Laporan dari LIRA itu termuat dalam portal berita inilah.com pada Jumat (23/11) pekan lalu berjudul LIRA Temukan Masalah di Proyek PLIK. Menurut Santoso, laporan itu bertentangan dengan fakta di lapangan, serta tak ada konfirmasi atau pengecekan ulang dengan BP3TI. ’’Kami mempertimbangkan akan melakukan somasi terhadap pemberitaan yang tidak cover both side tersebut. Terutama karena melibatkan beberapa pihak tanpa adanya konfirmasi ulang,’’ tegas Santoso di Jakarta, Selasa (27/11).
Dari artikel di kanal nasional media online tersebut, Santoso menyebutkan ada empat poin tuduhan sepihak dari LIRA terhadap pelaksanaan proyek PLIK. Pertama, adanya dugaan mafia proyek dengan tidak beroperasinya PLIK di daerah Prambanan, Yogyakarta. Unit yang diresmikan dan dihadiri oleh Anggota Komisi I DPR RI Roy Suryo tersebut, menurut informasi yang disampaikan masyarakat ke LIRA, seusai peresmian tidak berjalan.
’’ Kami sudah melakukan konfirmasi dengan pihak pengelola dan penyedia PLIK di daerah Prambanan, Yogyakarta. Dan, mereka memberikan pernyataan bahwa PLIK tersebut tetap beroperasi seperti kontrak jasa PLIK dengan kami,’’ kata Santoso.
Poin kedua yang dibantah BP3TI adalah pernyataan Kepala Daerah Bupati Pamekasan H. Kholilurrahman yang menurut LIRA tidak mengetahui keberadaan PLIK di daerahnya. ’’ Setiap ada proyek baru PLIK, selalu ada surat resmi dari Kementerian Komunikasi dan Informatika kepada Gubernur, Dirjen pada Bupati, dan BP3TI ke level kecamatan. Selalu ada koordinasi administrasi untuk proyek PLIK. Dan kami sudah melakukan penyempurnaan format formulir kepada Pemda sejak 2011,’’ lanjut dia. Dengan demikian, seluruh proyek PLIK telah melalui jalur birokrasi terstruktur sehingga Kepala Daerah sejogjanya memiliki informasi mengenai proyek tersebut.
Permasalah berikutnya yang disinggung oleh LIRA adalah rencana penelusuran keterlibatan Menkominfo Tifatul Sembiring serta staf khusus Kemenkominfo terhadap penyimpangan proyek PLIK. ’’Sementara faktanya, Menkoninfo dan staf khusus tidak terlibat proyek tersebut. Sebab sesuai dengan Perpres 54/2010, BP3TI menjadi KPA dan PPK (Kuasa Pengguna Anggaran dan Pejabat Pembuat Komitmen, Red.) dari PLIK,’’ ujar Santoso.
Poin terakhir bantahan adalah adanya tuduhan PT Surveyor Indonesia melakukan manipulasi proyek PLIK sehingga diduga ikut terlibat dalam praktek KKN. Menurut Santoso, BP3TI telah melakukan kontrak dengan PT Surveyor Indonesia untuk berbagai proyek Kewajiban Pelayanan Universal (KPU) atau Universal Service Obligation (USO). ’’Saat ini PT Surveyor Indonesia mendapat perintah dari kami untuk survei mengenai proyek Desa Dering. Sedangkan survei untuk proyek PLIK baru akan dilakukan di 2013,’’ jelas dia.
Bantahan oleh Ketua BP3TI tersebut dilakukan mengingat pentingnya proyek PLIK terhadap pengembangan infrastruktur telekomunikasi berbasis data (internet) ke seluruh tanah air. Terutama di daerah yang notabene tidak memberikan keuntungan secara ekonomis bagi penyelenggaranya. Dengan adanya program berbasis USO tersebut, maka pemerataan jalur telekomunikasi di Indonesia makin cepat. Sehingga adanya upaya untuk menghambat proyek USO harus diminimalisir bahkan ditiadakan demi kepentingan masyarakat.
Selain tuduhan sepihak, ada beberapa kesalahan fakta yang disajikan dalam artikel tersebut. Sebut saja besaran dana untuk PLIK disebutkan Rp 1,4 triliun per tahun. ’’Proyek PLIK adalah multiyears selama empat tahun mulai 2010. Dananya total dalam empat tahun tersebut sekitar Rp 1,4 triliun,’’ kata Santoso.
Pada pertengahan tahun ini, BP3TI juga sudah berhasil mengelar 5.748 PLIK di seluruh Indonesia. Artinya, sesuai dengan target pengadaan PLIK. Saat ini sudah ada permintaan tambahan 10 persen dari jumlah PLIK eksisting, dan sedang dipertimbangkan BP3TI berdasarkan kebutuhan masyarakat.
Sebagai tambahan sejak berjalannya PLIK, BP3TI mengakui adanya temuan masalah di lapangan terkait dengan operasional sehari-hari. ’’Yang paling mendesak adalah masalah listrik dan bandwith. Ini sedang kami carikan solusinya,’’ ujar Santoso.
Terkait masalah listrik, tiap PLIK sudah memiliki dana untuk pembelian minyak disel sebagai sumber bahan bakar. Namun di lapangan, khususnya di kawasan Indonesia Timur, disel tergolong langka. Masalah kedua adalah bandwith yang sejak awal ditetapkan 256 kbps. ’’Bandwith tersebut semula dianggap cukup bagi penguna internet awam. Namun sekarang sudah tidak mencukupi sebab kebutuhan bandwith internet makin besar,’’ kata Santoso. (aan/irs)
BACA ARTIKEL LAINNYA... FITRA: Perjalanan Dinas DPR Tak Efektif
Redaktur : Tim Redaksi