Bos Cabul Berpeluang Mati di Dalam Penjara

Selasa, 24 Mei 2016 – 09:28 WIB
Sony Sandra usai mengikuti sidang di PN Kabupaten Kediri, 9 Mei 2016. Foto: RADAR KEDIRI

jpnn.com - KEDIRI – Pengusaha cabul Sony Sandra, 60, bakal merasakan hidup di dalam penjara hingga pikun, bahkan mungkin sampai napas terakhir. 

Pasalnya, setelah divonis 9 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri (PN) Kota Kediri, predator anak itu kembali dijatuhi hukuman 10 tahun penjara oleh PN Kabupaten Kediri kemarin (23/5). Selain dihukum 10 tahun penjara, Sony didenda Rp 300 juta. 

BACA JUGA: DPRD Desak Polisi Tangkap Pelaku Pulihkan Nama Baik Bupati

Karena berlaku akumulasi hukuman, terdakwa kasus persetubuhan atas anak-anak di bawah umur tersebut harus menjalani hukuman 19 tahun penjara.

Sidang kedua di PN Kabupaten Kediri kemarin dimulai pukul 10.30 dan berakhir 13.00. Disaksikan puluhan media beserta golongan masyarakat, sidang digelar secara terbuka. 

BACA JUGA: Istri Cantik Minta Dipeluk, Suami Malah Ngamuk Minta Cerai

Putusan majelis hakim yang diketuai I Komang Dediek itu jauh lebih ringan daripada tuntutan tim jaksa penuntut umum (JPU) yang menuntut hukuman penjara 14 tahun dan denda Rp 300 juta. 

Jika terdakwa tidak bisa membayar denda, hukuman akan ditambah 6 bulan penjara. ”Terdakwa terbukti dan sah telah melakukan tindak pidana,” ujar Komang dalam sidang kemarin.

BACA JUGA: Ini Alasan Siswa Mengadang Kereta Api di Stasiun Gubeng

Dalam putusannya, Komang menerangkan bahwa Sony terbukti telah melanggar pasal 81 ayat 2 Undang-Undang (UU) RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana diubah dan ditambahkan dengan UU RI 35/2014 tentang perubahan atas UU RI 23/2002 tentang Perlindungan Anak juncto pasal 65 ayat 1 KUHP. 

Komang dan dua hakim anggotanya, Purnomo Suryo Adi dan Lila Sari, menganggap hal yang melanggar hukum adalah Sony telah terbukti dengan sengaja membujuk anak untuk melakukan persetubuhan. ”Terdakwa telah membujuk anak di bawah umur melakukan persetubuhan dengannya berkali-kali,” ucap Komang.

Hal yang masuk dalam unsur membujuk antara lain adalah setiap akan melakukan persetubuhan dengan korbannya, yaitu CA dan AP, Sony selalu memberikan pil antihamil hingga korban pusing-pusing. Gigi korban juga gemeretak dan wajahnya memerah. 

Bukan hanya itu, setiap akan melakukan persetubuhan, Sony selalu mengiming-imingi bakal memenuhi semua kebutuhan korban. ”Unsur membujuk telah terpenuhi,” ujar Komang.

Unsur melakukan persetubuhan dengan anak-anak di bawah umur juga diketahui karena CA saat persetubuhan itu berlangsung masih berumur 15 tahun dan AP 12 tahun. 

Selain kesaksian dua korban yang dihadirkan JPU, hakim mendapat keterangan dari petugas Hotel Bukit Daun yang menyaksikan Sony kerap menyewa kamar pada hari yang sama dengan pengakuan korban.

Selain itu, catatan pelat nomor sedan Toyota Vios warna perak yang dimiliki petugas keamanan identik dengan kendaraan Sony saat menginap di Hotel Bukit Daun bersama para korbannya. Meski dilakukan atas kemauan korban dan diikuti pembayaran uang, tindak persetubuhan dengan anak di bawah umur tak bisa ditoleransi UU.

Komang juga menjelaskan, hal yang memberatkan hukuman bagi Sony adalah perbuatannya bertentangan dengan nilai-nilai kesusilaan dan terdakwa tidak mengakui perbuatannya. 

Selain itu, Sony tidak menyesali perbuatannya. ”Adapun hal yang meringankan adalah terdakwa bersikap sopan di persidangan,” kata dia.

Setelah mendengarkan putusan hakim, terdakwa dan jaksa memutuskan untuk pikir-pikir. Terlihat Sony masih berkoordinasi dengan tim kuasa hukumnya. Kemudian, dengan dijaga barikade pengawal kejaksaan dan kepolisian, Sony kembali ke ruang tahanan pengadilan. 

Ketika dikonfirmasi seusai sidang, pengacara Sony, Sudiman Sidabuke, menyatakan belum bisa memastikan apakah kliennya memilih menerima atau mengajukan banding. Namun, terkait dengan putusan itu, Sudiman mengaku terang-terangan kecewa. ”Unsur membujuk ini perlu dikaji lagi,” tegas dia.

Sebab, menurut Sudiman, dalam penguraian hakim, korbanlah yang dari awal memang sedang butuh uang. Ada kesan menawarkan diri dan bisa dibilang korban adalah cewek nakal. Karena itu, tidak ada sedikit pun uraian bahwa Sony membujuk korban agar mau melakukan persetubuhan dengannya. 

Namun, tiba-tiba dalam putusannya hakim langsung menyebut Sony membujuk. ”Dalam uraian hakim jelas karena cewek itu butuh uang, tapi kok saat putusan bisa membujuk? Ini seperti diklop-klopkan agar masuk pasal 81,” tudingnya.

Sudiman juga menyoal penerapan pasal 65 KUHP tentang penggabungan perbuatan pidana yang menjadi dasar putusan hakim yang tak seharusnya membuat terdakwa disidang di dua pengadilan secara berbeda. ”Dengan tindak pidana dan materi pemeriksaan yang sama, seharusnya kasus ini cukup disidangkan di satu pengadilan saja,” kata Sudiman. Dengan begitu, Sony Sandra hanya akan menerima satu putusan pidana sesuai pasal yang disangkakan UU 23/2002 tentang Perlindungan Anak yang memiliki ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara. 

Berbeda dengan terdakwa yang masih pikir-pikir, JPU justru langsung mengajukan upaya banding. Mereka menganggap putusan tersebut belum memenuhi rasa keadilan masyarakat dibanding perbuatan yang telah dilakukan terdakwa. 

”Kami sudah berkonsultasi dengan kejaksaan tinggi dan memerintahkan mengajukan banding,” kata Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Kediri Pipuk Firman yang hadir di pengadilan.

Pipuk berharap pengadilan menjatuhkan hukuman sesuai dengan tuntutan jaksa 14 tahun penjara. Sebab, perilaku terdakwa telah merusak masa depan anak-anak. Selain itu, perbuatan tersebut telah menjadi perhatian masyarakat luas dan memicu keresahan. (fiz/ant/c9/kim)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ditabrak Kereta, Siswa SMA Masih Hidup, Ini Kata Ahli Kejiwaan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler