jpnn.com - MATARAM - Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di NTB ikut terdampak kondisi perekonomian yang tak menentu.
BPR mengalami kendala dalam mendapatkan dana murah untuk disalurkan kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan.
BACA JUGA: Pariwisata Outdoor dan Indoor di Jakarta Semakin Solid
“Kondisi BPR dalam tahun 2016 ini masih berat,” kata Ketua Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) Provinsi NTB, Yanuar Alfan, Sabtu (5/11).
Yanuar mengatakan, hingga akhir Oktober 2016, penyaluran pembiayaan BPR masih tumbuh melambat jika dibandingkan dengan kondisi 2015 lalu.
BACA JUGA: Aisyah: Hari Ini Naik, Besok Bisa Turun
Hal tersebut terjadi karena berbagai faktor.
Seperti dampak perekonomian global yang belum stabil hingga persaingan dengan lembaga perbankan umum.
BACA JUGA: Ratusan Koperasi Tunggu Waktu Dibubarkan
Saat ini, bank umum memberikan suku bunga kredit (rate) jauh di bawah yang diberikan oleh BPR kepada nasabah (masyarakat).
Terlebih adanya program penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) dengan memberikan bunga murah hanya sembilan persen flat satu tahun.
Sementara BPR, lanjut Yanuar, untuk menurunkan suku bunga kredit masih berada di atas dua digit alias belasan persen flat per tahun.
Hal tersebut disebabkan karena biaya dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun oleh BPR ataupun dana pinjaman modal dari lembaga perbankan umum masih tergolong mahal.
Akibatnya, BPR harus menjual kepada masyarakat selaku nasabah dengan rate (bunga) yang tentunya di atas bunga bank secara umum.
“Rata-rata BPR belum bisa menerapkan bunga pembiayaan single digit karena BPR masih mendapatkan dana pihak ketiga itu harganya mahal,” terang Yanuar. (luk/jos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Fantastis, Laba Anak Usaha Astra Melejit 689 Persen
Redaktur : Tim Redaksi