Raja Charles & Dosa Kolonialisme

Minggu, 07 Mei 2023 – 14:48 WIB
Big Ben dan bendera Inggris di London. Foto: REUTERS/Stefan Wermuth

jpnn.com - Charles III resmi dinobatkan sebagai raja Inggris pada, Sabtu (6/5). Penobatannya dilaksanakan dengan pesta meriah yang dihadiri ribuan tokoh dari seluruh dunia.

Keluarga kerajaan, kepala negara, dan pejabat dari seluruh dunia hadir di London untuk menghadiri penobatan yang mempertunjukkan tontonan militer tak tertandingi di Inggris selama 70 tahun itu.

BACA JUGA: Presiden Porno

Tujuh ribu tentara berparade dengan 19 band militer dalam prosesi penobatan yang membentang ratusan meter. Parade itu merupakan yang terbesar sejak penobatan Ratu Elizabeth II pada 1953.

Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak dengan bangga mengataka peristiwa itu adalah ekspresi bangga dari sejarah, budaya, dan tradisi Inggris raya. Peristiwa itu merupakan pertunjukan nyata dari karakter modern negara Inggris.

BACA JUGA: Raja Kodok

Prosesi tersebut merupakan bagian dari ritual yang dihormati dalam sebuah era baru.

Namun, ada rasa ironis dari pernyataan Sunak karena dia merupakan perdana menteri pertama di Inggris yang merupakan keturunan imigran India, sebuah negara jajahan Inggris di masa lalu.

BACA JUGA: Heinrich XIII

Pesta itu seolah untuk menunjukkan sisa-sisa kebesaran Inggris sebagai sebuah imperium besar yang pernah menjajah wilayah terluas di dunia. Wilayah jajahannya membentang dari Afrika sampai Asia.

Salah satu negara yang paling lama dan paling menderita akibat penjajahan Inggris ialah India.

Karena itu, ada rasa ironi ketika generasi Rishi Sunak membanggakan kehebatan Inggris yang pernah menjajah dan mengeksploitas tanah leluhurnya selama kurun waktu yang lama.

Para pencinta monarki yang fanatik mengelu-elukan penobatan Raja Charles dengan penuh antusiasme. Mereka telah berkemah selama berhari-hari di sekitar tempat acara untuk bisa menyaksikan kemunculan Raja Charles dan keluarganya.

Sebanyak empat ribu pasukan mengambil bagian dalam prosesi penobatan, saat raja dan ratu diarak dengan kereta emas dari Istana Buckingham menuju ke tempat penobatannya di Westminster Abbey.

Di balik kemegahan seremoni tersebut, Istana Buckingham menyimpan drama keluarga yang layak menjadi cerita telenovela.

Putra kedua Charles, Pangeran Harry, telah melepas status ningratnya di Kerajaan Inggris. Harry memilih hidup bersama istrinya, Meghan Markle, dan menjalani kehidupan sebagai manusia biasa di Amerika Serikat.

Harry menikahi Meghan Markle, aktris bekulit hitam yang berstatus janda. Pernikahannnya tidak sepenuhya diterima oleh keluarga istana.

Meghan yang blasteran kulit hitam menjadi sasaran olok-olok rasis oleh keluarga istana. Karena olok-olok itu pula Harry memutuskan untuk meninggalkan istana.

Dalam prosesi penobatan Raja Charles, Pangeran Harry hadir tetapi tidak memakai seragam militer sebagaimana kakaknya, Pangeran William.

Kisah cinta keluarga Istana Buckingham menjadi sasaran pemberitaan tabloid Inggris yang tidak ada habisnya. Rata-rata keluarga Kerajaan Inggris mempunyai cerita rumah tangga yang selalu menjadi sasaran gosip.

Raja Charles menikah dengan Ratu Camilla. Saat masih beristrikan Putri Diana, Charles sudah berselingkuh dengan Camilla yang bersuamikan Andrew Parker Bowles.

Rumah tangga adik Raja Charles, Pangeran Andrew, juga berakhir dengan perceraian. Pernikahan Andrew dengan Sarah Ferguson berantakan.

Andrew diduga terlibat dalam berbagai skandal seks yang melibatkan gadis-gadis di bawah umur di Amerika Serikat.

Sutradara dan produser film Jeffrey Epstein sekarang tengah menjalani hukuman penjara karena kejahatan seksual pedofilia yang melibatkan gadis-gadis di bawah umur. Epstein sering mengadakan pesta seks dengan gaus-gadis di bawah umur dengan mengundang orang-orang terkenal dari Amerika dan Eropa.

Pangeran Andrew berteman dekat dengan Epstein. Ningrat Inggris itu sering ikut dalam pesta-pesta yang diselenggarakan oleh Epstein.

Kendati demikian, Pangeran Andrew masih bebas dari dakwaan.

Skandal seks dan skandal rumah tangga keluarga kerajaan tidak patut menjadi teladan masyarakat umum. Karena itu, tidak semua warga Inggris menyukai keberadaan keluarga kerajaan.

Para penggemar sepak bola Inggris bahkan mencemooh prosesi mengheningkan cipta di stadion untuk menghormati kematian Ratu Elizabeth II.

Klub-klub sepak bola besar Inggris, seperti Manchester United dan Liverpool, harus berhati-hati dalam menyambut penobatan Raja Cahrles karena tahu bahwa tidak semua suporter klub itu menyukai keluarga kerajaan.

Raja Charles mewarisi sejarah ibunya, Ratu Elizabeth II, yang banyak disukai di dalam negeri maupun di luar negeri, meskipun pernah menjadi penjajah. Era Charles sekarang menjadi ujian bagi reputasi kerajaan Inggris di dunia internasional.

Setelah Perang Dunia II, peran Inggris sebagai superpower dunia harus diserahkan kepada Amerika Serikat. Inggris merosot menjadi bawahan Amerika dan tidak bisa mempertahanan supremasinya sebagai superpower dunia.

Inggris berusaha mempertahankan dominasi lamanya dengan membentuk negara Persemakmuran yang merupakan gabungan dari negara-negara bekas jajahan Inggris.

Tidak semua negara Persemakmuran merasakan manfaat dari organisasi ini. Mereka menjadikan organisasi itu sekadar tempat bernostalgia dan mengenang romantisme sejarah dari kebesaran masa lalu.

Negara-negara Persemakmuran tidak lebih dari sekumpulan negara yang mempunyai pengalaman sejarah penjajahan yang sama. Banyak di antara negara-negara itu yang ingin sepenuhnya lepas dari Inggris.

India sudah resmi menjadi republik, tetapi secara kultural masih mempunyai hubungan yang erat dengan Inggris.

Australia dan Selandia Baru menjadi negara kulit putih anggota Persemakmuran yang paling terpencil karena letaknya yang jauh dari Eropa. Kedua negara ini mempunyai perasaan yang campur baur terhadap Inggris.

Studi postkolonialitas menunjukkan gerakan untuk melepaskan diri dari Inggris makin kuat di banyak negara Persemakmuran, karena keanggotaan di organisasi itu dianggap tidak relevan.

Gerakan republikanisme di Australia sangat kuat didorong oleh Partai Buruh yang berpendapat bahwa masa depan Australia bergantung pada Asia, bukan kepada Eropa dan Inggris.

Gerakan republikanisme di Australia sering mencemooh hubungan dengan Inggris yang jaraknya ribuan kilometer dan mengalahkan hubungan dengan tetangga Asia yang lebih dekat.

Aktivis republikanisme Australia mencemooh hari libur nasional ‘Queen’s Mother’s Birthday’ yang digelar untuk menghormati ulang tahun ibunda Ratu Elizabeth.

Dosa-dosa penjajahan kolonialisme Inggris sekarang mulai digugat secara terbuka. Inggris telah mengeruk kekayaan negara-negara jajahannya dan melakukan penjajahan budaya yang dampak negatifnya dirasakan sampai sekarang.

Inggris harus bertanggung jawab terhadap dosa kolonialisme di masa lalu. Raja Charles mewarisi takhta yang penuh tantangan.

Kerajaan Inggris tidak mungkin bisa mendapatkan kembali kejayaan besarnya di masa lalu. Di era Raja Charles sekarang ini monarki Inggris makin kehilangan relevansi sejarah.

Kerajaan Inggris masih akan tetap eksis, tetapi hanya sekadar menjadi objek budaya dan wisata.(***)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Revolusi Prancis


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler