BPN dan Gubernur Tak Becus Urus Lahan

Jumat, 20 Januari 2012 – 03:24 WIB

JAKARTA - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Sumut, Rahmat Shah, menilai, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kantor Wilayah Sumut tidak mampu bekerja secara baik, sehingga kasus-kasus sengketa lahan tak kunjung terselesaikan.

Rahmat menjelaskan, delegasi Komite I DPD pada 30 Nopember 2010 melakukan pertemuan dengan BPN Kanwil Sumut yang diikuti seluruh Kepala BPN Kabupaten/Kota se-Sumut, membahas masalah tanah eks HGU PTPN II dan tanah Sari Rejo. Hasil pertemuan, Kakanwil BPN Sumut menjanjikan dalam tempo dua bulan akan diselesaikan pemetaan lahan eks HGU PTPN. "Tapi hingga kini tidak ada," cetus Rahmat Shah kepada JPNN, Kamis (19/1).

Plt Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho sama saja. Gatot telah membentuk tim khusus penanganan areal lahan eks HGU PTPN II, yang dipayungi SK Gubsu tertanggal 23 September 2011. Tugas tim ini, kata Rahmat, melakukan pengukuran dan pemetaan lahan.

"Namun tim khusus ini tidak dapat menyelesaikan tugasnya sehingga diperpanjang hingga bulan Mei 2012," imbuhnya.

Padahal, lanjut Rahmat, situasi di lapangan sudah panas. Areal-areal umumnya dikuasai oknum tertentu yang bekerjasama dengan pihak PTPN II, dengan ditanami jagung, ubi, dan tanaman lainnya, bahkan juga perumahan. Sebagian dikelola kelompok-kelompok tani.

Karena berlarut-larut persoalan ini, terjadinya bentrok dengan banyak korban nyawa, harta benda, di Kota Binjai, Batang Kuis, Desa Selambo, Percut Sei Tuan, Deli Serdang. "Ini akibat permainan para mafia tanah yang ada di Sumut," ujar Rahmat.

Khusus tanah Sari Rejo, lanjut Rahmat, sebenarnya secara hukum sudah jelas karena sudah ada putusan Mahkamah Agung (MA) tanggal 18 Mei 1995, yang menyatakan tanah-tanah sengketa adalah tanah garapan penggugat. Hingga kini, kata Rahmat, mereka masih berharap agar BPN menerbitkan sertifikat kepemilikan tanah mereka.

"Kalau tidak segera diterbitkan sertifikat, bisa muncul kecemburuan sosial karena ada bangunan-bangunan baru oleh pengusaha kuat, yang telah memperoleh sertifikat dari BPN," ujar Rahmat.

Hal yang sama, yang menggambarkan buruknya BPN Kanwil Sumut, juga terjadi dalam kasus pembangunan Madrasah Internasional di Serdang Bedagai, seluas 30 ha. Areal tersebut sebelumnya sudah dinyatakan oleh BPN di luar HGU PTPN II. Ketika akan dilakukan pembangunan, oleh PTPN II dinyatakan areal masih dalam kawasan HGU.

"Setelah dkonfirmasi kepada Dirut PTPN II, dinyatakan bahwa BPN lah yang salah menggambarkan," tegasnya.

Rahmat Shah menyimplulkan, persoalan tanah di Sumut terjadi akibat tidak tegasnya BPN dalam menjalankan tugasnya. "Oknum BPN disinyalir banyak yang bekerjasama dengan para mafia tanah sehingga tanah-tanah yang selama ini telah dikuasasi oleh masyarakat, seenaknya saja dirampok dan dijarah, serta mendapatkan dukungan dari oknum petugas keamanan," kata Rahmat.

Rahmat tidak membantah, potensi konflik lahan bisa pecah lebih besar lagi. Menurutnya, warga sudah turun-temurun tinggal di lahan itu, sebagai sumber penghidupan, termasuk untuk membiayai pendidikan anak-anaknya. "Kalau mau diambil, mereka pasti siap nyawa melayang," pungkasnya. (sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Rano Karno: Tanggul Wewenang Pusat


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler