jpnn.com, JAKARTA - Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (BTN) Haru Koesmahargyo menuturkan sistem ekonomi linear atau tradisional, yang saat ini masih dominan diterapkan oleh pelaku usaha akan mengancam keberlangsungan bisnis dan lingkungan.
Pasalnya, sifatnya hanya mengambil sumber daya yang ada, membuat produk untuk digunakan konsumen, selanjutnya dibuang setelah digunakan.
BACA JUGA: Sambut HUT RI, BTN Gelar Pameran Virtual KPR Merdeka
Selain membuat volume limbah terus meningkat, bahan baku yang digunakan akan makin minim dan mendatangkan kenaikan harga produk.
Akibatnya masalah kebarlanjutan bisnis dan lingkungan terancam.
BACA JUGA: Perkuat Inovasi Berbasis Digital, Pupuk Kaltim Jadi Role Model Industri 4.0
Berbeda dengan sistem ekonomi sirkular, Haru menerangkan, limbah produk bisa di-recycle atau di-reused, baik untuk produksi barang yang sama, maupun sebagai bahan baku pada industri lain.
Selain itu sistem hijau ini juga dapat memberikan multiplier effect terhadap penciptaan bisnis dan lapangan kerja baru sehingga akan mendorong pertumbuhan investasi.
BACA JUGA: Soal Pasangan, Sophia Latjuba Pilih Pria 15 Tahun Lebih Muda
Memandang kondisi tadi, Haru menilai terdapat risiko yang tinggi pada semua sektor bisnis bila terus menerapkan sistem ekonomi linear.
“Risiko bagi semua adalah ancaman perubahan iklim (climate change) yang membuat kian meningkatnya ketidakpastian bagi bisnis dan lingkungan alam,” urai Haru.
Untuk itu, dia meyakini penerapan ekonomi sirkular bukan hanya bagus untuk lingkungan society tetapi juga secara ekonomi dan dunia usaha agar bisa sustain secara jangka panjang.
Karena itu menurut Haru, persoalan kepastian sustainability kini mulai menjadi pertimbangan penting perbankan dalam penyaluran pembiayaan.
“Ekonomi Sirkular memang masih rekatif baru di perbankan, tapi sebelumnya kita sudah diperkenalkan dengan standar Environmental, Social and Good Governance (ESG). Saya kira prinsipnya relatif sama, dengan begitu prinsip ekonomi sirkular bisa masuk kriteria dalam pengelolaan aset perbankan, ini yang penting,” tutur Haru.
Pengelolaan aset dimaksud termasuk dalam pemberian kredit dan pembiayaan perbankan.
“Kalau itu kita masukan maka kita bisa mendorong kemana sektor industri yang kita bisa promosikan (untuk mendapat kredit) dan kemunginan sektor industri yang kemungkinan kita hindari,” ujarnya.
Dia mencontohkan, sektor yang masih menggunakan unrenewable energy, salah satu yang perlu dihindari perbankan.
Sementara khusus bagi BTN sendiri, secara operasional pihaknya mendorong BTN menerapkan konsep green dengan memperhatikan faktor people dan planet.
Misalnya meminimalkan penggunaan kertas.
“Secara perlahan kita mengarah mengarah ke sistem digital terutama pada proses operasional yang masih dimungkinkan tidak menggunakan paper work,” ujarnya.
Kemudian tidak ketinggalan, lanjut dia, BTN menggulirkan program penanaman 1 rumah 1 pohon kepada developer yang menjadi mitra BTN demi menciptkan lingkungan udara dan lingkungan yang lebih sehat.
BTN juga aktif mendorong masyarakat menerapkan energi hijau melalui penggunaan kompor induksi yang menggunakan energi terbarukan.
Hal ini sudah dicanangkan pada rumah dan apartemen sederhana yang dibiayai BTN.
“Pembeli apartemen menengah ke bawah kita berikan subsidi kompor induksi secara gratis, sementara PLN membebaskan biaya pasangnya,” katanya.
BTN juga berupaya untuk me-recycle rumah-rumah KPR second, atau dengan memanfaatkan kembali rumah-rumah yang dilepas, ditinggalkan atau dijual oleh pemilik lama kemudian dilelang sehingga bisa bermanfaat bagi masyarakat lain yang belum memiliki rumah.
“Masyarakat kita banyak yang belum punya rumah di sisi lain banyak stok rumah yang kosong, makanya kami upayakan bagaimana itu bisa terutilisasi bagi masyarakat yang membutuhkan. Ini pekerjaan yang secara langsung ada di depan BTN sebagai bank yang fokusnya pada pembiayaan rumah,” kata Haru.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy