Festival Bekarang Lopak Sepang 2024, Tradisi Memanen Ikan di Lubuk Larangan

Minggu, 25 Agustus 2024 – 19:03 WIB
Festival Bekarang Lopak Sepang yang digelar di Desa Tebat Patah, Kabupaten Muaro Jambi, Sabtu (24/8) menegaskan pentingnya semangat gotong royong. Foto: source for JPNN

jpnn.com, JAMBI - Festival Bekarang Lopak Sepang yang digelar di Desa Tebat Patah, Kabupaten Muaro Jambi, Sabtu (24/8) menegaskan pentingnya semangat gotong royong yang kuat antara warga.

Festival yang mengangkat prosesi adat 'Bekarang' itu merupakan aktivitas tahunan di Desa Tebat Patah yang mencerminkan sinergi antara alam dan manusia.

BACA JUGA: Kemendikbudristek & Abbott Perangi Malnutrisi Anak di Indonesia

Dalam tradisi ini, masyarakat setempat bersama-sama memanen ikan di lubuk larangan, wilayah perairan yang dilindungi secara adat dan hanya boleh dipanen satu kali dalam setahun, khususnya saat musim kemarau.

Perwakilan Direktur Perfilman Musik dan Media Kemendikbudristek, Nuzul Kristanto menyatakan pelaksanaan festival ini menghidupkan kembali ingatan akan peradaban bangsa yang lahir dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari.

BACA JUGA: PPPK Picu Krisis Guru di Sekolah Swasta, BMPS: Kami Menanam, Orang Lain Memanen 

“Warisan budaya kami yang kaya harus dijunjung sebagai identitas dan simbol kearifan lokal,” kata Nuzul dalam siaran persnya, Minggu (25/8).

Sementara di tempat yang sama, Direktur Festival Bekarang Lopak Sepang, Anjas Budi mengatakan tradisi tersebut diangkat lantaran telah menjadi warisan budaya kebanggaan masyarakat setempat.

BACA JUGA: Festival Bekarang Lopak Sepang jadi Cara Ampuh Menjaga Kelestarian Sungai Batanghari

Menurut dia, sejak dahulu tradisi Bekarang selalu dinanti masyarakat lantaran lubuk larangan merupakan wilayah yang ditetapkan secara adat hanya boleh dimanfaatkan sumber dayanya satu kali dalam setahun.

“Meski Bekarang dilaksanakan rutin setiap tahun hingga saat ini, namun prosesi adat secara lengkap, itu terakhir dilaksanakan tahun prosesi,” kata Anjas.

Dia menyebutkan, prosesi pertama dilakukan di hari sebelum Bekarang, yakni sidang adat yang dipimpin oleh para tokoh adat.

Mereka membicarakan apakah tradisi Bekarang bisa dilakukan atau tidak.

Kemudian dilanjutkan memilih tiga orang sebagai utusan untuk melihat kondisi lubuk larangan.

“Tokoh adat memilih Ngundur, orang yang diutus memeriksa kondisi lubuk larangan,” lanjutnya.

Jika kondisi lubuk larangan, lanjut Anjas, siap untuk dipanen maka waktu Bekarang akan ditetapkan dan diumumkan kepada masyarakat.

Setelah itu, malam sebelum Bekarang dimulai dilakukan ritual khusus serta penjagaan lubuk larangan hingga pagi.

“Secara prosesi sama dengan zaman dulu, namun secara doa-doanya beda. Sekarang pakai doa-doa sesuai ajaran agama Islam,” katanya.

Menurutnya, festival ini dilakukan di malam sebelum Bekarang menjadi momentum kebersamaan dalam mengingat kembali tradisi Bekarang.

Tidak hanya menampilkan prosesi adat, tetapi juga berbagai kesenian dan pertunjukan yang menggambarkan kearifan lokal setempat.

Mulai dari tari-tarian tradisional, musik khas daerah, dan drama bersyair dipersembahkan untuk menceritakan kekayaan budaya Desa Tebat Patah.

“Kami berharap generasi muda dapat lebih mengenal dan mencintai warisan budaya mereka, sekaligus menjaga keseimbangan ekosistem yang ada di sekitar lubuk larangan,” kata Anjas Budi. (ddy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... 125 Produk UMKM Siap Meriahkan Festival Beli Lokal Tokopedia


Redaktur & Reporter : Dedi Sofian

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler