Bu Menkeu: Kontraksi Ekonomi 5,3 Persen, Indonesia Relatif Masih Bertahan

Selasa, 01 September 2020 – 22:26 WIB
Menkeu Sri Mulyani. Ilustrasi Foto: Ricardo

jpnn.com, JAKARTA - Tekanan pandemi Covid-19 telah menyebabkan kontraksi ekonomi di berbagai negara di dunia.

Pada Kuartai I dan II 2020, sejumlah negara dunia mengalami kontraksi ekonomi yang sangat dalam.

BACA JUGA: Sri Mulyani Ubah Prediksi Pertumbuhan Ekonomi 2020, Makin Tidak Sedap

“Sebagian besar pertumbuhan ekonominya merosot tajam,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR, Selasa (1/9).

Ani - panggilan akrabnya mencontohkan India pada Kuartal II 2020 mengalami kontraksi hingga 23,9 persen. Pada Kuartal I 2020, India sudah mengalami kontraksi 4,1 persen.

BACA JUGA: Pegang Uang Rp 1,9 Miliar, Yandi Langsung Lupa Diri

Menurut dia, India selama ini adalah negara yang ekonominya tumbuh paling tinggi di dunia sesudah mengambi alih capaian prestasi itu dari Republik Rakyat Tiongkok.

Negara lain seperti Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand juga mengalami kontraksi double digit alias di atas 10 persen.

BACA JUGA: Wahai Para ASN, Tolong Simak Keputusan Bu Menkeu soal Subsidi Pulsa

Indonesia pada Kuartal II 2020 mengalami kontraksi 5,3 persen.

“Tentu Indonesia dalam hal ini relatif masih bisa bertahan. Ini memang dikaitkan dengan langkah-langkah apakah dari sisi restriksi gerakan dari masyarakat yang kemudian menyebabkan dampak ekonomi luar biasa," ungkapnya.

Ani menjelaskan kalau dibanding stimulus APBN yang dilakukan banyak negara dalam rangka menangani Covid-19 dan penurunan ekonomi yang merosot tajam, maka terlihat bahwa mereka mengalami defisit cukup dalam.

"Terlihat bahwa negara yang perekonomiannya merosot sangat tajam di Kuartal II, defisit APBN-nya jauh lebih dalam. Itu artinya mereka belum melakukan counter critical, (dan) belum menunjukkan hasil," papar Ani.

Ia mencontohkan, India mengalami defisit APBN -7,2 persen tetapi ekonominya mengalami kontraksi 23,9 persen.

Negara maju seperti Inggris fiskal defisitnya -13,8 persen, yang awalnya mereka hanya 2,1 persen.

Negara di ASEAN seperti Malaysia, defisitnya -6,5 persen tetapi ekonominya kontraksi 17,1 persen di Kuartal II.

Filipina defisit fiskalnya -7,6 persen tetapi kontraksi ekonominya lebih dalam lagi yakni 16,5 persen.

Singapura mengalami fiskal defisit 13,5 persen dan dihadapkan pada kondisi ekonomi yang mengalami kontraksi yakni 13,2 persen.

Thailand juga mengalami pelebaran defisit, dari 2,8 persen pada tahun lalu menjadi 6 persen sekarang ini. Sementara ekonominya mengalami kontraksi yakni 12,2 persen.

"Jadi, dalam hal ini kita di Indonesia yang diperkirakan defisit sesuai Perpres 72 mencapai 6,3 persen namun kita dihadapkan kontraksi pada Kuartal II -5,3 persen,” kata Bu Menkeu.

Menurutnya, ini yang harus dilihat dan didesain agar setiap defisit APBN mampu menahan penurunan ekonomi.

"Dan di sisi lain mampu terus memulihkan ekonomi serta penanganan kesehatannya,” ujar mantan petinggi World Bank, itu.

Dia memastikan Covid-19 di Indonesia tetap menjadi fokus perhatian. Sebab, pelemahan ekonomi Indonesia terjadi karena kondisi pandemi Covid-19.

Indonesia sudah melakukan peningkatan testing Covid-19. Diharapkan pula perkembangan tiap provinsi makin bisa dikendalikan.

Oleh karena itu, Presiden Jokowi, kata Ani, pagi tadi melakukan pertemuan dengan seluruh gubernur untuk terus memperbaiki kondisi penanganan Covid-19. (boy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler