Brengkes Ikan, Cara Perempuan Menyangga Kebudayaan

Oleh: Manggala Putra JAMBI

Selasa, 29 Oktober 2024 – 14:51 WIB
Lomba memasak Brengkes Ikan sebagai pembuka Festival Suku Batin IX, Sabtu (20/7/2024). Foto: dok sumber

jpnn.com - SELAMA satu jam, Teti Kamal yang mengenakan tengkuluk dan kebaya khas Jambi berkutat memasak Brengkes Ikan.

Teti Kamal tidak sendirian, ada belasan wanita lainnya yang mengikuti lomba memasak Brengkes Ikan sebagai pembuka Festival Suku Batin IX, Sabtu, 20 Juli 2024.

BACA JUGA: Festival Bekarang Lopak Sepang 2024, Tradisi Memanen Ikan di Lubuk Larangan

Lapangan di Lapangan King Lion, Desa Muaro Singoan, menjadi saksi kegiatan yang mengangkat kembali tradisi kuliner lokal yang kaya rasa dan nilai identitas masyarakat setempat.

Teti bersemangat mengikuti lomba memasak Brengkes Ikan, karena menurutnya, Brengkes Ikan merupakan kuliner khas Jambi yang mulai tergerus oleh zaman.

BACA JUGA: Lewat Ekspor, 8,19 Ton Produk Kotak Ikan Asal Kota Batu Tembus Pasar Meksiko

“Sekarang ini Brengkes Ikan Cuma gampang ditemui pas bulan Ramadan aja,” ujar wanita yang berasal Dusun Sialang Pungguk, Desa Muaro Singoan ini.

Teti Kamal adalah satu dari belasan peserta yang memenangkan lomba memasak Brengkes Ikan di Festival Suku Batin IX ini.

BACA JUGA: KKP Amankan 3 Pelaku Pengeboman Ikan di Banggai Laut Sulteng

Ia mengungkapkan bahwa rahasia di balik cita rasa brengkes ikan yang ia masak adalah menggunakan bahan-bahan segar dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Batanghari dan bumbu tradisional yang diwariskan dari generasi ke generasi.

"Memasak dengan cara tradisional menggunakan kayu bakar juga memberikan rasa yang khas," tambahnya.

Teti juga menekankan pentingnya melestarikan tradisi memasak Brengkes Ikan bagi generasi muda.

Menurutnya, dengan melestarikan tradisi memasak Brengkes Ikan tidak hanya menjaga warisan budaya, tetapi juga memperkuat identitas sebagai masyarakat Jambi.

“Generasi muda perlu mengenal dan menghargai kekayaan kuliner lokal kita," katanya. Brengkes Ikan menjadi sorotan dalam Festival Suku Batin IX, yang merupakan bagian rangkaian kebudayaan Kenduri Swarnabhumi 2024 sejak diluncurkan Rabu, 5 Juni 2024.

Lomba memasak Brengkes Ikan ini tidak hanya memeriahkan suasana festival tetapi juga mengangkat kembali tradisi kuliner lokal yang kaya rasa dan nilai identitas masyarakat setempat.

Brengkes Ikan merupakan hidangan khas yang terbuat dari ikan Sungai Batanghari yang dibaluri sambal tempoyak dan rempah-rempah lokal, lalu dibungkus dengan daun pisang dan dibakar dengan alat-alat tradisional.

Diketahui, Jambi memiliki kuliner khas yang dikenal sebagai tempoyak.

Nama tempoyak berasal dari kata "poyak" yang mengacu pada proses pembuatannya, yaitu dengan mengoyak daging durian.

Durian dikupas dan kemudian disimpan dalam wadah kedap udara selama sekitar satu minggu.

Tempoyak memiliki aroma khas dan rasa asam yang dihasilkan dari fermentasi buah durian.

Durian yang telah difermentasi ini kemudian diolah kembali dengan bahan tambahan lainnya untuk menghasilkan tempoyak.

Tempoyak sering digunakan sebagai bahan tambahan yang memberikan rasa dan aroma baru pada gulai.

Tempoyak sering menjadi oleh-oleh khas Jambi dan mudah ditemukan di berbagai rumah makan di Sumatra.

Tempoyak Jambi istimewa karena biasanya dipadukan dengan ikan sungai, seperti ikan patin.

Hal ini karena Sungai Batanghari yang melimpah dengan ikan, dimanfaatkan oleh masyarakat Jambi sebagai sumber lauk sehari-hari.

Selain gulai tempoyak ikan patin, tempoyak juga sering digunakan untuk udang, petai, pepes ikan patin, ikan bakar, pepes ikan mas, dan lain-lain.

“Karena kita (Jambi) khas dengan Tempoyak, jadi Brengkes Ikan ini tidak bisa lepas dengan sambal tempoyak,” jelas Teti.

Alat-alat tradisional dan kayu bakar yang digunakan memperlihatkan dedikasi dalam melestarikan metode memasak yang diwariskan turun-temurun.

"Acara ini benar-benar menghidupkan kembali semangat gotong royong dan kebersamaan di desa kami," tuturnya.

Keterampilan memasak Brengkes Ikan ini bukanlah hal baru bagi Teti dan para peserta.

Teti bercerita kalau ia mendapatkan resep dan teknik memasak ini dari ibu atau nenek di dapur.

Tradisi ini telah diturunkan dari generasi ke generasi, memastikan bahwa keunikan dan kekayaan rasa Brengkes Ikan tetap terjaga.

Hidangan ini tidak hanya menyajikan cita rasa yang khas tetapi juga membawa cerita dan sejarah panjang tentang kehidupan dan budaya masyarakat di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari.

Ia pun berharap agar kegitaan kebudayaan seperti ini rutin diadakan.

Selain itu, menurutnya, lomba tradisi juga dapat menjadi sarana edukasi bagi generasi muda.

Mereka dapat belajar dan memahami nilai-nilai budaya serta sejarah yang terkandung dalam setiap tradisi.

"Kegiatan semacam ini sangat bermanfaat, terutama dalam hal promosi budaya daerah," harapnya.

Kegiatan Kebudayaan Menjaga Tradisi dan Lingkungan Pamong Budaya Ahli Utama Kemendikbudristek, Siswanto, menekankan pentingnya festival ini dalam melestarikan budaya.

"Pagelaran di Desa Muaro Singoan dalam rangka Kenduri Swarnabhumi bisa mengangkat kebudayaan yang hampir punah," ucapnya.

Menurut Siswanto, memasak Brengkes Ikan menggunakan kayu bakar memberikan rasa yang khas pada masakan yang tidak bisa ditiru oleh zaman sekarang.

Ia juga menambahkan bahwa lomba memasak Brengkes Ikan ini adalah salah satu cara memberikan nilai-nilai sosial dalam berinteraksi antarindividu.

"Kebersamaan adalah kunci dari acara ini," tegasnya.

Keberlangsungan kuliner Brengkes Ikan juga sangat bergantung pada kondisi sungai yang terjaga. DAS Batanghari yang masih bersih dan kaya akan ikan menjadi sumber utama bahan baku Brengkes.

Pada lomba masak di Festival Suku Batin IX, ikan yang digunakan adalah ikan toman dan ikan baung, yang merupakan ikan khas dari DAS Batanghari.

Kepala Desa Muaro Singoan, Samadani, menyatakan Brengkes Ikan adalah salah satu warisan kuliner kita yang kaya akan cita rasa dan juga sejarah.

"Setiap daerah di Jambi memiliki variasi brengkes mereka sendiri, dan memasak Brengkes Ikan pada pembukaan Festival Suku Batin IX merupakan cara menunjukkan kekayaan budaya kuliner yang dimiliki," ujarnya.

Dengan menjaga kebersihan dan kelestarian DAS Batanghari, masyarakat setempat memastikan bahwa tradisi memasak Brengkes Ikan dapat terus dilestarikan.

Keberadaan sungai yang sehat dan melimpah ikan menjadi kunci untuk menjaga kelangsungan kuliner khas ini, sekaligus memperkuat identitas budaya masyarakat Jambi.

Melalui festival ini, terlihat jelas bahwa perempuan berperan sebagai penyangga kebudayaan, memastikan bahwa tradisi dan kearifan lokal tetap hidup dan relevan di tengah perkembangan zaman.

Peran Perempuan dalam Menyangga Keutuhan Kebudayaan Peran perempuan dalam melestarikan kebudayaan melalui kuliner tradisional seperti brengkes ikan sangatlah besar.

Mereka adalah penjaga tradisi yang memastikan resep dan cara memasak diwariskan ke generasi berikutnya.

Wakil Bupati Batanghari, Nuraini Zubir, menyatakan peran perempuan sangat besar dalam melestarikan budaya melalui kuliner.

"Mereka adalah penjaga tradisi yang memastikan resep dan cara memasak diwariskan ke generasi berikutnya. Kita harus terus mendukung dan menghargai peran mereka dalam menjaga warisan budaya kita," katanya, saat diwawancarai pada Jumat (2/8/2024).

Ia juga berkomitmen untuk mendukung pelestarian tradisi kuliner seperti brengkes ikan yang akan berguna bagi generasi muda sebagai langkah untuk menjaga tradisi yang ada di Batanghari.

"Kami juga menjaga kebersihan sungai agar bahan baku utama seperti ikan tetap melimpah," tambah wanita yang juga menjabat sebagai Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Batanghari.

Menurutnya, melestarikan masakan tradisional seperti Brengkes Ikan bukan hanya soal menjaga resep dan teknik memasak, tetapi juga tentang mempertahankan identitas budaya.

Melalui kuliner, kita bisa menyampaikan cerita dan sejarah yang terkandung dalam setiap hidangan.

Melanjutkan pernyataan Wakil Bupati Batanghari, Peserta Pemenang Lomba Memasak Brengkes Ikan Festival Suku Batin IX, Teti Kamal, menyatakan bahwa para wanita di daerahnya sangat berperan sebagai penjaga tradisi ini, yang memastikan bahwa kearifan lokal dan nilai-nilai budaya yang diwariskan oleh nenek moyang tidak hilang.

“Kalau bukan dari kita yang melestarikan, siapa lagi?” tutupnya.


Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler