jpnn.com, JAKARTA - Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agung Firman Sampurna mengatakan capaian opini wajar tanpa pengecualian (WTP) laporan keuangan 2020 melebihi target.
Menurutnya, BPK mematok target pada kegiatan prioritas reformasi sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah pusat 2020.
BACA JUGA: Profesor Hukum Unpad Pertanyakan Kewenangan BPK di Kasus ASABRI
Adapun jumlah laporan keuangan 2020 yang memperoleh opini WTP adalah sebanyak 85 dari 87 laporan keuangan atau 98 persen.
Angka itu, lanjut dia, melebihi target yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 sebesar 91 persen.
BACA JUGA: Soal Tuduhan Ahok, Serikat Pekerja Sebut Kontrak Merugikan BUMN Ada Upeti ke BPK
"Capaian ini juga merupakan hasil usaha pemerintah dan kontribusi BPK dalam mendorong terwujudnya tata kelola dan tanggung jawab keuangan negara yang efektif, akuntabel, dan transparan sesuai dengan poin ke-16 tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs),” kata Agung dalam keterangan resminya di Jakarta, Rabu.
Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I 2021 megungkapkan hasil pemeriksaan BPK atas 86 Laporan Keuangan Kementerian Lembaga dan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara 2020.
Berdasarkan IHPS I 2021 84 laporan keuangan memperoleh opini WTP dan 2 laporan keuangan memperoleh opini wajar dengan pengecualian (WDP).
Selain itu, laporan keuangan BPK 2020 yang diperiksa oleh kantor akuntan publik juga mendapatkan opini WTP, sehingga totalnya terdapat 86 laporan keuangan menerima WTP.
IHPS I 2021 mencatat terdapat 8.483 temuan yang memuat 14.501 permasalahan sebesar Rp 8,37 triliun.
Temuan itu, kata Agung, meliputi 6.617 permasalahan kelemahan sistem pengendalian intern (SPI) dan 7.512 permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan sebesar Rp 8,26 triliun, serta 372 permasalahan ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan sebesar Rp 113,13 miliar.
Agung juga menjelaskan rekomendasi BPK atas hasil pemeriksaan periode 2005-semester I 2021 telah ditindaklanjuti entitas dengan penyerahan aset dan/atau penyetoran uang ke kas negara/daerah/perusahaan sebesar Rp 113,83 triliun.
Dalam kurun waktu 16 tahun terakhir, yaitu sejak 2005 sampai dengan 30 Juni 2021, BPK telah menyampaikan 621.453 rekomendasi hasil pemeriksaan kepada entitas yang diperiksa sebesar Rp 282,78 triliun.
Hasil pemantauan tindak lanjut rekomendasi menunjukkan 471.298 atau 75,9 persen rekomendasi sebesar Rp 145,30 triliun telah sesuai.
Kemudian, sebanyak 113.861 atau 18,3 persen rekomendasi senilai Rp 99,95 triliun belum sesuai.
Adapun 30.018 atau 4,8 persen rekomendasi Rp 16,14 triliun belum ditindaklanjuti, dan 6.276 rekomendasi atau 1 persen senilai Rp 21,39 triliun tidak dapat ditindaklanjuti.
"Berdasarkan dari hasil pemantauan penyelesaian ganti kerugian negara/daerah 2005 hingga 30 Juni 2021, terdapat status yang telah ditetapkan senilai Rp 4,16 triliun," katanya.
Tingkat penyelesaian periode 2005 sampai 30 Juni 2021 menunjukkan terdapat angsuran sebesar Rp 391,05 miliar (9 persen), pelunasan Rp 1,76 triliun (42 persen), dan penghapusan Rp 114,17 miliar (3 persen), sehingga sisa kerugian sebesar Rp 1,89 triliun (46 persen).
IHPS I 2021 telah diserahkan secara administratif kepada lembaga perwakilan pada 27 September 2021, secara paripurna kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 7 Desember 2021, kepada Dewan Perwakilan Daerah (DPD) pada 16 Desember 2021.
"Telah sampai kepada Presiden Joko Widodo pada 29 Desember 2021," ucap Agung. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robia