Boyong Keluarga Tinggalkan Indonesia Demi Menjadi Guru

Selasa, 04 Juni 2013 – 08:59 WIB
Kepala Sekolah Indonesia Bangkok, Tjatur Prasetyawati (tengah,blazer hitam) bersama jajaran guru. Foto: Afni Zulkifli/JPNN
KECINTAAN Tjatur Prasetyawati pada profesi guru, mengantarkannya jauh meninggalkan kampung halamannya di Perum Sinar Patimura Salatiga, Jawa Tengah untuk pergi mengajar ke luar negeri. Namun ia tak pernah mengeluh. Tjatur menikmati tugasnya sebagai guru sekaligus kepala sekolah di satu-satunya lembaga pendidikan bagi anak-anak Indonesia di Bangkok, Thailand.

LAPORAN: Afni Zulkifli-Bangkok

MENJALANKAN tugas atau sedang bekerja di luar negeri, para orang tua terpaksa harus membawa serta anak-anak mereka yang masih usia sekolah. Karena berbagai kendala, terutama bahasa, banyak yang mulanya kesulitan mencari lembaga pendidikan yang tepat. Hal inilah salah satu landasan didirikannya Sekolah Indonesia Bangkok (SIB).

Sekolah ini membuka kelas mulai Taman Kanak-kanak (TK) hingga tingkatan Sekolah Menengah Atas (SMA). Serta menjadi satu-satunya rujukan yang dipilih para TKI di Bangkok untuk menyekolahkan anak mereka.Pada JPNN yang menemuinya, Senin (3/6) malam di Bangkok, Tjatur mengungkapkan SIB kini memiliki 76 murid asal Indonesia. Pembagiannya 10 murid TK, 36 murid SD, 18 murid SMP dan sisanya murid SMA.

Tjatur menjadi kepala sekolah untuk semua tingkatan tersebut. Sedangkan jumlah guru di SIB ada 18 orang yang juga berasal dari Indonesia dan ada native speaker Bahasa Inggris.Selama berbincang dengan JPNN, Tjatur terlihat begitu bersemangat dan ceria.

Ia mengatakan ini pengalaman pertamanya ditugaskan sebagai guru di luar negeri. Guru Bahasa Inggris ini baru dua bulan terpilih menjadi kepala sekolah di SIB, setelah melalui seleksi yang begitu ketat dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bekerjasama dengan Kementerian Luar Negeri.

"Seleksinya ketat sekali dan tahap bertahap. Banyak yang berminat namun Alhamdulillah saya satu diantara yang terpilih. Bagi saya ini adalah panggilan tugas," kata guru asli Semarang ini sambil tersenyum.

Kecintaan Tjatur pada dunia belajar mengajar, memang tak perlu diragukan lagi. Ia meniti berkarir sebagai guru dimulai sejak Diploma tahun 1983 di SMP 1 Banyubiru, Semarang.

Kemudian mengambil Sarjana (S1), jurusan Bahasa Inggris di Universitas Semarang dan mengambil gelar master (S2) jurusan manajemen pendidikan di Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga. Berpindah-pindah tugas baginya sudah biasa. Pengalaman sebagai guru di SMPN 1 Banyubiru, SMPN 2 Ambarawa dan sebagai kepala sekolah di SMPN 4 Bringin, SMPN 3 Tuntang dan Kepala Sekolah di SMP 2 Tuntang, Kab.Semarang.

Ibu dari satu putri ini, tercatat memiliki banyak prestasi. Kecintaannya pada bahasa Inggris yang dipadukannya dengan rasa cinta menjadi seorang guru, mengantarkannya menjadi Guru Teladan Se Jawa Tengah tahun 1999 tingkat SMP.Tjatur juga aktif mengikuti bahkan menjadi penggerak berbagai kegiatan bertema pendidikan. Salah satunya ia berhasil menarik minat pihak luar negeri, JICA Jepang tertarik mempelajari sistem pendidikan di Indonesia khususnya di Kab.Semarang, Jawa Tengah.

Tjatur juga pernah mengikuti seminar dan simposium pendidikan di Jerman tahun 2005. Saat itu, Tjatur menjadi satu-satunya utusan dari Indonesia.Karena berbagai prestasinya itu pula, Tjatur akhirnya ditugasi Dinas Pendidikan Kab.Semarang Jawa Tengah untuk ikut seleksi kepala sekolah di luar negeri.

Syarat untuk bisa ikut seleksi adalah pernah 3 tahun menjadi Kepala Sekolah, memiliki kualifikasi dan kemampuan bahasa yang baik.Saat akhirnya benar-benar terpilih, Tjatur mengatakan seluruh keluarga besarnya memberikan dukungan. Termasuk sang suami, Prihanto (50) dan putri semata wayang mereka, Masitoh Suryaning Prahasiswi (20).

Bahkan untuk mewujudkan dukungan pada Tjatur, sang suami yang juga berprofesi sebagai guru, akhirnya 'mengalah' untuk ikut pindah mengikuti jejak Tjatur ke Bangkok. Prihanto kini tercatat menjadi guru di SIB, yang otomatis menempatkannya sebagaibawahan sang istri. Sementara putri mereka saat ini memilih tinggal di Indonesia, untuk tetap melanjutkan pendidikan sebagai mahasiswi jurusan Farmasi, Universitas Gajah Mada (UGM).

"Meski suami saya bekerja di SIB, kita tetap bekerja profesional. Saya merasa beruntung memiliki keluarga yang selalu mensuport penuh kecintaan saya pada dunia pendidikan," kata Tjatur.

Saat ini selain menjadi Kepala Sekolah, Tjatur masih tetap mengajar mata pelajaran Bahasa Inggris. Baginya mengajar tidak lagi sebatas kewajiban, tapi sudah menjadi bagian hidup yang penting."Rasanya kalau tidak mengajar, ada sesuatu yang hilang. Jadi kepala sekolah, bukan berarti harus duduk manis. Intinya saya adalah guru, jiwa saya menjadi guru," katanya sambil tersenyum.

Setelah terpilih menjadi Kepala sekolah SIB, Tjatur mengaku tak masalah lagi bila ada penugasan dari negara untuk mengajar di negara lain."Sebagai abdi negara (PNS), saya harus siap untuk ditempatkan di mana saja. Semua tempat menurut saya sama saja. Apalagi di Bangkok, menurut saya tidak banyak yang berbeda dengan Indonesia," katanya.

Meski harus jauh dari keluarga besarnya dan harus berada di negeri orang, Tjatur mengaku tetap merasa bahagia. Karena ia merasa tugasnya sebagai guru di luar negeri, memiliki arti penting bagi negara. Yakni tetap mengajarkan cinta Indonesia kepada murid-muridnya. "Selain itu prinsip saya, jangan hanya mengerjakan apa yang disukai tapi sukailah apa yang mesti dikerjakan. Jadi setiap hari bisa senyum menjalankan tugas," kata Tjatur menutup pembicaraan.(***)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Membentuk Keluarga Atlet ala Sudirman

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler