jpnn.com, JAKARTA - PT Bank Central Asia Tbk (BCA) membagikan pandangan tren perbankan di masa depan.
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja menilai transaksi hybrid bakal menjadi cara untuk memenuhi kebutuhan nasabah dan masyarakat.
BACA JUGA: KPR BCA ONLINEXPO, Banjir Promo
Transaksi hybrid merupakan gabungan antara transaksi digital dan fisik.
Mengapa hybrid?
BACA JUGA: Dua Bos BCA Menyingkap Data, Jangan Kaget dengan Hasilnya
Menurut Jahja, meski transaksi digital banking booming di industri perbankan. Namun, dia menyakini mustahil untuk perbankan menerapkan semua transaksinya secara digital.
Fakta itu didapatkan BCA saat mengalami kendapa akibat pandemi Covid-19 terjadi pada 2020 lalu.
BACA JUGA: Ramalan Presdir BCA Terkait Perekonomian Indonesia 2021, soal NPL hingga Kredit, Begini...
Jahja berujar industri perbankan juga merasakan dampaknya seperti seretnya penyaluran kredit.
Saat masuk masa pandemi, penyaluran Kredit Perumahan Rakyat (KPR) BCA yang biasanya Rp 2 triliun per bulan turun menjadi Rp 800 miliar sampai Rp 1 triliun per bulannya.
"Kemudian apa yang kita lakukan? kita buat pameran virtual, nah disitu ternyata meningkat terus sampai akhir tahun sudah Rp 1,8 triliun. Awal tahun ini kita bahkan sudah bisa jual KPR Rp 3 triliun per bulan melebihi masa sebelum pandemi dan bukan dengan event offline," ujar Jahja dalam webinar Warta Ekonomi bertajuk Collaboratin Digital Banking & Insurance Synergizing To Survive During & Covid 19 di Jakarta, baru-baru ini.
Lalu apakah pameran virtual ini murni dilakukan secar digital? Jahja bilang tidak juga.
Jahja menyebut inilah yang dia bilang hybrid transaction terjadi. Dalam pameran virtual tersebut transaksi yang besar-besar tetap diperlukan transaksi secara fisik dan bantuan SDM BCA.
"Untuk small transaction yes, untuk big transaction imposible full digitalize pasti ada intervensi manusia. hanya 30 persen di event kita yang transaksinya bisa end to end, 70 persen dibantu oleh para orang BCA," tegas Jahja. (mcr10/jpnn)
Redaktur : Elvi Robia