: Raja Charles & Dosa Kolonialisme

"Kolonialitas sebagai sebuah konsep untuk menggambarkan dampak sosial, budaya, dan epistemik dari kolonialisme masih bisa kita kenali hingga hari ini, mengacu pada cara-cara warisan kolonial yang berdampak pada sistem budaya dan sosial serta pengetahuan dan produksinya," kata Bonnie Triyana, Jumat (16/6).

Bonnie mencatat paling tidak ada 10 hal dalam kehidupan sehari-hari yang masih terwarisi dampak kolonialisme di berbagai bidang.

BACA JUGA: Perhatikan Kaum Marginal, Bonnie Triyana Jadi Pembicara di Museum Multatuli

Di sektor pendidikan, misalnya. Pemerintah kolonial menyediakan pendidikan tidak untuk semua golongan, melainkan hanya kepada kaum bangsawan yang semenjak kedatangan kolonialisme ke Indonesia, menjadi rekan sejawat dalam memerintah negeri ini.

"Hanya golongan elit yang mampu mengakses pendidikan bermutu tinggi tersebut hari ini, sebagaimana golongan bangsawan di masa lalu," jelasnya.

BACA JUGA: PM Belanda Akui Kemerdekaan RI 17 Agustus 45, Bonnie Triyana Sampaikan Catatan Kritis

Bidang lain, kata Bonnie masih terwarisi kolonialisme adalah berlangsungnya feodalisme sebagai hal paling erat di sistem politik Indonesia.

Sejak terbentuknya VOC pada 1602 mulai berlaku sebutan bupati yang diartikan sebagai sebutan para anggota kelompok elit yang berdinas.

"Mereka dipilih atas hubungan darah, keturunan , dan banyaknya pemberian upeti. Bahkan cara kerja pemilihan ini dibuat oleh petinggi pribumi, sedangkan Gubernur VOC tidak tahu," ungkapnya.

Ternyata, lanjut Bonnie, feodalisme memang berangkat dari pribumi sendiri yang memiliki keistimewaan atas kekayaan yang dimiliki.

"Mereka dipilih atas dasar kepemilikannya, bukan seberapa bagus kinerjanya," tuturnya.

Kemudian, Adipati memiliki tugas untuk memantau kegiatan masyarakat dalam sektor agraris dan pemberian upeti.

Adipati bahkan mengumpulkan upeti dari masyarakatnya. Selain itu, jabatan-jabatan terendah seperti kepala distrik diwajibkan untuk memberikan hadiah kepada atasannya agar jabatannya bisa bertahan.

"Pemberian hak istimewa kepada mereka tidak sepadan dengan kinerja yang dilakukannya. Hal ini memiliki pola yang sama pada saat ini, dengan nuansa feodalisme gaya baru yang hari ini praktiknya bisa kita lihat berkelindan dalam praktik demokrasi elektoral," paparnya.

Bonnie juga menyoroti sektor kesehatan yang sejak zaman Belanda banyak warga belum terpenuhi kebutuhan dasar gizinya.

Hal itu mengakibatkan kekurangan gizi dan bertendensi pada stunting yang menjadikan tumbuh kembang anak terhambat.

Demikian halnya dengan diskriminasi rasial yang secara formal sejak 1812 merancang aturan melalui lewat kesepakatan Belanda dan kesultanan untuk melindungi orang Tionghoa dan melahirkan banyak masalah.

Belanda juga menganggap orang Jawa sebagai orang yang mendalami sejarah, tetapi tertinggal dalam segi perkembangan ilmiah lewat “mitos pemalas”.

Trauma terhadap paham kiri dan kanan juga jadi hal lain yang disorot Bonnie. Kekerasan sering dilazimkan sebagai resolusi saat merespons segala hal yang terjadi di status quo. Bonnie tegas menolak mitos buruh pemalas.

"Jadi mitosnya, kalau gaji buruh dinaikan, maka akan makin malas bekerja," papar Bonnie.

Selain itu, Bonnie juga memberikan kritik terhadap praktik stratifikasi sosial dan menyebabkan diskriminasi terhadap kelas bawah.

"Jabatan-jabatan tertinggi terus diisi oleh pihak yang kuat dan mempunyai hak istimewa sedari awal. Ketika mereka sudah berada di strata atas, maka dengan mudahnya membuat kebijakan yang bisa menyengsarakan kelas bawah. Seperti pungutan liar dalam sekolah, setoran atau pemberian hadiah kepada atasan, dan gratifikasi," urainya.

Bonnie ikut mengecam patriarki dalam politik. Kolonialisme merangkul feodalisme yang melestarikan sistem patriarkis yang cara kerjanya masih berlaku hingga hari ini.

Terakhir, Bonnie menyorot apartheid dalam pembangunan kota. Bukan rahasia lagi jika pengembang perumahan kelas menengah atas mampu menghadirkan berbagai fasilitas umum dan sosial bagi warganya.

"Jauh lebih baik dari warga yang tinggal di perkampungan tanpa kehadiran berbagai fasilitas sebagaimana yang dinikmati oleh mereka yang hidup di dalam kompleks perumahan elit," pungkas Bonnie.(mcr10/jpnn)


Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler