jpnn.com, JAKARTA - Direktur Indonesia Halal Care (IHC) Yosep Yusdiana mengatakan, masih banyak yang mengira sertifikasi halal produk makanan dan minuman di tangan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Padahal, berdasarkan UU No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, sertifikasi halal kini ada di tangan Kementerian Agama.
BACA JUGA: TGB: Halal Tourism Tidak Mengganggu Pariwisata Konvensional
"Kemenag dalam hal ini BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal), jauh hari sebelum ketentuan ini berlaku melakukan sosialisasi yang efektif kepada masyarakat selaku konsumen terutama kepada pelaku usaha,” tutur Yosep, Senin (18/11).
Dia juga menyarankan Kemenag memublikasikan produsen yang telah mengajukan sertifikasi halal.
BACA JUGA: MUI Dukung Pemberlakuan UU Jaminan Produk Halal
Yosep meyakini ada ribuan produsen yang mengajukan sertifikasi halal produknya ke BPJPH.
Yosep menjelaskan, pembayaran dalam pengajuan sertifikasi produk halal itu dilakukan pada 3 pihak yang terlibat.
Yakni Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), MUI, dan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal.
Namun, sambung Yosep, besaran biaya yang harus dibayarkan oleh pihak yang mengajukan belum diketahui secara luas.
"Ini adalah hal yang cukup sensitif bagi publik. Sebab, besarnya biaya sertifikasi cukup disorot sejak sertifikasi halal ini dipegang oleh MUI," tukas Yosep.
Berdasarkan data BPS, sambung Yosep, ada sekitar 1,6 juta produsen makanan dan minuman yang ada di Indonesia.
Sementara itu, yang telah mengantongi sertifikat halal melaui MUI baru 40 ribu produk.
“Artinya selama 5 tahun ke depan masih ada jutaan produk yang akan dipaksa untuk mengikuti sertifikasi halal dan mendaftarkan produknya kepada BPJPH,” sambungnya. (jos/jpnn)
Redaktur & Reporter : Ragil