Boy Rafli Minta Semua Pihak Berhati-hati dengan Ajaran Radikalisme Berkedok Agama

Senin, 04 Juli 2022 – 17:59 WIB
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Boy Rafli Amar dan Rektor IPDN Hadi Prabowo dalam kuliah umum bertajuk Deteksi Dini Modus Perkembangan Gerakan Radikalisme yang diselenggarakan Kampus IPDN Jatinangor, Jawa Barat, Senin (4/7). Foto: IPDN

jpnn.com, JATINANGOR - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Boy Rafli Amar meminta praja IPDN untuk mengantisipasi ajaran radikalisme yang dibalut dengan agama. Dia menilai para terorisme lihat menggunakan cara itu untuk merekrut anggota.

Boy menegaskan praja IPDN harus berhati-hati kepada dakwah atau kajian yang berkedok agama, tetapi di dalamnya terdapat ajaran-ajaran radikalisme atau terorisme yang disisipi.

BACA JUGA: Komjen Boy Rafli Sebut TNI AD Salah Satu Kekuatan Utama Penanggulangan Terorisme

“Praja calon pimpinan masa datang harus benar-benar dapat membedakan mana yang dakwah agama, mana yang benar-benar menjadi rencana penuh dengan kekerasan," kata Boy saat memberikan kuliah umum bertajuk Deteksi Dini Modus Perkembangan Gerakan Radikalisme yang diselenggarakan Kampus IPDN Jatinangor, Jawa Barat, Senin (4/7).

Eks Kapolda Papua itu juga menyampaikan potensi ancaman terorisme di Indonesia menempati urutan ke-24 dari 162 negara menurut Global Terrorism Index (GTI) 2022.

BACA JUGA: Komjen Boy Rafli Bicara Soal Kekerasan Atas nama Agama di Depan Delegasi dari Al-Azhar

Di sisi lain, United Nation menemukan fakta pada masa pandemi, radikalisasi di sosial media mengalami peningkatan. Termasuk di Indonesia, 202 juta orang menggunakan internet dan 80 persennya pemilik akun media sosial. Dari 80 persen pemilik akun medsos ini, 60 persen adalah kalangan muda.

"Itulah yang menjadi target kelompok jaringan terorisme global. Di mana teroris ini mengembuskan narasi-narasi kebencian kepada pemerintah,"tuturnya.

BACA JUGA: Komisi I DPR: Radikalisme di Medsos Tidak Boleh Dibiarkan

Menurut eks Kadiv Humas Polri itu, ketimpangan dalam pelayanan publik dan pemerintah menjadi pintu masuk untuk dibangunnya semangat permusuhan kepada negara.

“Jaringan terorisme ini memiliki tujuan politik untuk mendelegitimasi kekuatan supra politik di pemerintahan masing-masing dan berharap bisa eksis di negara tersebut," ujarnya.

Boy menjelaskan jika sudah menghalalkan kekerasan berarti tidak mengacu pada agama mana pun. Sebab, semua agama tidak memperbolehkan adanya kekerasan, sedangkan kelompok teroris ini menggunakan agama untuk kepentingan politik agar mereka berkuasa.

Rektor IPDN Hadi Prabowo meminta praja untuk betul-betul mencermati pembekalan yang diberikan oleh Kepala BNPT ini sebagai pedoman yang harus dipahami. Terutama terkait paham-paham atau kelompok-kelompok yang mendukung intoleransi, radikalisme, dan terorisme.

“Adanya radikalisme dimulai dengan adanya intoleransi lalu menjadi ekstrimis dan berkembang menjadi terorisme. Hal ini tentunya harus menjadi kewaspadaan kita semua, apalagi sekarang ini selalu berkedok agama," ujarnya.

Hadi juga sangat menyayangkan sekelompok oknum yang selalu membawa agama tertentu sebagai kedok atau media untuk mengajarkan radikalisme dan terorisme.

"Jangan menjadikan agama sebagai kedok atau media dari radikalisme dan terorisme. Kita harus mampu memilih dengan baik pendakwah agama, sehingga kita bisa menangkal radikalisme. Intoleransi, radikalisme, dan terorisme adalah musuh bangsa Indonesia," tandas dia. (tan/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ledakan Besar di Banyumas Terkait Terorisme?


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler